Sebuah cerita perjuangan hidup seorang ayah yang tinggal berdua dengan putrinya. Meski datang berbagai cobaan, selalu kekurangan, dan keadaan ekonomi yang jauh dari kata cukup, tapi keduanya saling menguatkan.
Mereka berusaha bangkit dari keadaan yang tidak baik-baik saja. Ejekan dan gunjingan kerap kali mereka dapatkan.
Apakah mereka bisa bertahan dengan semua ujian? Atau menyerah adalah kata terakhir yang akan diucapkan?
Temukan jawabannya di sini.
❤️ POKOKNYA JANGAN PLAGIAT GAESS, DOSA! MEMBAJAK KARYA ORANG LAIN ITU KRIMINAL LHO! SESUATU YANG DICIPTAKAN SENDIRI DAN DISUKAI ORANG MESKI BEBERAPA BIJI KEDELAI YANG MEMFAVORITKAN, ITU JAUH LEBIH BAIK DARI PADA KARYA JUTAAN FOLLOWER TAPI HASIL JIPLAKAN!❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Teguran Bu Guru
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku, anakmu
Ibuku sayang, masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah
Seperti udara
Kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas Ibu
Ibu
Ingin ku dekap
Dan menangis di pangkuan mu
Sampai aku tertidur
Bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa
Baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas Ibu?
Ibu. _Iwan Fals.
***
Dinda mendekati tempat duduk Ayu. Matanya sudah berair. Tanpa bisa dicegah air mata itu jatuh. Ayu menatap Dinda dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Ayu hanya melihat Dinda menangis tanpa menyuruh berhenti atau berkata apapun. Ayu benar-benar diam.
"Yu.. Kamu apain Dinda? Kok kamu nakal sih Yu? Ayu nakal.. Ayu nakal.. Aduin bu guru aja yok." Ucap teman yang melihat Dinda menangis di dekat Ayu. Lagi-lagi Ayu diam. Pandangan mata Ayu masih menatap intens pada Dinda yang malah makin kencang nangisnya.
"Yu.. Aku minta maaf Yu. Kamu marah ya sama aku? Yu.. Tangan kamu sakit ya? Yu.. Jangan diemin aku Yu.. hiks hiks" Ucap Dinda pelan dalam isakannya.
"Ayu nakal.. Ayu nakal.." Teman yang lain semangat bikin yel-yel supaya kelas makin rame.
"Bu guru datang woeee.. diem, diem.. Biar Ayu dihukum bu guru!" Perintah salah satu anak saat melihat bu guru memasuki kelas.
Kelas jadi hening. Tapi, sesaat kemudian celotehan teman sekelas Ayu membuat kelas kembali bising. Mereka berlomba-lomba melaporkan apa yang mereka lihat pada bu guru. Semua menyudutkan Ayu. Sedang Dinda yang tadi menangis malah menunduk.
"Ada apa Dinda? Bisa jelaskan kenapa kamu menangis?" Ucap bu guru mendekati Dinda.
Dinda tak berani menceritakan yang sebenarnya. Itu sama saja membuat mamahnya jadi bahan olok-olok di kelas nanti. Dia malah melihat ke arah Ayu yang sibuk menggambar tanpa memperdulikan aduan teman-temannya pada bu guru.
"Ayu nakalin Dinda bu! Padahal Dinda tadi diem aja eh pas nyamperin Ayu dia malah nangis. Mungkin Ayu udah nyubit Dinda!" Seru salah seorang teman sekelas Ayu.
Sekarang giliran bu guru yang berjalan menghampiri Ayu. Bu guru melihat Ayu menggambar tanpa memperdulikan sekitarnya yang terus bilang jika dia nakal.
"Gambarnya bagus Yu.. Ini pasti Ayu sama ibunya ya..?" Ucap bu guru pelan.
"Iya bu guru. Ini Ayu sama ibuk." Ayu langsung bersemangat saat bu guru menanyakan perihal gambar yang dia buat.
"Ayu pinter gambar ya. Lanjutkan bakat mu ya nak. Gambar Ayu benar-benar bagus." Bu guru mengusap pelan kepala Ayu.
Ada yang aneh. Kepala Ayu terasa panas saat bu guru menyentuhnya.
"Yu.. Ayu sakit? Kamu demam Yu. Ayo bu guru antar ke UKS ya." Ayu menatap bu guru. Bocah itu lalu menggeleng.
"Ayu enggak apa-apa bu guru. Ayu mau belajar."
Dinda yang melihat semua itu dari tempat duduknya hanya bisa diam. Dia takut jika Ayu menceritakan pada bu guru jika mamahnya telah mencubit lengan Ayu dengan keras kemarin sore.
Bu guru sangat bijaksana. Beliau tidak menanyai perihal Dinda yang menangis tadi di depan siswa yang lain kepada Ayu. Bu guru tahu hal itu pasti akan membuat Ayu makin diejek teman-temannya. Sebagai penengah, bu guru memanggil keduanya ke ruang guru saat jam istirahat. Dan menginstruksikan pada muridnya yang lain agar tidak lagi menyalahkan siapapun, dan tidak membahas lagi penyebab Dinda menangis. Dan ajaib, seisi kelas mematuhi apa yang diperintahkan bu guru.
"Jadi itu sebabnya Dinda menangis? Dinda mau minta maaf sama Ayu. Dan Ayu coba sini dekat bu guru.." Bu guru menyentuh kening Ayu yang masih terasa panas. Bisa dipastikan bocah itu sakit demam.
Akhirnya Dinda jujur jika dia hanya ingin minta maaf kepada Ayu tapi, bingung mau memulai dari mana. Bu guru juga memeriksa bekas cubitan pada lengan Ayu. Lengan kecil itu membiru, sudah bisa dibayangkan berapa kerasnya bu Vera mencubit Ayu hingga meninggalkan jejak kebiruan seperti itu.
Dengan bantuan bu guru, Ayu dan Dinda kembali menikmati indahnya persahabatan mereka. Bu guru berinisiatif mengantarkan Ayu pulang ke rumah serta memberi peringatan kepada Vera jika apa yang dilakukan Vera kepada Ayu sudah termasuk perbuatan kekerasan fisik serta kekerasan verbal. Suatu perbuatan yang akan terus diingat bahkan saat anak sudah dewasa nantinya. Hal itu akan mempengaruhi tumbuh kembang anak. Banyak diantaranya menjadi sosok pendiam dan tertutup karena tekanan dari orang-orang seperti Vera ini, menganggap apa yang dia lakukan sepele tapi justru menimbulkan efek jangka panjang.
"Ayu di UKS aja ya. Abis makan sama minum obat, Ayu istirahat dulu di sini. Nanti kalau sudah jam pulang sekolah, bu guru ke sini lagi buat nganter Ayu pulang ke rumah. Ya?" Mendengar penjelasan bu guru, Ayu mengiyakan patuh.
Bel tanda jam pelajaran berakhir berbunyi. Siswa berhamburan keluar kelas. Tidak dengan Ayu. Dia masih ada di ruang UKS. Badannya terasa lemas, pusing serta nyeri di seluruh persendian.
Kurang dari lima belas menit Ayu dan bu guru tiba di rumah Ayu. Bu guru membantu Ayu masuk ke dalam rumah. Wajah Ayu pucat, tapi panasnya sudah turun.
"Yu.. Biasanya bapak Ayu pulang jam berapa nak?" Bu guru duduk di bangku panjang.
"Sebelum maghrib bu guru." Suaranya terdengar parau. Bu guru merasa iba melihat Ayu yang masih memakai seragam sekolah meringkuk di bangku panjang dengan kain batik sebagai selimutnya.
Bu guru menyuruh Ayu istirahat, seperti niat awalnya saat mengantarkan Ayu pulang, bu guru langsung berkunjung ke rumah Dinda untuk bertemu ibunya.
"Assalamu'alaikum bu.." Sapa bu guru saat pintu sudah terbuka. Vera tersenyum lebar.
"Wa'alaikumsalam bu.. Walah ada angin apa ini kok bu guru sampai bertamu ke rumah saya." Masih terdengar ramah.
Bu guru dipersilahkan masuk. Dinda yang melihat bu gurunya beneran datang ke rumah langsung duduk di sebelah bu guru.
"Dinda! Sini.. Enggak sopan kamu duduk di situ." Vera terang-terangan membentak Dinda meski di sana ada tamu.
"Di sini saja Din." Ucap bu guru ramah.
"Bu Vera.. Sepertinya saya tidak perlu berbasa-basi ya, jadi begini.. Maksud kedatangan saya ke sini untuk memberi pengertian serta peringatan untuk bu Vera." Saat Vera ingin menyela ucapan bu guru, tangan bu guru memberi kode stop agar dia bisa melanjutkan ucapannya.
"Bu.. Bu Vera tahu kan Ayu ini anak piatu. Dia terkenal ceria, pintar bergaul dengan siapa saja di sekolah, santun, serta penurut. Tapi, bu Vera tahu? Hari ini anak yang selalu ceria itu jadi murung serta pendiam. Bahkan dia sekarang sakit. Bu Vera tahu kenapa?" Vera cuek. Tak memberi tanggapan berarti kalau sudah membahas tentang Ayu.
"Mungkin menurut bu Vera hal ini lumrah tapi saya beri tahu di sini.. Jangan lagi bu Vera melakukan tindakan yang sekiranya merusak mental anak atau membuat anak menjadi tertekan. Anak yang saya maksud di sini bukan hanya Ayu saja tentunya. Sikap bu Vera yang membentak, menghina, berbicara kasar atau lebih parahnya lagi melakukan kekerasan fisik itu bisa berakibat buruk pada anak lho bu."
Mendapat kunjungan dari bu guru yang malah menyudutkannya tentu Vera tak tinggal diam. Dia terus bicara membela diri jika semua yang dia lakukan adalah bentuk perlindungan kepada anaknya, Dinda. Vera berasumsi sendiri jika Ayu membawa pengaruh buruk untuk anaknya.
Di akhir kunjungan bu guru ke rumah Vera, beliau bisa melihat tatapan tak suka yang jelas Vera perlihatkan padanya.
"Yu.." Panggil bu guru melihat Ayu sudah terlelap.
Bu guru melihat Ayu tidur dengan membekap gambar yang tadi dia buat di sekolah. Anak ini pasti lah sangat rindu pada sosok ibu yang melahirkannya.
mgkn noveltoon bs memperbaiki ini..