NovelToon NovelToon
Purnama Merindu

Purnama Merindu

Status: tamat
Genre:Tamat / Perjodohan / Nikahmuda
Popularitas:625.1k
Nilai: 4.8
Nama Author: wheena the pooh

Baca "Berbagi cinta: 1 hati 2 Aisyah" terlebih dahulu ya karena ini adalah sekuel novel tersebut.

"Purnama Merindu"

Ditinggal saat hamil oleh pacarnya yang ingin menikah dengan wanita lain.

Nayla Purnama, gadis 19 tahun yang ayahnya masuk penjara kasus korupsi, ibunya meninggal karena serangan jantung saat tahu putrinya sedang hamil tanpa menikah, bersamaan itu Nayla juga mengalami keguguran.

Belum empat puluh hari ibunya meninggal, kakak lelaki satu-satunya ikut berpulang karena sebuah kecelakaan beserta istrinya.

Nayla frustasi, putus asa, ingin bunuh diri tentu saja.

Disaat bersamaan hadir seorang Ariq Gunawan Pratama yang belum lama putus dari cinta pertamanya, Ariq adalah putra sulung pasangan Alif dan Humairah. Berawal dari hampir menabrak Nayla yang ingin bunuh diri di jalan raya yang ia lewati, perkenalan yang membawa teguran-teguran dengan bahasa cinta di sana membuat Nayla mulai membuka hati dan berniat meneruskan hidup yang lebih baik.

Terlebih saat keempat keponakan yatim piatu anak-anak dari kakak lelakinya yang hampir diserahkan ke panti asuhan, hingga Nayla mengambil alih mereka untuk ia asuh sendiri. Nayla bekerja dan meninggalkan kuliahnya demi bocah-bocah yang membuatnya kembali bangkit dalam kehidupan yang hampir membuatnya tenggelam.

Nayla Purnama bukan gadis juga bukan janda, pantaskah dia bersanding dengan lelaki dari keluarga kaya dan terpandang yang tentu akan banyak yang menentang hubungan mereka oleh sebab masa lalu Nayla yang penuh noda?

Hadir pula Rahayu sosok muslimah cantik yang telah disiapkan ayah ibunya untuk Ariq yang telah matang untuk berumah tangga. Bagaimana jika Nayla dibandingkan dengan gadis berhijab ini?

Sudah tentu Nayla mundur teratur karena merasa tidak pantas bersaing dengan gadis muslimah itu sedang ia hidup dengan noda merah masa lalunya.

Pilihan Ariq tidak pernah salah, ia memilih dengan hatinya. Dan pilihan itu jatuh pada Nayla, Nayla Purnama meski perempuan itu bukan seorang gadis lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wheena the pooh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku orangnya.

Lagi, Nayla tidak bisa menyembunyikan haru sekaligus sedihnya saat datang ke sekolah Arinda dan Zandi yang mana kepala sekolah mengatakan sesuatu yang membuat jantungnya berdenyut nyeri.

"Maaf bu Nayla, bisa kita mengambil gambar beberapa petikan? Sebagai bukti penyerahan yang nanti akan saya laporkan ke dinas pendidikan," ucap kepala sekolah pada Nayla yang masih tidak menyangka Arinda dan Zandi mendapat bantuan bagi siswa yang kurang mampu berupa uang saku dan buku paket per enam bulan dari pemerintah setempat.

Ia mengangguk pelan, "Bisa, silahkan," jawab Nayla yang sudah memerah hidungnya menahan tangis.

Baru beberapa hari lalu Denia mendapat santunan dari ibu guru sebagai sedekah hari jumat, hari senin ini pula Arinda dan Zandi yang mendapatkan bantuan beasiswa karena mereka termasuk anak dari keluarga kurang mampu.

Ia mendampingi dua keponakannya yang memakai seragam putih dan merah itu berdiri seraya memegangi amplop berisi uang dan buku paket. Menghadap kamera senyum tipis ia paksakan, namun siapa yang tahu dalam hati Nayla menangis membayangkan nasib masa depan empat bocah itu kelak.

Nayla melambai tangan pada Arinda dan Zandi setelah pamit pergi bekerja, dua bocah kecil itu hanya bisa tersenyum dari jauh menatap punggung sang bunda yang kian menjauh, tanpa mereka ketahui Nayla menangis setelah keluar dari gerbang sekolah.

Ia menepuk dada untuk sekedar menetralisir perasaannya saat ini, nyeri dalam dada ia rasakan saat mengingat betapa menyedihkan hidup dalam belas kasihan orang lain, bukan hanya kehilangan satu namun kehilangan kedua orangtua bersamaan.

Tidak mudah menjadi bocah yatim piatu disaat anak lain masih bermanja dengan ayah ibu yang lengkap, jika boleh ditukar biar saja tidak mendapat bantuan apapun dari sekolah asal orangtua masih ada.

Namun takdir siapa yang tahu, Nayla bersyukur bisa menjemput mereka jika tidak ia tidak bisa membayangkan keempat keponakannya hidup dan besar di panti asuhan.

Kembali pada pekerjaan dihari kedua, Nayla datang pagi-pagi sekali agar sang majikan memberi penilaian yang baik, namun baru juga masuk melalui pintu belakang khusus para pelayan Nayla dikejutkan dengan sebuah suara.

"Nayla."

"Kak Dewi?"

Nayla mengernyit heran saat Dewi menghampirinya dengan tergesa.

"Huh, untung kau datang cepat. Kemarikan Zaza," ucap Dewi yang langsung mengambil alih menggendong Zaza dari Nayla, anak kecil itu menurut saja tanpa membantah.

"Sayang, bibi rindu padamu padahal semalam kita juga bertemu dan bermain," ucap Dewi mencium gemas pipi Zaza yang terus menghindar karena geli.

Dewi yang belum memiliki keturunan cukup bersyukur bisa bertemu dan bertetangga dengan Nayla hingga ia bisa bermain dan menyayangi Zaza dan kakak-kakaknya. Ia mendambakan memiliki seorang putri yang lucu seperti Zaza.

Hingga ia dan suaminya cukup terhibur akan kehadiran Zaza meski mereka baru mengenal satu sama lain sejak Nayla pindah kontrakan di sebelah rumah mereka.

"Kak Dewi ada apa?"

"Gawat, Oma kambuh lagi. Dia mencarimu, Oma menangis lagi memanggil nama nyonya Humairah ke dapur, karena kau belum datang hingga semua isi rumah menjadi kerepotan menenangkannya. Ayo masuk, nyonya Arina ingin bertemu denganmu."

Nayla segera mengangguk.

"Jangan membuatku cemas, apa nyonya Arina akan marah padaku?" tanya Nayla lagi.

"Tidak tahu, tapi memang wajahnya tidak bersahabat ketika mencarimu yang belum datang."

Nayla tidak bisa menyembunyikan raut cemasnya. Ia hanya bisa mengatur napas agar merasa lebih baik.

"Permisi nyonya," ucap Nayla saat menghadap nyonya Arina yang berada di meja makan seorang diri.

"Kau sudah datang rupanya," balas nyonya Arina dingin.

Dengan gugup Nayla berkata lagi, "Maaf aku baru datang. Apa aku berbuat salah hingga nyonya memanggilku?"

"Iya, kau salah telah bekerja disini."

Nayla menunduk takut, dadanya kian gugup karena cemas.

"Maksud nyonya?"

"Sejak bertemu denganmu mamaku jadi terus mengingat masa lalunya, dia mengira kau adalah iparku pada saat masih muda. Oma mengalami disorientasi waktu karena sakit demensia yang dideritanya," ucap nyonya Arina menatap Nayla tidak berkedip.

Menarik napas dalam lalu nyonya Arina melanjutkan, "Yang membuat cemas adalah Oma mengingat masalah berat rumah tangga kakakku dulunya, hingga perasaan Oma tertekan saat ini seolah sedang menghadapi masalah berat seperti dulu."

Nayla tidak tahu harus berkata apa, ia sungguh bingung.

"Dan karena kau datang ke rumah ini kemarin, entah kenapa penglihatan Oma menjadi seperti melihat Humairah saat bertemu dengan mu."

"Maafkan aku nyonya, apa yang dapat ku bantu dalam masalah ini?"

"Kau cukup keluar dari rumah ini, jangan kembali lagi. Maaf aku tidak bisa mempekerjakan seseorang yang akan terus membuat keadaan mamaku memburuk. Kau diberhentikan Nayla, ini ku bayar gaji mu satu bulan sebagai dispensasi. Maaf atas ketidaknyamanan ini, tapi rasanya aku harus pula mengambil keputusan ini."

Nyonya Arina menyodorkan sebuah amplop berisi uang di atas meja. Nayla berkaca-kaca matanya saat mendengar bahwa ia diberhentikan dihari kedua bekerja, ia menatap amplop uang itu.

"Nyonya," lirih Nayla yang tidak berani membantah.

"Aku tahu kau butuh pekerjaan, tapi maaf sekali sepertinya kau tidak berjodoh dengan rumah ini," sambung nyonya Arina lagi.

"Nyonya, tidak bisakah nyonya pertimbangkan lagi? Aku, aku...."

"Humairah kau disini rupanya? Oh ya Allah nak, mama mencarimu, mama ingat betul kau pulang ke rumah ini kemarin."

Sebuah suara yang tidak lain tidak bukan dari oma Rika, perempuan yang sudah berumur itu mendekati Nayla yang terkejut, Oma memeluknya dengan sayang.

"Oma," ucap Nayla saat mendapat perlakukan oma Rika.

Nyonya Arina tampak berdiri dan menghampiri mereka, ia menarik pelan lengan mamanya agar menjauh dari Nayla.

"Mama kenapa kemari? Ayo ku antarkan ke kamar, ingat mama harus istirahat kata dokter," ajak nyonya Arina seraya menyuruh Nayla pergi dengan bahasa isyarat menggunakan ekor matanya.

"Tidak, mama ada yang ingin dibicarakan dengan Humairah. Mama akan terus membujuknya agar tidak berpisah dengan kakakmu, mana Alif apa dia masih di kantor?"

Nyonya Arina tidak bisa membantah yang akan membuat buruk keadaan mamanya. Maka ia hanya bisa mengangguk saja, terlebih saat melihat tangan oma Rika sudah bergelayut manja di lengan Nayla. Gadis itu hanya bisa tersenyum kaku.

"Mama."

"Huh, Arina sebaiknya jangan campuri urusan ini. Kau hanya perlu belajar dengan baik, jangan ikut campur urusan rumah tangga kakakmu. Ayo sayang, kita bicara dalam kamar mama. Kita bisa bicara dari hati ke hati soal suamimu, percayalah Alif bisa berubah jika kau bisa bersabar sedikit lagi," ucap oma Rika pada Nayla yang tampak kebingungan.

"Mama," cegah nyonya Arina lagi, namun oma Rika lebih dulu membawa Nayla pergi dari sana.

Nayla bingung ingin bicara apa, ia tidak tahu akan seperti ini jika bertemu oma Rika, selain mengangguk ia tidak bisa pula melihat oma menangis jika ia menolak.

Nyonya Arina hanya bisa menghembus napas kasar dibuat sikap mamanya yang terjebak ingatan masa lalu. Ia menatap tajam beberapa pelayan yang tampak menguping sejak tadi.

"Apa kalian tidak punya pekerjaan hari ini hingga menyaksikan apa yang terjadi tanpa melewatinya sedikitpun," ucap nyonya Arina dengan nada tajam.

"Maaf nyonya," sahut sang pelayan yang langsung pergi dari sana ketakutan.

Di dalam Kamar Nayla dibuat bertambah bingung saat mendengar kalimat demi kalimat oma Rika yang ia tidak mengerti sama sekali atas permasalahan yang pernah terjadi dulu.

"Percaya pada mama Humairah, Alif mencintaimu. Wanita tidak tahu diri itu sudah diceraikan, kalian tidak akan terikat poligami lagi. Alif sudah menyesal, berilah maaf untuk putraku, soal keguguran waktu itu percayalah kalian bisa memiliki anak lagi nanti. Kalian bisa memulainya dari awal, semua bisa diperbaiki tidak harus dengan perpisahan. Mama sayang padamu, kau menantuku yang terbaik."

"Oma, aku tidak mengerti, aku bukan...."

"Oh, kepala mama pusing. Mama tidak mau makan jika kau tidak mau berbaikan dengan Alif."

"Oma, aku...."

Nayla sungguh tidak mengerti ia harus seperti apa sekarang.

"Kau tidak menyayangi mama?"

"Tidak, bukan seperti itu."

"Mama lapar, maukah kau temani mama sarapan? Kita bicara lagi nanti, kita tunggu suamimu bangun."

Nayla hanya mengangguk saja tidak berani membantah, gadis itu hanya bisa menghembus napas kasar.

Ia menuntun jalan lambat oma keluar kamar menuju meja makan berniat menemani perempuan tua itu sarapan.

Oma Rika duduk di dampingi Nayla yang berdiri di sampingnya, gadis itu tidak berani ikut duduk karena tatapan tajam nyonya Arina yang seolah tidak suka padanya.

"Ayo kita sarapan, tunggu apalagi? Mana Alif apa dia belum turun?" tanya oma Rika.

"Kita tunggu Ariq, kita sarapan bersama," jawab nyonya Arina pelan, ia merutuki keberadaan kakaknya yang jauh hingga harus menghadapi sikap mamanya yang seperti ini.

"Siapa Ariq?" tanya oma lagi.

"Maksudku mas Alif," jawab nyonya Arina seraya bernapas kasar.

Nayla berdegup saat mendengar nama Ariq disebutkan. Pikirannya menjadi lebih buyar, ia melirik Dewi yang masih sibuk menyajikan sarapan di atas meja. Nayla yakin bahwa Zaza tengah tidur saat ini hingga Dewi tidak terganggu kerjanya, karena anak itu sudah bangun sebelum subuh.

"Arina, siapa dia?"

"Mama, dia suamiku."

"Sembarangan, sejak kapan kau menikah? Kau berani membawa lelaki ke rumah ini tanpa izinku," ucap oma Rika marah pada anaknya.

"Mama ini suamiku, mas Hendra."

Pria paruh baya bernama Hendra itu meraih tangan istrinya seraya menggeleng.

"Tenanglah, mama sedang sakit, jangan membantah. Tentu saja mama lupa padaku, jangan dipaksa nanti mama bisa sakit," ucap tuan Hendra seraya menenangkan istrinya.

Oma Rika tidak menghiraukan lagi, ia sibuk menatap Nayla yang setia mendampinginya, menggenggam tangan gadis itu seolah benar adalah Humairah yang berada di dekatnya saat ini.

Nyonya Arina memberi kode lewat matanya pada Nayla agar segera menjauh, Nayla sadar ia tidak harus menyaksikan para majikannya itu sarapan di depan matanya yang kini juga mulai lapar saat menoleh hidangan sarapan enak para orang kaya.

Ia mengangguk, lalu ia berkata pada oma Rika.

"Maafkan aku Oma, apa boleh aku permisi ke toilet?"

Oma menoleh, "Tentu saja sayang, jangan lama mungkin suamimu akan turun sebentar lagi."

Nayla mengangguk sopan, lalu perlahan ia menjauh dari oma Rika yang tampak sudah melunak.

Saat Nayla sudah menjauh, ia berdiri di belakang Dewi setelah berbisik bertanya soal Zaza. Lalu mata Nayla kembali menatap ke arah meja makan, ia sebenarnya kasihan pada oma Rika.

"Paman, bibi."

"Oma," sapa seorang pria yang baru saja datang dengan pakaian rapi, menghampiri oma Rika dan memberi kecupan pipi pada perempuan yang sudah jauh umurnya itu.

"Alif, kenapa lama sekali? Mama sudah menunggu, duduklah kita tunggu istrimu lagi ke toilet."

Nayla tidak salah lihat, wajah itu. Pria yang baru saja menyatakan cinta padanya lebih dari dua minggu lalu. Ariq, Nayla melihat wajah Ariq yang sedang duduk di meja makan saat ini.

"Alif?" Ariq mengernyitkan dahi bingung.

"Oma lagi kambuh, sepertinya kau jadi kakakku sekarang," tukas nyonya Arina dengan nada kesal seraya berbisik pada keponakannya itu.

"Kenapa Humairah lama sekali," rutuk oma.

Ariq menatap bibinya penuh tanya.

"Ada mama?"

Sang bibi menggeleng dan menjawab, "Pelayan yang bibi ceritakan kemarin yang dikira Oma adalah mamamu saat muda."

Ariq menatap sekeliling.

"Mana dia? Bukankah sudah ku suruh pecat kemarin kenapa tidak bibi pecat, kenapa hari ini dibiarkan kemari lagi hingga Oma kambuh seperti ini?" tanya Ariq seperti ingin marah.

"Ariq, tenanglah. Ini masih pagi nanti Oma tersinggung," cegah paman Hendra.

"Paman, karena dia Oma jadi kambuh lagi bukan?"

"Hei mana dari kalian yang menjadi pelayan baru disini?" tanya Ariq yang mulai berdiri menatap para pelayan yang menunduk takut.

"Alif kau kenapa?" tanya oma bingung.

"Hei apa kalian tuli? Siapa diantara kalian yang baru bekerja kemarin yang sudah menyebabkan Oma sakit?" teriak Ariq mulai marah.

Nyonya Arina memijat keningnya dengan sikap Ariq.

Dengan gugup Nayla keluar dari tempatnya berdiri yang ditutupi tubuh Dewi. Semua pelayan terdiam tidak ada yang berani menjawab.

"Maaf tuan, aku orangnya," jawab Nayla menundukkan wajahnya.

#Maaf slow up, maklum persiapan lebaran.

Ayuk dilanjut ya, komen dong 😢😢

1
Yeni Meyliana
Luar biasa
Sri Puryani
aldric kok oon gt sih, tanya mbah google cr merayu istri merajuk kan bs
Sri Puryani
gk ada cerita skt jantung, kok tau" skt jantung thor
Sri Puryani
aldric kan sdh punya pacar kok suka sama ais lg
Sri Puryani
wow....bisa saingan nih
Sri Puryani
ngomong terus terang ken ke indah
Sri Puryani
kok end aja sih thor😀
Sri Puryani
apa yg kamu sembunyikan ariq?
Sri Puryani
lanjut thor
Sri Puryani
thor jgn buat nayla sengasara lg dong....
Sri Puryani
jgn terima lamaran angga nay
Sri Puryani
pepet terus riq....
Sri Puryani
ariq itulah buah dr ketidak jujuranmu , klo kamu sblmnya sdh blg ortu keadaannya gk akan spt ini
Sri Puryani
oalah kok gk pada jujur to isinya prasangka buruk teruss
Sri Puryani
kasihan nayla thor
Sri Puryani
yg kuat nayla
Sri Puryani
keduluan vano yg cerita kan nay
Sri Puryani
wow.....ayah nayla dijebak orang lain
Sri Puryani
jujur nayla
Sri Puryani
pgn nangis thor😢
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!