Izinkan Aku Menjadi Orang Ketiga

Plakkk..

"Shht.." Meringis karena tamparan keras.

"Mati kau bilang? Heh jalangg!! Disini kau lah yang akan mati, setelah kami menikmati tubuhmu. Kau akan ku bakar di rumah ini!!" Pekik pria penculik.

Laura menatap kedua pria tersebut dengan tatapan lemas, tangan yang terikat membuatnya susah untuk bergerak.

"Jika memang aku akan mati hari ini, aku benar-benar ingin tahu siapa orang yang ingin membunuhku." Gumam hatinya.

"Bro, buka pakaiannya! Aku akan merekamnya sambil menikmati tubuhnya." Menyeringai.

Degh.

"Dasar brengsek! Lepaskan aku hah!!" Teriaknya sambil memberontak. "Lebih baik kalian bunuh langsung saja aku!!" Pekiknya.

"Hahahah.. Hahahha.." Salahseorang pria tertawa saat mendengar ucapan Laura. "Oh tidak bisa, kami harus menikmati tubuhmu dulu jalangg, enak saja kami harus menyia-nyiakan tubuh indahmu ini." Menyunggingkan senyumnya.

Laura menggertakkan giginya. "Sebelum aku mati, aku ingin meminta satu hal dari kalian." Sorot mata tajam dan menahan tangisan.

Kedua pria tersebut saling melirik satu sama lain. Dan salahseorang pria tersebut menjawab dengan tangan melipat di dada. "Hm, katakan saja. Bagus juga kau memberi wasiat dulu sebelum mati."

"Apakah wanita yang bernama Vina yang menyuruh kalian?"

"Hei, dari mana kau tahu dia--"

Plakkk..

"Dasar bodoh, kenapa kau menjawabnya sialan." Pekik salahsatu pria yang memukul tangan temannya.

"Eh.. S-sorry bro, gue keceplosan."

Tatapan Laura langsung berubah datar setelah mengetahui bahwa Vina lah yang menyuruh 2 pria ini untuk menculik dan menyekapnya di rumah kosong. "Berapa yang wanita itu bayar untuk kalian berdua?"

"Ada apa? Apa kau--"

"Aku akan membayar kalian berdua 2 kali lipat dari yang dia bayar." Memotong pembicaraan si penculik.

Kedua mata pria itu lansung berbinar saat mendengar ucapan yang di lontarkan Laura. "Memangnya kau akan membayar berapa, hah?! Kami saja di bayar 100 juta untuk membunuhmu, mana mungkin kau punya uang sebanyak itu." Terkekeh.

"Ck." Laura berdecak kesal saat dua pria tersebut meremehkannya. "Aku masih ingat black card yang di berikan Dimas, mungkin saja uang disana benar-benar no limit, aku harus memikirkan cara agar bebas dari dua pria sialan ini."

"Aku janji, jika kalian melepaskanku sekarang, aku akan memberikan uang 500 juta untuk kalian." Seru Laura.

"Bro, bagaimana ini? Apa kita coba lepaskan dia?" Bisiknya pelan.

"Turuti saja dia, jika dia berbohong kita bunuh saja dia langsung." Balasnya dengan bisikkan.

Laura beberapa kali menghela nafasnya mencoba untuk tenang, dia berharap Dimas atau siapapun untuk datang kesini menolongnya. "Tapi, dengan satu syarat." Ucap Laura.

"Baiklah, katakan saja apa syaratmu. Dan jika kau berbohong. Aku akan membunuhmu saat ini juga." Meremat wajah Laura.

Pupil mata Laura bergetar. "Aku ingin kalian membunuhnya.

Salahsatu pria tersebut mengerutkan dahinya. "Siapa maksudmu?"

"Vina. Bunuh wanita itu tepat di hadapanku."

*

*

*

Ceklek.

"Dokter, bagaimana? Apa putri saya bisa terselamatkan?" Tanya Vina dengan wajah paniknya.

Dokter tersebut mengangguk pelan. "Berkat donor darah tadi, operasinya berjalan lancar."

"Huft.." Vina pun menghela nafasnya merasa lega. "Terima kasih dokter."

"Sama-sama nyonya, saya permisi dulu."

Tap.. Tap.. Tap..

Vina pun langsung menoleh saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya. "Revan! Putri kita akhirnya bisa selamat. Ini berkatmu, terima kasih." Memeluk.

"Ini sudah menjadi tugasku, aku ayahnya. Aku harus mencoba sebisa mungkin untuk menyelamatkan nyawa putriku." Membalas pelukan.

"VINA!!"

Sontak Vina pun langsung menguraikan pelukannya pada Revan. "Mah, berisik. Bisakah kecilkan suaramu!"

"Apa-apaan ini, Hah?! Kalian saling berpelukan." Pekiknya dengan kesal.

Revan menundukkan kepalanya. "Maaf nyonya, saya hanya merasa senang saat mendengar bahwa operasi Amelia berjalan lancar." Ucap Revan.

"Dasar gak tahu malu! Kau juga Vina, kau itu masih berstatus istrinya Dimas, main peluk pria lain." Meninggikan suaranya denga tatapan sinis.

Vina langsung memijit pelipisnya. "Mah, hentikan, jangan b--"

"D-dimas?" Menyela ucapan.

Bersambung.