NovelToon NovelToon
Prince Gubee (Pangeran Pengubah Takdir)

Prince Gubee (Pangeran Pengubah Takdir)

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sci-Fi / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Dunia Lain
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: R M Affandi

Gubee, Pangeran Lebah yang ingin merubah takdirnya. Namun semua tidaklah mudah, kepolosannya tentang alam membuatnya sering terjebak, dan sampai akhirnya menghancurkan koloninya sendiri dalam pertualangan ini.

Sang pangeran kembali bangkit, mencoba membangun kembali koloninya, dengan menculik telur calon Ratu lebah koloni lain. Dan keputusannya itu membuat kemelut baru dalam cerita ini. Apa yang terjadi pada Gubee selanjutnya?

Terus ikuti ceritanya hingga Gubee terlahir kembali di dunia peri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertempuran Tengah Malam

“Itu bukan rencana yang baik Antber.” Gubee tak sependapat dengan apa yang sahabatnya rencanakan.

“Bukan rencana kita yang tidak baik Gubee, tapi Ratu itu yang membuat semua ini menjadi buruk. Harusnya dia memberimu telur yang kau butuhkan itu! kenapa dia tidak mau berbaik hati? Dari ribuan telur-telurnya, kita hanya meminta satu kan?” Antber berusaha meyakinkan Gubee kalau pemikirannya itu tidaklah salah.

“Lagi pula, kehilangan satu telur tidak akan merusak koloninya! Apalah arti sebutir telur dari sekian ribu telur yang dilahirkannya?” sambungnya.

“Hanya seorang Ratu yang tau bagaimana rasanya kehilangan telur Antber. Kita tidak akan pernah tau apa yang seorang ibu rasakan,” jawab Gubee pelan, masih belum setuju dengan apa yang Antber pikirkan.

“Apakah Ratuku bukan seorang ibu?” Antber kembali mengutarakan isi kepalanya.

“Memang berat untuk memberikan sesuatu yang sangat berharga. Ratuku pun mengakui hal itu! Namun untuk membantu koloni sejenisnya, harusnya dia tidak menggunakan hati seorang ibu, melainkan memakai pemikiran seorang Ratu!

Gubee tertegun mendengar kata-kata itu. Perkataan Antber mulai terasa benar di benaknya. “harusnya sebagai seorang pemimpin, Ratu itu tidak hanya mempedulikan koloninya saja,” keluhnya.

“Ya! Itulah yang ku maksud Gubee.” Antber mulai senang. Sahabatnya sudah bisa menerima pemikirannya.

“Baiklah. Kita akan coba rencanamu itu. Tapi, tempat koloni lebah itu sangat jauh dari sini. Apakah semut sepertimu bisa menempuh jarak sejauh itu?” Gubee tampak ragu memandangi tubuh sahabatnya yang kecil.

“Kau meremehkan kami Gubee?

“Bukan, bukan itu maksudku! Hanya saja..,

“Kau harus percaya pada kami! Kami bisa menempuh jarak sejauh apapun, karena kami diciptakan memang untuk berjalan. Hari ini kita akan berangkat! Aku sudah mempersiapkan semuanya,” tegas semut penjaga itu dengan penuh semangat.

“Ayo!” ajaknya, lalu melangkah dari tempatnya.

“Terimakasih kawan! Kau sangat peduli.” ujar Gubee tersenyum mengikuti semut merah itu.

Di luar istana semut merah, ribuan prajurit semut merah penjaga sudah menunggu mereka. Ratusan semut pekerja juga ikut bergabung dengan rombongan itu. Mereka telah bersiap-siap membawa bekal yang di butuhkan dalam perjalanannya yang panjang.

Rombongan itu perlahan-lahan berjalan menyusuri hutan gunung Alpen, berjalan beriringan di lantai hutan yang berlumut. Mereka membentuk barisan rapi, seolah-olah mengikuti jalur yang sudah ditentukan, dan Gubee terbang rendah di depan rombongan itu sebagai penunjuk arah.

Tubuh semut merah mereka yang kecil, tampak jelas berbondong-bondong di antara dedaunan hutan yang jatuh dari pohon-pohon tinggi di atasnya. Cahaya matahari yang menembus celah-celah pepohonan, memantulkan warna merah dari tubuh semut-semut tersebut, memberikan kilauan hangat yang menciptakan pemandangan yang menakjubkan.

Dengan penuh ketekunan, semut-semut pekerja yang berjalan di belakang rombongan semut penjaga, bersemangat membawa potongan daun basah dan makanan, berkerja sama dalam keriuhan hutan, melintasi akar-akar pohon yang menjalar.

“Sebaiknya kita istirahat dulu!” ujar Gubee pada Antber, setelah setengah hari perjalanan.

Komandan semut merah itu mengangkat tangannya, memberi aba-aba. Semua barisan semut di belakangnya pun berhenti.

“Ada apa Gubee? apa kau lelah?

Gubee melihat alam di sekitarnya yang telah mulai gelap. Mentari senja telah hampir terbenam, dan akan berganti dengan rembulan malam.

“Aku sudah kesulitan melihat jalan. Pandanganku sudah mulai mengabur.

“Ya ampun! Aku lupa meminta minyak cahaya pada Ratu! Kau kan tidak bisa melihat di tempat gelap? aduuh, kenapa aku bisa melupakan sesuatu yang penting?” Anbert mengusap-usap capit di mulutnya, wajahnya tampak kesal.

“Tidak apa-apa Antber. Memang sebaiknya kita tidak menggunakan minyak itu. Predator di hutan ini akan mudah menemukan kita jika kita memakai minyak cahaya.

“Baiklah. Sebaiknya kita istirahat.” Antber tak punya pilihan lain.

Ia berbalik badan, menghadap pada rombongan. “Perjalanan kita lanjutkan besok pagi! Beristirahatlah, dan siapkan makanan!” serunya dengan suara lantang.

Rombongan semut merah membubarkan barisannya, mencari tempat nyaman di sekitar akar pohon hutan untuk beristirahat. Semut-semut pekerja mulai membagikan bekal yang di bawanya ke setiap rombongan dengan rata.

Nektar kesukaan Gubee juga tersedia dalam bungkusan yang mereka bawa. Walau suasana hutan sudah hampir gelap, untuk menyantap nektar Gubee tak perlu melihat dengan jelas. Penciumannya sudah sangat akrab dengan bau cairan itu.

“Komandan!” seekor semut penjaga berlari menghampiri Antber yang mulai mengobrol santai dengan Gubee.

Sambil menikmati hidangan di hadapannya. “Ada apa?” tanya Antber terus mengunyah

Semut penjaga itu memperlihatkan lendir yang menempel di tangannya. Lendir itu sangat lengket dan berwarna bening kekuning-kuningan.

“Ini cairan dari tubuh katak pohon!” Antber menengadah, memperhatikan pohon-pohon rimbun yang menaungi tempat itu.

“Cepat! Semuanya gali lubang untuk berlindung! Cepat! Cepat!” Antber meneriaki semua anggotanya. Ribuan semut merah itupun dengan sigap mulai menggali tanah di sela-sela akar pohon.

“Ada apa?” tanya Gubee tak mengerti dengan apa yang terjadi.

“Ada katak di atas pohon-pohon ini. Sebentar lagi mereka mungkin akan turun ke bawah untuk mencari mangsa. itu sangat berbahaya bagi kita,” terang Antber.

Benar saja. Seekor katak pohon melompat dari atas pohon. Katak itu menyerang para semut pekerja yang sibuk membukus kembali perbekalan mereka.

“Serang!!” pekik Antbert.

Sebagian prajurit semut merah penjaga menyerang katak itu, sementara yang lainnya terus menggali lubang untuk berlindung.

Pertempuran epik pun terjadi antara sekumpulan semut merah dan seekor katak pohon. Semut-semut merah penjaga yang kecil namun kuat, berkerja sama dalam serangan yang terarah, dan menyerang dari segala arah.

Namun katak itu terus melompat, berusaha menghidari serangan, sedangkan lidahnya terus menyambar semut merah di sekitarnya. Satu persatu prajurit Antber, masuk ke mulut katak itu. Teriakkan ketakutan dan semangat pun membaur dalam perperangan itu.

“Naik ke punggungnya! Dan serang matanya!

Antber terus menyeru pasukannya, suaranya yang lengking membakar semangat para prajurit semut merah. Intensitas serangan semakin di tingkatkan. Sebagian dari mereka mulai berhasil menaiki tubuh katak pohon, dan mulai menyerang bagian mata katak itu.

Katak pohon mulai kewalahan. Matanya yang berhasil di gerogoti semut-semut merah mulai kesulitan untuk melihat. Ia melompat-lompat tak tentu arah. Tubuhnya mulai menggeliat menahan rasa sakit. Tapi disaat itu, rombongan katak pohon pun turun dari atas pohon. Membantu temannya yang kesakitan dan mulai melahap semut merah yang berkerumun di tubuh temannya.

Jumlah mereka sangat banyak. Hampir memenuhi tanah di sekitar akar pohon tempat Gubee dan rombongan semut merah beristirahat.

“Mundur!! Masuk ke lubang! Ayoo…semuanya berlindung!” Antber memerintahkan anggotanya. Ia sadar bahwa koloninya takkan mampu melawan mereka yang sudah begitu banyak.

“Ayo Gubee!

Antber menuntun Gubee menuju lubang tempat berlindung.

Gubee yang kesulitan melihat di tempat gelap, tak dapat menyaksikan apa yang terjadi di malam yang gelap gulita itu. Ia hanya dapat mendengar bunyi lompatan dan jeritan-jeritan semut merah yang di lahap oleh Katak pohon.

Namun, lubang yang digali belum cukup lama oleh semut merah, tidaklah terlalu dalam. Lubang yang mereka buat untuk tempat berlindung itu, tak cukup luas untuk menampung jumlah mereka yang banyak. Sehingga, sebagian dari mereka tak mendapatkan tempat, dan akhirnya berakhir jadi santapan Katak-katak pohon.

Perperangan di malam itu berakhir dengan sangat menyedihkan. Separuh rombongan koloni semut merah telah lenyap di antara akar-akar pohon hutan. Rembulan perlahan-lahan bersembunyi di balik awan malam itu, seakan tak sanggup menyaksikan tragedi pahit yang terjadi.

Lanjut Bab 18

1
Anonymous
👌
Marissa
Cerita dongeng tapi buat yang udah remajaa... gaya bahasanya tinggi wkwkwk lanjut gass
Robi Muhammad Affandi: terimakasih/Smile/
total 1 replies
Robi Muhammad Affandi
Bosan dengan cerita drama ceo? mari kembali ke masa kecil, sejenak masuk ke dunia para serangga di hutan Alpen
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!