Ketika kesalah pahaman membawanya dalam rumitnya ikatan pernikahan.
Elena Maursty, yang berniat menolong seorang wanita tak dikenalnya pada akhirnya berakhir sebagai seorang pembunuh dimata seorang laki-laki.
Edwart Emardo, seorang suami yang kehilangan istrinya bersikap gila dengan memaksakan sebuah pernikahan dengan Elena Maursty. Penikahan yang hanya bertujuan untuk membalas dendam atas kematian sang istri tercintanya.
Menutup mata juga hatinya, akankah Edwart menemukan jalannya.. ?? Jalan kebenaran akan siapa pembuhuh istrinya ??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rina Listiyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TC 19
Selamat datang di dunia Edwart juga Elena,
Dan semoga kalian menikmati ceritanya dan jangan lupa kalo ada apa-apa isi di kolom komentarnya 😄😄
kalau mau kirim kado sama vote juga bisa banget..😉
[ JANGAN LUPA MASUKAN CERITA INI KEDALAM FAVORIT KALIAN, AGAR TIDAK KETINGGALAN UPDATENYA ] 😇
---------------------------🌾-----------------------------
Edwart duduk termenung didalam ruang kerjanya. Diam sambil memandangi foto Mimi, Edwart mulai mengenang masa-masa kebersamaan mereka.
"Aku merindukanmu sayang.." ucap Ed dengan mata berkaca-kaca.
Dipeluknya foto Mimi dalam dekapannya. Ed merindukan Mimi, ia merindukan sosok Mimi dalam hari-harinya.
"Maafin aku sayang.." sesal Ed.
"Andai aku tidak menerima ajakan makan malam itu, mungkin nggak akan jadi seperti ini.." serunya penuh sesal.
Elena yang sudah selesai menyiapkan camilan untuk Edwart segera membawanya ke ruang kerja. Namun ditengah jalan ia sempat ragu, namun pada akhirnya ia tetap melanjutkan langkahnya.
Elena tak mengetahui jika saat ini kondisi emosi Edwart sedang kacau karena mengingat kembali Mimi dan dirinya telah menabrak istrinya hingga meninggal.
"Tuan suami, aku bawakan camilan.." seru Elena sambil masuk kedalam ruangan yang kebetulan pintunya tak tertutup.
Ed yang sedang kalut dengan emosinya terkejut dengan kedatangan Elena. Dan kini matanya menatap tajam Elena yang sedang berjalan perlahan kearahnya sambil menundukkan kepalanya mengamati cokleta panasnya.
"Pergi pembunuh !!!" Teriaknya sambil melemparkan sebuah hiasan meja kerjanya.
Edwart melempar sebuah patuh kuda yang terbuat dari kayu, dan patung itu tanpa sengaja mengenai kening Elena hingga membuatnya berdarah.
"Akhh .." pekiknya kesakitan.
"Keluar !!" Bentaknya.
El menahan tangisnya, ia tetap maju dan meletakkan nampan berisi camilan juga cokelat jahe untuk Edwart.
"Berhenti !!" Seru Ed yang berjalan mendekati Elena.
El memutar tubuhnya kembali menghadap Ed, namun hal tak terduga membuat El tak dapat menahan air matanya.
"Akkkhh .. panas, " jerit El kesakitan saat Edwart menyiramkan cokelat panas itu tepat mengenai bahunya.
"Jangan pernah bersikap seperti istri didepan saya!! Bagi saya kamu hanya seorang pembunuh!!" Mendorong tubuh Elena hingga terjatuh kelantai.
"Kamu .." menahan isak tangisnya.
"Keluar dan jangan pernah muncul dihadapan saya!!" Bentak Edwart.
El kini benar-benar terluka dengan sikap Edwart barusan terhadapnya. Ia menundukkan kepalanya menyembunyikan air matanya.
Namun dengan kasarnya Ed menarik bahu El yang terkena siraman cokelat panas, menyeretnya keluar secara paksa dari dalam ruangannya.
"Sakit.." rintih El saat tangan kekar Ed mencengkeram lengannya.
"Keluar kamu!!" Mendorong tubuh El keluar dengan kasar.
"Sakit Edwart!!" Teriak balik El pada Edwart sambil berderai air mata.
Plakkk ..
Dengan kasarnya Ed menapar pipi El dengan begitu kerasnya. Saking kerasnya, bahkan pipi itu kini memerah, sangat merah.
"Berani sekali jalang kayak kamu berteriak didepan saya !!" Hardik Ed dengan kata-katanya.
El hanya diam memegangi pipinya, ia menundukkan kepalanya menghindari tatapan Ed.
Bi Lastri juga bi Uli begitu terkejut dengan apa yang dilakukan tuan muda. Mereka begitu perihatin dengan El yang bernasib buruk menurutnya.
Ed masuk kedalam ruangannya dengan membanting pintu dengan kerasnya. El berlari masuk kedalam kamarnya, ia mengunci dirinya didalam kamar.
"Non, buka non.. " ketuk pintu bi Uli.
"Non Elena buka ya pintuny, bi Lastri sama bi Uli mau masuk.." bujuk bi Lastri.
Elena menutup rapat mulutnya agar isak tangisnya tak terdengar, bahkan ia juga menggigit bibirnya.
"Kita hubungin nyonya saja.." ucap bi Lastri.
Sedangkan didalam ruangannya, Ed begitu marah. Ed adalah laki-laki yang pantang memukul seorang wanita, tapi hari ini ia memukul Elena dengan begitu kerasnya.
Mungkin saat ini Ed bukan menyesal karena memukul El, tapi ia marah karena melanggar pantangannya.
"Brengsek !!" Membanting asbak rokok kayunya.
"Akhhh ..!!"
Ed diluar kendali, ia merusak semua isi ruang kerjanya saat ini. Ia menghancurkan apapun yang ditemui oleh kedua matanya.
"Wanita jalang itu berani membuatku melanggar pantanganku!! "
"Dasar pembunuh kejam !!" Teriaknya.
Bi Lastri juga bi Uli begitu ketakutan saat mendengarkan suara barang pecah dari dalam ruang kerja tuannya. Mereka juga bergidik ngeri saat mendengar umpatan tuannya itu.
Keduanya tanpa sengaja melintasi depan ruang kerja tuannya saat ingin kembali kekamarnya. Dan suara-suara dadi dalam ruangan itu membuat mereka ketakutan dan berlarian.
"Gimana ini ??" Tanya bi Lastri.
"Gimana apanya ..??"
"Jadi telpon nyonya nggak ini ??"
"Tapi takut banget kalau nanti tuan muda tau kita ngadu sama nyonya.." seru bi Uli.
"Iya sih, ngeri kalau tuan marah.."
"Tapi kasian non El kalau nggak ada yang ngobatin lukanya nanti.. "
"Yaudah gimana kalau kita telpon tapi kita mereka rahasiain aja..??" Ide bi Lastri.
Tanpa menunggu lama bi Uli segera menghubungi Maya, nyonyanya.