Nadira Ghautiah hanyalah seorang gadis berhijab yang kesehariannya bekerja sebagai akuntan. Ia tak menyangka hidupnya akan berubah 180 derajat saat bertemu seorang pria yang dikejar-kejar pembunuh.
Situasi itu membawanya pada posisi rumit nan mencekam. Kejadian demi kejadian yang berbahaya terus mengikutinya. Demi keselamatan hidupnya, ia terjebak dalam pernikahan paksa dengan Arsenio Harrington, Sang Pewaris tunggal kerajaan bisnis Harrington.
Mampukah Nadira menerima kenyataan pernikahan yang jauh dari bayangannya dan menerima fakta bahwa suaminya adalah seorang pewaris yang dingin dengan masa lalu kelam.
Bagaimana kisah selanjutnya? Nantikan hanya di novel Cinta Sejati Sang Pewaris.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CSSP Ep. 19
Pernikahan pun digelar di Villa pribadi milik Arsen. Beberapa orang telah diundang. Hanya orang-orang terdekat dan terpercaya saja yang memiliki kehormatan untuk menyaksikan Arsen mengucap ijab kabul.
Di kamar Arsen, Areef tampak sibuk, ia berkali-kali membenahi pakaian Arsen. Membuat pria yang hendak melangsungkan pernikahan itu gemas.
"Kakek, ini ke delapan kalinya Kakek menyuruhku mengganti jas," protes Arsen.
"Aduh, Arsen. Ini kan hari besarmu, jangan sampai istrimu tidak senang melihat penampilanmu nanti. Kamu harus jadi sempurna! Kamu ini kan cucuku satu-satunya, Nak."
"Tuan, sudah waktunya Tuan Muda untuk turun," ujar kepala pelayan mengingatkan.
"Baik, baik, kau pergilah dulu, urus yang lain, pastikan semuanya berjalan lancar."
"Baik, Tuan Besar."
Setelah kepergian pelayan itu, Areef kembali menatap Arsen lama. Tersenyum haru, menepuk pundaknya pelan dan memberi wejangan-wejangan yang ia harap dapat berguna bagi Arsen.
"Arsen, Cucuku. Dengarkan nasihat Kakek ini. Setelah ikrar kau ucap, tanggung jawabmu akan bertambah besar, Nak. Peranmu bertambah satu, yaitu menjadi suami."
"Kelak, perlakukan istrimu dengan baik, jangan menyulitkannya dengan urusan-urusan kecil, jangan menyusahkannya, jangan menyakiti hatinya apalagi membentaknya."
"Jangan sembarangan sesumbar soal pernikahan. Pernikahan itu hal yang sakral! Kelak, jika ada masalah apapun dengan istrimu, bicarakan baik-baik. Jangan membiarkan kesalahpahaman berlarut-larut."
"Ijab kabul bukan hanya melafalkan bahwa kau telah menerimanya sebagai istri, tapi lebih dari itu, kau terima kekurangannya, baik-buruknya, kau terima tanggung jawab untuk membimbingnya dan menjaganya..." Areef berpetuah panjang lebar.
"Kakek, haruskah aku sediakan tempat duduk? Kakek seperti sedang memberiku ceramah sekarang," Arsen bersungut-sungut.
Tanpa diberitahu pun, Arsen sudah paham semua teori-teori pernikahan. Ia sudah banyak membaca buku-buku pernikahan sebelum memutuskan untuk menikahi Nadira.
"Kakek, Arsen rasa Kakek jadi lebih cerewet akhir-akhir ini, apakah Kakek salah minum obat?" Arsen kembali menggaungkan protesnya membuat Areef berkacak pinggang.
"Cucu nakal! Jika hari ini bukan hari pernikahanmu Kakek pasti akan memukulmu sekarang."
"Simpan tenaga Kakek untuk nanti. Sekarang ayo antar aku ke pelaminan. Wali nikah dan penghulu pasti sudah menunggu," ucap Arsen seraya membenahi letak dasinya.
Lalu keduanya turun, di sana, acara pernikahan sederhana digelar. Setelah meniti tangga, Arsen menuju meja tempat di mana ia akan mengucap janji suci di hadapan Tuhan.
Tanpa halangan apapun, akad nikah pun selesai. Arsen mengucapnya dengan lantang. Doa menggema bersamaan haru yang mengisi ruangan. Areef sudah menyeka matanya yang basah dari tadi.
"Akhirnya cucuku satu-satunya sudah menikah, aku bisa tenang sekarang," lirihnya.
Setelah itu, Nadira barulah masuk, didampingi dengan beberapa orang ia duduk di samping Arsen. Yang secara hukum dan agama telah sah menjadi suaminya.
Arsen meletakkan tangannya di pucuk kepala Nadira yang terbalut hijab putih, membacakan doa, lalu mengecup kening Nadira cukup lama. Nadira berdebar, ini pertama kalinya seseorang mencium keningnya, darahnya berdesir hangat, ada perasaan aneh yang menjalarinya hingga ke ubun-ubun.
Setelah Arsen melepas kecupan itu, kini berganti Nadira yang mencium punggung tangan Arsen. Setetes air mata Arsen rasakan mengalir di punggung tangannya.
Dia menangis? batin Arsen menerka. Nadira mendongak, menatap Arsen, suaminya lekat-lekat. Hal yang sama juga dilakukan Arsen. Nadira tampak cantik dengan gaun putih yang membalut tubuh rampingnya, hijab warna senada seakan menambah kecantikannya hari ini.
"Tersenyumlah, hapus air matamu, jangan biarkan orang-orang melihatnya," Arsen berbisik.
"Memangnya kenapa? Pengantin wajar untuk menangis haru di hari pernikahannya," ujar Nadira seraya menghapus bekas air matanya menggunakan tisu.
"Oh, kamu juga bisa terharu?"
"Jangan terlalu memuji saya, Pak. Nanti Anda jatuh cinta," goda Nadira. Entah angin dari mana, Nadira rasanya ingin sekali menggoda boss suaminya itu.
Arsen mendelik, mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Jangan memandang tinggi dirimu sendiri, Nadira."
"Cih! Siapa juga yang memandang tinggi diri sendiri, bukankah Pak Arsen yang selalu memandang diri sendiri tinggi?" cetus Nadira sengaja ingin membuat Arsen jengkel.
Wanita ini! Awas saja, akan kubalas kau nanti! Arsen berucap dalam hati.
Setelah itu, keduanya menyalami tamu undangan yang hadir. Dilanjut dengan acara makan bersama keluarga besar hingga ke sore.
salam kenal untuk author nya