NovelToon NovelToon
Naik Ranjang

Naik Ranjang

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Tamat
Popularitas:8.5M
Nilai: 5
Nama Author: Ichageul

ADRIAN PRATAMA. Itu nama guru di sekolah gue yang paling gue benci. Karena apa? Karena dia udah membuka aib yang hampir tiga tahun ini gue tutup mati-matian.

“Dewi Mantili. Mulai sekarang kamu saya panggil Tili.”

Nyebelin banget kan tuh orang😠 Aaarrrrggghhh.. Rasanya pengen gue sumpel mulutnya pake popok bekas. Dan yang lebih nyebelin lagi, ternyata sekarang dia dosen di kampus gue😭

ADITYA BRAMASTA. Cowok ganteng, tetangga depan rumah gue yang bikin gue klepek-klepek lewat wajah ganteng plus suara merdunya.

“Wi.. kita nikah yuk.”

Akhirnya kebahagiaan mampir juga di kehidupan gue. Tapi lagi-lagi gue mendapati kenyataan yang membagongkan. Ternyata guru plus dosen nyebelin itu calon kakak ipar gue😱

Gue mesti gimana gaaeeesss???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Harapan Herman

Adrian mengambil dompet dari saku celananya kemudian menyerahkan tiga lembar seratus ribuan. Sambil menunggu kembalian, Dewi mengenakan helm yang baru dibeli wali kelasnya. Dia sedikit kesulitan mengaitkan tali helm karena terlalu pendek. Adrian yang melihat itu segera membantu menarik tali kemudian mengaitkannya. Setelah menerima uang kembalian, mereka segera keluar dari toko.

“Gara-gara kamu saya harus keluar uang buat beli helm. Masa hukumanmu ditambah jadi seminggu lagi. Kamu harus bantu saya input data setiap pulang sekolah.”

“Bapak senang banget sih hukum saya. Ngga ada kerjaan lain apa?”

“Kamu lupa, siapa yang membereskan kekacauan yang kamu buat di lab komputer seminggu yang lalu? Belum lagi Bu Wida komplain, gara-gara kamu yang membuat keributan di kelas, mengganggu kelas sebelah.”

Dewi langsung membungkam mulutnya. Akhir-akhir ini Dewi memang sering membuat ulah, itu semata-mata untuk membuat wali kelasnya kerepotan. Roxas dan Micky dengan sukarela membantu dan ketiganya sukses mendapatkan hukuman beruntun dari Adrian. Membersihkan WC, menyapu dan mengepel ruang guru dan spesial untuk Dewi harus menjadi asisten sang wali kelas membereskan pekerjaannya.

“Ayo naik.”

Ucapan Adrian membuyarkan lamunan Dewi. Gadis itu kembali naik ke belakang Adrian. Pria itu segera menjalankan kendaraannya. Kini dia tenang jika melintasi jalan yang terdapat razia.

Sepuluh menit kemudian, motor yang dikendarainya memasuki area di mana Dewi tinggal. Gadis itu terus mengarahkan Adrian menuju jalan ke kontrakan Haji Soleh. Dewi meminta Adrian berhenti di depan gerbang rumah petak milik juragan angkot itu. Dia turun dari motor kemudian melepas helmnya.

“Ini pak,” Dewi menyerahkan helm di tangannya. Adrian mengambilnya lalu pria itu membuka bagasi motor dan meletakkan helm di dalamnya.

“Rumah kamu di sini?”

“Iya.”

“Hmm..”

Adrian memperhatikan deretan rumah petak yang berjajar rapih dan lingkungan sekitarnya juga cukup bersih dan nyaman. Pria itu kembali menduduki tunggangannya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Dewi, Adrian segera tancap gas meninggalkan gadis itu. Baru saja Dewi melangkahkan kakinya melewati gerbang, ponselnya berdering. Melihat Roxas yang melakukan panggilan, dia segera menjawab panggilannya.

“Halo..”

“Wi.. Sudah pulang?”

“Sudah.”

“Besok malem ngamen yuk.”

“Di mana?”

“Di Dago, daerah dekat taman Flexi. Mau ngga?”

“Tumben lo ngajakin ngamen. Lagi butuh duit ya?”

“Hooh.. enin sakit. Gue butuh duit buat beli obat enin.”

“Kenapa ngga minta sama Mamang apa Bibi elo sih? Enin kan tanggung jawab mereka.”

“Elo kaya yang kaga tau mereka kaya gimana. Pokoknya selama gue bisa cari duit sendiri, gua ngga mau minta sama mereka. Mau ya, Wi?”

“Iye.. iye.. tapi gue ijin dulu ama nyokap.”

“Sip.. besok pagi gue jemput. Kan kita mau bimbel sama lihat latihan kabaret si lugu.”

“Hooh.”

Roxas mengakhiri panggilannya. Sambil memasukkan ponsel ke saku rok sekolahnya, Dewi melanjutkan langkahnya menuju rumah petak yang ditinggali bersama kedua orang tuanya.

🌸🌸🌸

“Assalamu’alaikum."

“Waalaikumsalam.”

Mendengar suara suaminya, Nenden bergegas untuk membukakan pintu. Nampak wajah lelah Herman muncul dari balik pintu. Wanita itu meraih tangan Herman lalu mencium punggung tangannya. Pria itu masuk seraya menutup dan mengunci pintu.

“Tumben Kang, pulangnya malam,” Nenden melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam.

“Tadi dapat borongan nganter Ibu-ibu pengajian ke Ledeng. Acaranya dua jam, terus Akang anterin satu-satu ke rumahnya makanya malam. Maaf ya, Neng. Kamu pasti ngantuk nungguin Akang.”

“Ngga apa-apa, Kang. Akang pulang malam kan bekerja buat kita. Akang sudah makan?”

“Belum. Tadi waktu mau makan, acara pengajiannya keburu selesai.”

“Ya sudah Neng siapkan. Tapi paling makan nasi kuning, ngga apa-apa? Sisa jualan hari ini lumayan banyak, sayang kalau dibuang. Padahal Neng tadi sudah kasih ke tetangga juga, tapi masih ada sisanya. Dewi juga makan pakai nasi kuning tadi.”

Herman hanya tersenyum mendengar penjelasan istrinya panjang lebar. Mata lelahnya menatap wajah sang istri yang sepertinya tadi sudah sempat tertidur. Istrinya adalah wanita cantik, tapi karena hidup mereka susah dan tidak mengenal adanya perawatan, wajah cantik Nenden terlihat kusam.

“Tapi kalau Akang mau makan yang lain, biar Neng buatkan,” ujar Nenden lagi membangunkan Herman dari lamunannya.

“Ngga usah. Akang makan itu aja. Tapi Akang mau mandi dulu, gerah banget.”

“Iya, Kang.”

Ayah dari Dewi itu masuk ke dalam kamar, tak lama kemudian dia keluar dengan handuk tersampir di bahunya. Sambil menunggu suaminya selesai mandi, Nenden menyiapkan makanan untuk suaminya.

Sepuluh menit kemudian Herman selesai membersihkan diri. Kini tubuhnya terlihat lebih segar. Pria itu duduk bersila di ruang depan, sepiring nasi kuning lengkap dengan lauknya sudah tersaji di piring. Dengan lahap, Herman menikmati makanan buatan istri tercinta. Sambil makan pria itu melihat acara di televisi yang menayangkan siaran ulang sepak bola.

“Kang, Dewi bilang mulai besok wali kelasnya bakal kasih pelajaran tambahan sampai menjelang ujian akhir.”

“Bagus itu.”

“Iya, Alhamdulillah. Sepertinya wali kelasnya yang baru, baik orangnya.”

“Oh iya, Neng. Besok Dewi kan ulang tahun. Buatkan makanan untuk teman-teman sekelasnya yang ikut pelajaran tambahan. Akang juga mau beli kue ulang tahun buat dia. Sesekali ulang tahunnya dirayakan.”

“Boleh, Kang.”

Herman merogoh saku celana yang dipakainya lalu mengeluarkan lembaran uang dari dalamnya. Dia menyerahkan uang tersebut pada sang istri untuk dihitung.

“Alhamdulillah penghasilan hari ini lumayan. Tadi Pak Haji juga kaget akang bisa setor full. Biasanya tekor terus.”

“Pak Haji juga maklum. Sekarang angkot kan harus bersaing sama ojeg online.”

“Iya, makanya kalau ada tawaran borongan, pasti Akang langsung ambil. Besok juga Akang dapat borongan. Dua kali malah. Ini Neng, cukup ngga?”

Nenden menghitung uang yang diberikan suaminya. Semuanya ada tiga ratus lima belas ribu rupiah. Wanita itu menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. Besok dia akan membuatkan nasi uduk beserta lauknya untuk teman-teman Dewi.

“Kalau pakai ayam cukup ngga?” tanya Herman.

“Kayanya ngga, Kang. Kan mau beli kue juga.”

“Soal kue urusan Akang. Itu kamu pakai aja untuk masak. Jangan lupa Pak Haji dan tetangga kita juga dikasih.”

“Iya, Kang.”

“Sudah malam, ayo tidur.”

Nenden mengambil piring bekas makan suaminya lalu menyimpannya di dapur. Setelah itu dia segera menyusul suaminya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar. Nampak Herman seperti tengah mengambil sesuatu dari dalam lemari. Kemudian pria itu mengajak istrinya duduk di atas kasur yang terhampar di lantai tanpa ranjang.

“Neng.. sebelumnya Akang mau minta maaf kalau selama ini Akang ngga jujur.”

“Soal apa Kang?” wajah Nenden nampak terkejut. Hatinya berdebar menunggu kalimat sang suami berikutnya.

“Neng maafin Akang ngga?”

“Ya apa dulu? Akang nikah lagi ya?”

“Hahaha…”

Herman tertawa mendengar tebakan istrinya. Diraihnya bahu Nenden kemudian mendekapnya. Sebuah kecupan diberikan pria itu ke puncak kepala sang istri.

“Ngga atuh Neng. Satu aja ngga habis, masa mau nambah lagi.”

“Memang Neng makanan apa?” protes Nenden dengan wajah cemberut. Karena gemas Herman menjawil hidung istrinya.

“Mana berani Akang nikah lagi. Akang saja belum bisa bahagiain kamu dan Dewi. Begini Neng, sebenarnya semenjak Akang narik angkot Pak Haji, Akang ngga setor semua hasil narik ke Neng. Akang simpan seperempatnya, Akang kumpulkan dan tiap bulannya Akang masukkan ke tabungan.”

Herman menyerahkan buku tabungan yang tadi disembunyikan dibalik punggungnya. Nenden menerima buku tabungan tersebut. Matanya membelalak melihat jumlah uang yang sudah terkumpul.

“Akang, ini banyak banget. Ada dua puluh delapan juta.”

“Iya, Neng. Alhamdulillah. Itu uang sengaja Akang kumpulkan untuk biaya kuliah Dewi. Dia anak kita satu-satunya. Walau ngga bisa memberikan kehidupan yang mewah, setidaknya Akang bisa membekalinya dengan ilmu yang bermanfaat. Akang mau kehidupannya nanti lebih baik dari kita. Jangan sampai berhenti sekolah seperti Akang yang hanya tamatan SMP dan Eneng tamatan SMA. Dewi harus kuliah, dapat pekerjaan bagus dan calon suami yang baik dan bertanggung jawab.”

“Aamiin ya Allah..”

Nenden memeluk pinggang suaminya. Walau hidup mereka pas-pasan, namun Herman adalah suami yang bertanggung jawab untuk anak istrinya. Dia rela melakukan pekerjaan apapun asalkan halal demi keluarganya. Selain itu, Herman juga sangat setia pada istrinya. Sepanjang berumah tangga, pria itu belum pernah meninggikan suaranya apalagi bermain tangan pada sang istri.

“Kamu juga harus jaga kesehatan, Neng. Ingat jangan terlambat makan, nanti maag mu kambuh lagi. Jangan sepelekan penyakit maag, karena bisa bahaya kalau dibiarkan.”

“Iya, Kang.”

“Kalau Akang ngga ada, kamu yang harus jaga Dewi sampai dia menemukan seseorang yang bisa menjaganya.”

“Akang jangan ngomong gitu, iihh..”

“Neng, hampura Akang.. teu acan tiasa merenahkeun Neng. Kaayaan Akang ngan saukur kieu ayana. Neng ridho ka Akang? (Neng, maafin Akang belum bisa menyenangkan Neng. Keadaan Akang hanya begini adanya. Neng ridho kan?).”

“Ya Allah Akang. In Syaa Allah Eneng mah ridho.”

“Alhamdulillah.”

Herman mendekap istrinya dengan mesra, sesekali kecupan didaratkan di puncak kepalanya. Pria itu tak pernah berhenti bersyukur atas apa yang terjadi dalam hidupnya. Mendapatkan istri yang solehah, anak yang pintar dan juga solehah, masih diberi tempat untuk bernaung walau bukan milik sendiri, bisa makan dan minum dengan cukup, mampu menyekolahkan anaknya. Nikmat mana lagi yang kau dustakan, itulah yang selalu dia tanamkan dalam hati dan pikirannya.

“Akang mau lihat Dewi dulu.”

Perlahan Herman melepaskan pelukannya, kemudian berjalan keluar kamar. Dengan gerakan pelan, Herman membuka pintu kemudian masuk ke dalam kamar. Nampak Dewi sudah tertidur pulas dengan posisi membelakangi pintu. Herman meraih selimut yang ada di ujung kaki putrinya lalu menyelimutinya sampai ke batas dada. Pria itu kemudian mendudukkan diri di sisi ranjang.

“Neng.. sing gede milik, sing solehah, nurut ka Ibu. Hampura Bapak teu acan tiasa nyumponan kahoyong Neng. Bapak ngan ukur tiasa ngadoakeun. Mugia gusti Allah masihan jodoh nu soleh tur bageur sareng tanggung jawab (Neng, mudah-mudahan besar rejekinya, jadi anak solehah, nurut ke ibu. Maafin bapak belum bisa memenuhi keinginan neng. Bapak cuma bisa mendoakan, semoga Allah memberikan jodoh yang soleh, baik dan bertanggung jawab).”

Herman mengusap puncak kepala Dewi kemudian mendaratkan kecupan di sana. Sekali lagi dia membenarkan selimut Dewi kemudian keluar dari kamar.

🌸🌸🌸

Kalau ada penulisan atau penyusunan kalimat dalam bahasa Sunda yang salah, mohon dimaafkan. Karena mamake memang ngga terlalu fasih bahasa Sunda lemes. Maklum aku suka disebut Sunda murtad karena ngga lancar ngomong Sunda✌️😂

1
Maulana ya_Rohman
bolqk balek baca kok ya madih aja ada bawang nya.... 😭...
kanebo nya masih gak thor.. aku mau 1 aja...😞
Maulana ya_Rohman
bolqk balek baca kok ya madih aja ada bawang nya.... 😭...
kanebo nya masih gak thor.. aku mau 1 aja...😞
Maulana ya_Rohman
nangkring comend lagi...
dari bab awal dak comed...
krn mengulang baca dan gak ada bosen nya yang ada malah bikin kangen😍😍
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: Halo kak baca juga d novel ku 𝙖𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya. trmksh🙏
total 1 replies
Maulana ya_Rohman
mampir lgi yang ke skian kali nya thor...
lagu "bring me to life" teringat karya mu thor🙈
Herlambang Lutvi
kemana saja diriku sampai novel sebagus baru Akau baca,,ini cerita cinta segitiga yg paling natural dah kaya film ini mah
sherly
dr sekolah sampai dah punya anak eh anaknya pada ngumpul buat Genk... novelmu emang seruuu Thor tp kenapa kisah anak2 mereka ngk di NT?
sherly
tiba2 JD melowwww
sherly
baca novelmu tu buat bahagiaaa.... awalnya senyum2 eh ujung2nya ngakak...
sherly
hahahahha rejeki si Budi
sherly
tq Thor untuk novelmu yg rasanya tu kayak nano nano... baru baca satu novelmu kyaknya bakalan lanjut ke novel yg lain...
sherly
lengkap sudah kebahagian Adrian dan dewi
sherly
jadi pengen liburan jugaaaaa
sherly
kalo soal pede emang si Budi nih juaranya.... maju terus bud
sherly
hahahahahha nasib duo B si jomblo sekarat
sherly
hahahah muslihat preman pensiun
sherly
Doni dah dapat satu restu... semangkaaaa
sherly
Hahahhaa masih kurang tu.. sibudi buluk mesti di kasi 20 sks biar bisa cari cewek yg bener ke depannya...
sherly
hahahha Mila sampai sewa satpam buat jd pasangannya... emang teman si Dewi smuanya kelakuannya diluar prediksi BMKg...
sherly
aku kira lagu Ari lasso malaikat tak bersayap ternyata ciptaan othor TOP dah
sherly
mulai pasang spanduk, umbul2 don... hehehehhe
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!