NovelToon NovelToon
Jodoh Masa Kecil

Jodoh Masa Kecil

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Dosen / Perjodohan / Patahhati / Konflik Rumah Tangga- Terpaksa Nikah
Popularitas:299.6k
Nilai: 5
Nama Author: N. Mudhayati

Gendhis... Gadis manis yang tinggal di perkampungan puncak Sumbing itu terjerat cinta karena tradisi perjodohan dini. Perjodohan itu disepakati oleh keluarga mereka saat usianya delapan bulan dalam kandungan ibunya.
Gadis yang terlahir dari keluarga sederhana itu, dijodohkan dengan Lintang, anak dari keluarga kaya yang tersohor karena kedermawanannya
Saat usia mereka menginjak dewasa, muncullah benih cinta di antara keduanya. Namun sayang, ketika benih itu sudah mulai mekar ternyata Lintang yang sejak kecil bermimpi dan berhasil menjadi seorang TNI itu menghianati cintanya. Gendhis harus merelakan Lintang menikahi wanita lain yang ternyata sudah mengandung buah cintanya dengan Lintang
Seperti apakah perjuangan cinta Gendhis dalam menemukan cinta sejatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N. Mudhayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melepas demi Cita-citamu

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin dinyatakan lolos seleksi masuk salah satu SMA favorit di Kabupaten Magelang, dan hari ini... tiba saat yang paling ditunggu-tunggu semua guru, terutama siswa-siswi kelas XII, yaitu hari pengumuman kelulusan.

Semua guru tengah sibuk untuk persiapan acara pengumuman kelulusan di aula sekolah. Ruang aula di tata sedemikian rupa untuk menyambut orang tua siswa. Siswa-siswi kelas XII pun sudah siap menunggu pengumuman itu dengan hati yang berdebar-debar.

Wali murid satu persatu mulai berdatangan memenuhi kursi yang berada di dalam aula. Kepala sekolah dan Bapak Ibu guru pun sudah duduk rapi di ruangan. Hanya para siswa yang tetap duduk-duduk di depan aula, sambil menunggu Kepala Sekolah nanti menympaikan pengumuman.

Setelah acara dimulai, tibalah saat di mana kepala sekolah menyampaikan pengumuman.

"Bapak Ibu wali murid, Bapak Ibu guru, dan siswa-siswi SMAN 1 Bandongan yang saya cintai, saya akan menyampaikan hasil pengumuman kelulusan di sekolah kita." Kata Pak Budi, Kepala Sekolah.

Semua yang hadir nampak cemas. Orang tua siswa menundukkan kepala seraya membaca doa terbaik untuk putra putri mereka. Sementara anak-anak, di depan kelas ada yang duduk gelisah, ada yang jalan mondar-mandir tak tentu arah, ada ada pula beberapa siswi yang saling berpegangan erat.

"Siswa yang tidak lulus di sekolah kita adalah sebanyak..." Pak Budi berhenti sejenak, lantas melanjutkan perkataannya kembali.

"Sebanyak... nol persen..., dan yang lulus adalah seratus persen dengan nilai rata-rata yang cukup membanggakan." Lanjut perkataannya.

"Alhamdulillah..." Serempak yang hadir mengucapkan syukur dan bertepuk tangan atas kelulusan putra-putri mereka.

Setelah mendengar pengumuman ini, semua siswa segera berlari menuju mushola yang letaknya tidak jauh dari aula sekolah. Mereka sujud syukur atas prestasi yang sudah mereka capai. Mereka menaruh harapan cukup besar, setelah menyelesaikan pendidikan di sini, mereka akan menemukan jati diri yang sebenarnya.

*****

Sore itu, suara handphone berbunyi. Gendhis yang sedang membantu ibunya menyiapkan sayuran untuk di bawa ke pasar besok pagi itupun segera mengmbil ponsel yang terletak di ruang tengah. Segera ia mengangkat teleponnya ketika tahu Lintang mengghubunginya.

"Assalamualaikum.... Iya, Mas... gimana?" Sapa Gendhis lembut.

"Waalaikumsalam... Dis, kamu bisa ke rumah sebentar? Aku pengen ngomong sesuatu." Suara Lintang terdengar dari dalam ponsel.

"Ada apa, Mas? Apa ada yang penting?" Gendhis penasaran.

"Ya kamu ke sini dulu kok, aku nggak mau ngomongin lewat telepon." Jawab Lintang.

"Ya udah, tunggu bentar Mas, aku ke situ sekarang." Kata Gendhis.

Gendhis meminta izin Bu Sari untuk pergi ke rumah Lintang sebentar. Tak minta izin pun, sudah pasti Bu Sari mengizinkan kalau urusan Lintang. Tapi Gendhis nggak mau ibunya nanti mencarinya jika nggak minta izin dulu.

"Bu... Gendhis pergi ke rumah Mas Lintang sebentar, ya..." Dia meminta izin.

"Oh... ya Nduk... tunggu Ibu sebentar!" Bu Sari pergi ke dapur sebentar lantas keluar lagi.

"Ini... sekalian bawain untuk Nak Lintang." Bu sari menyodorkan satu kantong plastik kemasan makanan.

"Apa ini Bu?" Tanya Gendhis.

"Ini kue pelok yang kemarin Ibu buat, dia kan suka banget. Ibu mau suruh bawain kamu kemarin tapi katanya Nak Lintang sedang pergi sama Bu Parti." Jawab Bu Sari.

"Oh... ya, Bu." Gendhis membawa bungkusan kue itu. Makanan kesukaan Lintang.

Gendhis berjalan keluar menuju rumah Lintang. Sesampainya di depan rumah, Gendhis mengetuk pintu dan mengucapkan salam, tetapi tak ada satupun jawaban yang ia dengar. Maklum, rumah sebesar itu tanpa bell, kalau ada tamu yang datang kadang tak kedengaran suaranya dari dalam rumah. Gendhis lalu memutuskan pergi menuju pintu dapur, dan ternyata benar. Bu Sari sedang asyik memotong kacang panjang untuk di masak.

"Assalamu'alaikum... Bu Parti..." Gendhis mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam... Nduk... sini masuk. Mau cari Lintang ya?" Tanpa ada yang kasih tahu, namun Bu Parti seolah tahu maksud kedatangan Gendhis kerumah sore itu.

"Iya, Bu. Barusan Mas Lintang telepon, katanya saya suruh ke sini. Ada apa ya Bu." Gendhis malah bertanya pada Bu Parti.

"Ibu ya mana tahu, Nduk...! Kamu ke atas aja. Kayaknya Ibu lihat tadi dia lagi ada di taman." Jawab Bu Parti sambil terus menyiapkan keperluan untuk memasak.

"Bu Putri mau masak? Sini Gendhis bantu." Gendhis hendak meminta kacang panjang yang sedang dipotong Bu Parti. Nalurinya yang suka memasak muncul begitu saja saat wanita paruh baya itu sedang sibuk sendirian di dapur.

"Eh... nggak usah, Nduk... Ibu mah sudah biasa masak sendirian. Udah sana ke atas aja..." Cegah Bu Parti tak mau Gendhis membantu.

"Dek Antin ke mana Bu?" Gendhis menanyakan adik perempuan Lintang satu-satunya yang waktu itu masih duduk di bangku kelas VIII SMP.

"Antin lagi pergi ke rumah neneknya, sudah dari kemarin dia menginap, katanya mumpung lagi liburan." Jawab Bu Parti.

Bu Parti sebelum menikah dengan Pak Argo dulunya tinggal di Kampung Tegal Asri, masih satu kelurahan di Desa Sekar Wangi yang letaknya di bawah Kampung Merangi. Karena Kampung Merangi ini adalah perkampungan tertinggi di puncak Sumbing bagian tenggara.

"Antin mah di rumah apa nggak sama aja, Nduk. Dia itu cewek tapi malesan suruh bantuin Ibunya di dapur. Alesannya tuh ajaaa... ada kalau suruh bantuin, yang katanya capek lah, lagi belajar lah, bikin tugas lah... yah macem-macem pokoknya. Nggak kaya kamu, Nduk. Rajin! Bu Sari tinggal duduk aja semua kerjaan rumah selesai." Bu Parti mengadukan anak gadisnya.

Gendhis tertawa kecilb mendengar itu. Ia lantas berkata,

"Bu Parti ini bisa aja... Dek Antin kan masih kecil, besok kalau sudah dewasa pasti nggak usah diminta, kerjaan rumah, semua dia yang beresin. Bu Parti tinggal duduk manis juga..." Hibur Gendhis.

"Lhah, wong udah gadis gitu kok dibilang masih kecil to Nduk... Ya sudah sana, Ibu ajak ngobrol terus malah nggak jadi ketemu Lintang nanti." Kata Bu Parti.

Gendhis tersenyum,

"Ya sudah, Bu... Gendhis ke atas dulu." Ucap Gendhis sambil meninggalkan Bu Parti di dapur.

"Iya, Nduk..." Jawab Bu Parti.

Sesampainya di taman belakang, Gendhis melihat Lintang tengah asyik memberi makan ikan-ikannya di kolam taman. Segera Gendhis menghampirinya.

"Mas Lintang..." Sapa Gendhis mengejutkannya.

"Eh, Dis... kamu udah di sini? Kapan dateng? Kok aku nggak liat..." Kata Lintang sembari merapikan kembali bungkus pakan ikan itu lalu menyimpannya.

"Baru aja sampai... Mas Lintang nyariin aku ada apa?" Tanya Gendhis sambil duduk di kursi taman.

"Nggak papa... kangen aja..." Goda Lintang.

"Tuh, kan... mulai lagi. Kan tadi pagi udah ketemu." Kata Gendhis bercanda.

"Kapan? Waktu kamu nyapu halaman tadi?" Tanya Lintang.

Gendhis hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum.

"Ya ampun, Dis... Dis... itu mah bukan ketemu, papasan..." Kata Lintang.

Keduanya pun duduk di kursi taman sambil menikmati sunsets yang sebentar lagi terlihat.

"Oh iya Mas, Ibu tadi nitip ini buat Mas Lintang." Gendhis memberikan bungkusan kue dari Bu Sari.

"Apa ini, Dis?" Tanya Lintang sambil membuka bungkusan kue. Dilihatnya ada kue pelok kesukaanya nampak sayang untuk dibiarkan begitu saja.

"Hhheeemmm.... kue pelok kesukaan ku...? Memang kue pelok buatan calon ibu mertua ini nggak ada duanya. Beneran lezat... Makasih ya Dis." Ucap Lintang sambil menikmati kue itu.

Gendhis hanya tersenyum.

Lintang menarik nafas panjang, dia berhenti menikmati kue kesukaannya, nampak ada kecemasan dari gurat alis matanya.

"Kenapa Mas?" Gendhis tiba-tiba melihat perubahan aura wajah kekasihnya.

"Dis, aku nggak bisa bayangin, gimana rasanya nanti jauh dari kalian. Keluarga yang begitu memperhatikan ku, terutama... jika aku harus jauh dari kamu, apa aku sanggup?" Lintang bertanya sambil menatap wajah kekasihnya itu dalam-dalam.

"Jangan di bayangin Mas... karena jika sesuatu dibayangkan secara berlebihan, itu justru akan menjadi benalu dalam hidup kita! Tatap indah masa depan Mas Lintang, aku akan setia menunggu, sampai Mas Lintang berhasil mencapai cita-cita mulia yang selama ini Mas Lintang impikan." Ucap Gendhis menguatkan.

Padahal jika Lintang tahu, ketakutan dalam hatinya, melebihi dari apa yang Lintang rasakan selama ini. Namun Gendhis tak mau egois, dia harus terlihat sekuat mungkin agar Lintang tidak goyah.

"Dis..." Lintang memegang jemari Gendhis erat-erat.

Gendhis ingin segera melepaskan genggaman itu namun Lintang menahannya. Ia sudah bisa menduga. Gendhis selalu seperti ini. Dia tak pernah mau Lintang menyentuhnya. Prinsip Gendhis, hubungan mereka baru sebatas bertunangan, belum sampai dihalalkan. Jadi, sebisa mungkin ia menjaga diri dan kehormatannya, meski orang tua mereka sudah saling percaya.

"Tolong, Dis... untuk kali ini... saja. Biarkan aku pegang jemarimu lebih lama." Lintang memohon dengan wajah memelas.

Gendhis gugup, jantungnya berdetak sangat cepat, antara takut, juga tak sampai hati melihat kekasihnya memohon padanya.

Lintang tau betul Gendhis adalah gadis yang baik, selalu menjaga diri dan kehormatannya dengan baik. Dia tak pernah sekalipun memberikan kesempatan pada Lintang untuk menyentuhnya. Kadang Lintang suka bertanya sendiri dalam hati, "Sebenarnya... Gendhis itu cinta apa nggak sih sama aku? Kenapa dia tak pernah mau aku menyentuhnya. Bahkan saat aku pegang tangannya pun, secepat kilat ia ingin melepaskan diri dari genggaman ku?"

Namun pertanyaan itu segera ia tepis jauh. Ia faham betul dan tak perlu penjelasan lebih. Ia tahu Gendhis sangat mencintainya. Memang seperti itulah prinsip hidup kekasihnya. Dan Lintang sangat menghormati prinsip hidup Gendhis, juga bersyukur karena kakek buyut telah memilihkan jodoh sebaik Gendhis dalam hidupnya.

"Dis... kamu tahu? Aku lolos seleksi masuk Akmil..." Lintang ahirnya menyampaikan kabar gembira ini.

"Alhamdulillah.... terimakasih ya Allah... selamat ya Mas Lintang. Aku turut bahagia untuk ini. Apa Pak Argo dan Bu Parti sudah tahu hal ini?" Gendhis tak kalah bahagianya mendengar berita dari Lintang.

"Belum, Dis... kamu orang pertama yang tahu kabar ini. Kamu tahu nggak? Begitu tahu aku dinyatakan lolos semua tahapan seleksi ini, tanpa memikirkan yang lain aku langsung telepon kamu, dan aku minta kamu untuk datang ke sini." Jelas Lintang.

"Syukurlah, Mas... Lalu kapan Mas Lintang mulai masuk?" Tanya Gendhis.

"Untuk pastinya belum tahu, Dis... masih menunggu pengumuman selanjutnya. Kemungkinan, awal Juli." Jawab Lintang.

Gendhis tertunduk sedih.

"Kenapa, Dis?" Tanya Lintang.

"Berarti nggak ada dua bulan lagi ya, Mas?" Gendhis bertanya dengan nada sayu.

Lintang masih terus memegang jemari Gendhis. Dan sepertinya, sekarang Lintang lah yang harus menguatkannya.

"Dis... kalau aku sudah di asarama, nggak bisa pulang, jaga diri kamu baik-baik, yaaa..." Pinta Lintang.

Gendhis tak bisa berkata-kata, matanya berkaca-kaca, seolah tak dapat membendung air mata yang hendak mengalir di wajah cantiknya.

"Kamu jangan nakal, berangkat pulang pergi sekolah sendiri, pakai motor sendiri pelan-pelan aja nggak usah ngebut, dan inget... jangan pernah berikan kesempatan pada Ketua OSIS belagu itu untuk nganterin kamu pulang." Pesan Lintang sedikit aneh.

Gendhis tersenyum dan berkata,

"Nggak kasih kesempatan cuma buat Ketua OSIS aja kan? Tapi nggak disebutin untuk yang lain juga ya?" Gendhis menggoda.

"Eeehhh... berani? Jadi gitu ya rencana kalau aku nggak ada... jahat banget sih..." Lintang merajuk sambil mencubit hidung mancung Gendhis.

"Duh... sakit tau, Mas..." Gendhis mengelak.

"Abisnya... kamu sih, mau coba macem-macem." Kata Lintang.

"Nggak... nggak... Mas Lintang, Gendhis cuma bercanda. Maaf ya..." Gendhis memegang kedua telinga yang bersembunyi di balik hijabnya.

"Nah, gitu dong... kekasih kesayangan..." Ucap Lintang sambil tangan kanannya mengelus kepala Gendhis.

Sudah sejak kecil mereka bersama. Tumbuh bersama, bermain bersama, tertawa bersama, kadang juga menangis bersama, bercanda kadang juga bertengkar sejak kecil itu sudah biasa. Hingga pada ahirnya tumbuhlah benih cinta di antara keduanya. Sekarang saat bunga itu sedang mekar-mekarnya, mereka harus dipisahkan oleh jarak dan waktu demi cita-cita Lintang untuk masa depan mereka.

Mentari mulai kembali ke peraduannya dan langit berubah lembayung, bentangan langit tampak diselimuti rona jingga. Sungguh keindahan alam yang sangat memukau. Sebentar lagi masuk waktu maghrib, Gendhis segera berpamitan untuk pulang kembali ke rumahnya.

*****

1
Nur Mashitoh
Riko cocoknya jd sahabat
Hairun Nisa
Kalau Lintang n Arnold masih Taruna, berarti Gaby yg sudah jadi Dokter... usianya jauh lebih tua donk ya?
Gandis juga baru lulus SMA kok bisa langsung jadi guru?
Nur Mashitoh
Tah jodohmu yg nolongin Dhis
Nur Mashitoh
kasihan Gendhis..beruntunglah nanti yg dpt jodoh Gendhis
Nur Mashitoh
Gala jodohnya Gendhis nih..sama² hatinya suci
Nur Mashitoh
pantaslah klo Lintang ga berjodoh dgn Gendhis yg sholeha karna Lintang punya sisi liar yg terpendam
Hera
👍🏻👍🏻👍🏻
Ruzita Ismail
Luar biasa
⚘Senja
alur critanya mirip sinetron india "Anandi". ini menurutku ya kakak.
Afida Punya Hayat
bagus, ceritanya menarik
Sandisalbiah
penyesalan itu emang dari dulu selalu gak patuh dgn peraturan krn dia selalu datang terlambat dan sayangnya sampe sekarang gak ada yg bisa menegurnya buat sadar... hadehh.. lintang.. terima nasib aja deh...
Sandisalbiah
nah lo... sakit gak tuh... kamu yg menabur angin lintang, maka kamu yg akan menuai baday... tinggal nunggu karma buat si geby...
Sandisalbiah
karma mulai mereyap mendekat kehidupan lintang.. hemmm... selamat menikmati.... hubungan yg diawali dgn yg salah dan kebohongan juga hanya berlandaskan nafsu yaaa.. endingnya begini... rumah tangganya kacau...
Sandisalbiah
simalakama gini mah....
Sandisalbiah
nah.. makan yg kenyang hasil karya mu lintang... biar warga tau semua kebobrok kan mu... enak aja mau ngikat Ghendis, gak rela Ghendis diambil cowok aini... situ waras.... dasar kang selingkuh...
Sandisalbiah
thor.. enaknya si lintang ini kita ceburin ke kawah merapi yuk... udah egois, songong pula... pengen tak pites itu org...
N. Mudhayati: 😆😆😆 setuju bangeeet kakak.... 👍👍
total 1 replies
Sandisalbiah
pengecut berkedok pahlawan bertopeng kamu Lintang.. banci yg berkaris atas dukungan Lintang tp kamu bagai kacang lupa akan kulinya... jd gak sabar pengen lihat karma apa yg akan kamu terima karena tega menyakiti gadis yg tulus seperti Ghendis
Sandisalbiah
gak gampang buat nyembuhin luka hati pak dosen... se enggak nya perlu waktu dan kesabaran... semangat pak Gala... obatin dulu luka hati Ghendis baru rengkuh hatinya...
enokaxis_
bagus
Noer Anisa Noerma
lanjuuutttttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!