Purnama Merindu
Di kamar dengan cahaya yang temaram, seorang gadis menatap sebuah alat uji kehamilan yang tampak menampilkan garis dua merah di sana.
Waktu menunjukkan pukul 3 dini hari, gadis itu terdiam, terpaku pada sebuah benda di tangannya didalam keheningan, penyesalan demi penyesalan mulai berdatangan.
Banyak yang terlintas dibenaknya saat ini, keadaan keluarga yang tidak lagi mendukung, ibunya yang tengah sakit, baru beberapa bulan lalu keluarganya kembali ke titik nol kehidupan. Kasus korupsi yang menarik ayahnya untuk menginap di hotel prodeo dalam waktu yang cukup lama setelah keputusan sidang.
Kini kehidupan gadis ini berserta ibunya harus ditopang oleh kakak lelakinya yang masih hidup cukup lapang.
Nayla Purnama, gadis berusia 19 tahun pada bulan lalu. Kuliah perekonomian semester tiga, anak kedua dari tuan Bagas dan ibu Hana. Gadis ini memiliki tahi lalat di atas bibirnya, juga punya gigi gingsul yang jika ia tersenyum sungguhlah sangat manis wajahnya.
Hamil, Nayla seperti itu ia disapa. Suara tangisnya ia redam dengan membekap mulutnya dengan bantal, bahunya bergetar menandakan ia sedang menangis dengan sedihnya.
****
Nayla sedang duduk di sebuah kafe menunggu seseorang.
"Nay....." Sapa seseorang pada gadis itu yang sedang bermenung hingga tidak menyadari bahwa lelaki yang ia tunggu sudah datang.
Oleh sapaan itu Nayla menoleh, ia tersenyum lalu meraih tangan pria itu agar duduk di sampingnya.
"Sayang," lirih Nayla dengan senyum getirnya.
"Kita harus bicara, aku ada sesuatu yang ingin disampaikan, kau mau minum apa?" Tanya Nayla mencoba bersikap seperti biasa.
"Aku tidak bisa lama, aku juga ada sesuatu yang ingin dikatakan padamu," jawab pria yang bernama Devano atau akrab dipanggil Vano.
Devano adalah kekasih Nayla yang sudah bekerja di perusahaan orang tuanya.
Berpacaran cukup lama yakni hampir dua tahun sejak Nayla memasuki perguruan tinggi tempatnya berkuliah, dikenalkan oleh seorang teman hingga mereka menjalin hubungan sepasang kekasih yang cukup bebas dan terlanjur jauh.
"Kau ingin mengatakan apa?" Tanya Nayla menangkap raut tidak biasa dari wajah Vano.
"Sebaiknya kau saja lebih dulu."
Nayla mengangguk. Ia meraih tangan Vano lalu menaruhnya diperut, menatap pria itu dengan airmata yang menggenang.
"Aku hamil, bisakah kau melamar ku lebih cepat dari rencana kita?"
Vano terdiam, ia pun menatap Nayla dengan heran.
"Apa?"
"Iya Vano, aku hamil."
Vano masih terdiam, ia tidak bisa menyembunyikan raut terkejutnya.
"Kau akan jadi ayah," lirih Nayla lagi.
"Nay, tapi....."
Vano menarik tangannya lagi dari perut Nayla, hingga gadis itu merasa kecewa.
"Vano?"
"Nay..... Aku, aku aku tidak siap."
"Vano? Tidak siap apa maksudmu? Aku hamil, kau harus menikahi ku secepatnya sebelum keluarga ku tahu tentang ini, Vano aku mohon jangan bercanda disaat aku lagi kebingungan seperti ini?"
"Nay maafkan aku..... Aku tidak bisa, aku belum siap untuk punya anak sekarang, aku kemari sebenarnya ingin mengatakan bahwa aku ditunangkan dengan wanita lain."
"Vano, apa maksudmu?" Nayla mulai jengah, ia terpancing emosi yang memang tidak terkontrol sejak tahu hamil, ia sedang labil saat ini.
Mendengar Vano berkata demikian, tumpahlah airmata Nayla yang ia tahan sejak tadi.
Dadanya bergemuruh, tekanan darahnya terasa meninggi saat ini.
"Ditunangkan? Vano jangan bercanda? Aku hamil Vano, kau harus menikahiku!"
"Maafkan aku Nay, aku tidak bisa...... Kau tahu sendiri orang tuaku tidak merestui kita, sekarang mereka ingin aku menikah dengan anak sahabat mereka untuk menyelamatkan perusahaan ayahku."
"Vano?" Lirih Nayla dengan perasaan benar-benar kecewa.
"Nay..... Tapi kita masih tetap bisa berhubungan meski aku menikah sekalipun, aku mencintaimu..... Aku menikah hanya demi menyelamatkan perusahaan ayahku, tapi untuk saat ini aku benar-benar tidak bisa menikahimu...."
"Kita bisa berhubungan diam-diam, soal kehamilan ini kita bisa bicarakan nanti. Aku tidak akan meninggalkan mu tapi juga tidak bisa menolak permintaan ayahku. Aku juga bingung sekarang, kehamilanmu membuatku bertambah bingung."
"Kau jahat Vano..... Kau ingin katakan bahwa aku harus jadi simpanan saja? Tanpa menikah? Lalu kehamilan ku ini? Huh...... Aku kecewa padamu, inikah arti hubungan kita selama ini?"
"Nay, tidak seperti itu."
"Lalu?"
"Maafkan aku," lirih Vano seraya menggenggam tangan kekasihnya itu.
Nayla geleng kepala tidak habis pikir.
"Menikah atau kita putus?"
Vano terdiam.
"Jawab aku!" desak Nayla.
"Vano?"
"Maafkan aku Nay...."
"Aku hamil Vano, kita harus bertanggung jawab atas anak ini."
"Aku tahu tapi tidak sekarang," balas Vano terus mencoba mengelak.
"Lalu kapan? Menunggu aku melahirkan? Menunggu perut ku membesar?"
"Sayang, maafkan aku."
"Berhenti memanggilku sayang, kau tidak sayang padaku Vano. Kau jahat, aku hamil tapi kau malah ingin menikah dengan wanita lain, kau gila!" cerca Nayla dengan emosi yang meledak-ledak.
"Nayla."
"Menikah atau kita putus?"
"Maafkan aku Nay, ini terpaksa... Ayahku akan bangkrut."
Nayla berdecih, ia tidak menyangka Vano bisa seperti ini.
"Lalu bagaimana denganku?" ucap Nayla dengan nada terendahnya, ia sungguh ingin gila saat ini.
"Aku juga bingung," jawab Vano yang mengusap wajahnya dengan kasar.
"Vano."
"Maafkan aku Nay."
"Menikah atau kita putus?" tanya Nayla sekali lagi.
Vano masih terdiam, ia tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut.
"Oke, kita putus!" ucap Nayla sudah kehilangan kepercayaan pada pria itu.
Dan paling menyakitkan adalah pria itu diam meski Nayla mengatakan kata putus yang jauh dari hubungan mereka selama ini. Hubungan yang selalu baik-baik saja bahkan jarang bertengkar sejak mereka bersama.
Nayla menatap Vano dengan dalam, ia tahu pria itu mulai berubah.
"Vano?"
"Maafkan aku Nay," kata maaf yang ke sekian kalinya.
"Aku mengerti, lupakan tentang kehamilan ini. Seperti kau yang tidak peduli, akupun memilih hal yang sama. Kita adalah orangtua yang buruk Vano, tidak bertanggung jawab, kau malu? Aku lebih malu, aku menyesal atas apa yang kita lakukan selama ini. Habis manis sepah dibuang."
Vano masih bungkam.
"Aku sudah tidak ada harganya sekarang, bahkan mengemis untuk dinikahi pun tidak ada gunanya. Kau lebih memilih wanita pilihan orang tua mu tanpa berpikir solusi tentang kehamilan ku."
"Apa arti diriku selama ini?"
Vano masih diam.
"Pemuas nafsu sajakah?"
"Bahkan sudah dua tahun kau tidak juga bisa meyakinkan orangtua mu tentang kita. Seharusnya aku sudah tahu hal ini akan terjadi, aku kecewa padamu."
"Maafkan ak...." Ucapan Vano segera Nayla potong.
"Maaf yang tidak berarti apa-apa, lalu bagaimana dengan kehamilan ku?"
"Nayla."
"Baiklah..... Kita putus," Ucap Nayla lagi seraya berdiri ingin segera pergi.
"Nay," panggil Vano meraih tangan Nayla.
Nayla terhenti, ia menoleh.
"Aku sampah Vano, aku tahu itu. Hubungan kita berakhir sampai disini, turutilah kemauan orang tua mu. Aku mau pulang."
Setelah mengatakan hal itu Nayla pergi meninggalkan Vano melepaskan tangan pria itu yang hanya bisa menatap punggungnya yang kian menjauh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Anonymous
keren
2024-08-21
0
#ayu.kurniaa_
.
2024-08-02
0
Sri Rahayu
mudahan alur x bagus dan bikin tegang ya tor🤔🤔
2024-07-25
0