NovelToon NovelToon
Denting Terakhir Di Villa Edelweiss

Denting Terakhir Di Villa Edelweiss

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Rumahhantu / Romantis / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:262
Nilai: 5
Nama Author: YourFriend7

Liburan Natal di Villa Edelweiss seharusnya menjadi momen hangat bagi Elara, Rian, dan si jenaka Bobi. Namun, badai salju justru mengurung mereka bersama sebuah piano tua yang berbunyi sendiri setiap tengah malam—memainkan melodi sumbang penagih janji dari masa lalu.
​Di tengah teror yang membekukan logika, cinta antara Elara dan Rian tumbuh sebagai satu-satunya harapan. Kini mereka harus memilih: mengungkap misteri kelam villa tersebut, atau menjadi bagian dari denting piano itu selamanya.
​"Karena janji yang dikhianati tak akan pernah mati, ia hanya menunggu waktu untuk menagih kembali."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YourFriend7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dilema Tinta Darah

"Si Pelawak atau Si Penulis?"

Rian membaca tulisan di balik foto polaroid itu dengan suara tercekat. Kertas foto di tangannya terasa panas, seolah baru saja dicetak dari bara api.

Di kamar sebelah, Elara masih duduk kaku di depan laptop. Air matanya mengalir deras, tapi jari-jarinya berada di atas keyboard, gemetar hebat menahan dorongan tak kasat mata yang memaksanya untuk mengetik.

"Maksudnya apa, Yan?" tanya Bobi panik. Dia mengintip dari balik bahu Rian. Begitu matanya membaca tulisan itu, wajah Bobi yang tadinya pucat jadi transparan saking takutnya. "Si Pelawak... itu gue, kan? Gue kan yang paling sering ngelawak di sini, kan?"

"Dan Si Penulis itu gue," sahut Elara dari dalam kamar. Suaranya serak, putus asa. "Dia nyuruh gue milih, Bob. Antara gue... atau lo."

Suasana rumah mendadak hening. Hening yang jahat.

Sarah, yang masih bisu karena cedera laring, membelalakkan matanya. Dia menggeleng kuat-kuat, tangannya mencengkeram lengan Rian, memberi isyarat 'Jangan! Jangan pilih siapa-siapa!'.

TIK... TOK... TIK... TOK...

Metronom di meja Elara berayun makin cepat. Iramanya bukan lagi Adagio yang lambat, tapi Allegro yang memburu. Setiap ketukan rasanya seperti palu hakim yang sedang mengetuk vonis mati.

Di layar laptop Elara, kursor berkedip-kedip menuntut jawaban. Di bawah narasi seram tadi, muncul tulisan baru dengan font merah tebal:

[MASUKKAN NAMA KARAKTER YANG AKAN DIHAPUS]

[ _ _ _ _ ]

"Gue nggak mau ngetik!" jerit Elara. Dia mencoba menarik tangannya, menyembunyikannya di bawah meja, bahkan mendudukinya.

Tapi kekuatan itu nggak peduli.

KRAK!

Jari telunjuk kanan Elara bengkok paksa ke arah keyboard. Rasanya sakit banget, kayak mau dipatahkan kalau dia terus melawan.

"Argh! Sakit!" rintih Elara.

"Lawan, El! Jangan ngetik nama siapa pun!" Rian menerjang masuk ke kamar. Dia nggak peduli lagi sama dinding energi itu. Dia menubrukkan badannya ke arah meja.

DUG!

Rian terpental lagi. Kali ini lebih keras, sampai punggungnya menghantam lemari buku. Buku-buku tebal berjatuhan menimpa kepalanya.

"Percuma, Yan," isak Elara. "Dia nguasain ruangan ini. Dia butuh korban buat lanjut ke bab berikutnya."

Tiba-tiba, lampu di seluruh rumah mulai berkedip liar. TV di ruang tengah menyala sendiri dengan volume maksimal, siaran semut yang suaranya memekakkan telinga.

Dan yang paling parah, Sarah tiba-tiba terangkat ke udara.

Kakinya melayang sepuluh senti dari lantai. Tangannya memegangi lehernya sendiri. Wajah Sarah memerah, matanya melotot. Dia dicekik lagi.

"Sarah!" teriak Bobi. Dia mencoba narik kaki Sarah, tapi tubuh cewek itu kaku seperti patung.

Di layar laptop, tulisan baru muncul sendiri:

"WAKTU HABIS. JIKA PENULIS TIDAK MEMILIH, MAKA SEMUA KARAKTER PENDUKUNG AKAN DIHAPUS."

Cengkeraman di leher Sarah menguat. Terdengar bunyi krek halus. Sarah mulai kejang.

Sementara itu, Rian yang baru mau bangun, tiba-tiba terdorong ke lantai oleh tekanan gravitasi yang nggak wajar. Dia nggak bisa gerak, seolah ada sesuatu yang duduk di punggungnya.

"Pilih! Elara!" teriak Rian sambil nahan sakit. "Lo harus pilih! Atau Sarah mati sekarang!"

"Gue nggak bisa milih!" Elara nangis histeris. "Gue nggak bisa bunuh temen gue sendiri!"

"PILIH GUE!"

Suara Bobi membelah kekacauan itu.

Elara, Rian, dan Sarah (yang masih melayang) menoleh ke arah Bobi.

Si cowok humoris yang biasanya penakut itu sekarang berdiri tegak. Wajahnya basah keringat dan air mata, tapi tatapannya nekat. Tangannya gemetar, tapi dia maju selangkah mendekati kamar Elara.

"Ketik nama gue, El," kata Bobi, suaranya parau tapi jelas.

"Nggak! Gila lo, Bob!" tolak Elara mentah-mentah.

"Liat Sarah, El! Dia udah mau mati!" tunjuk Bobi ke arah Sarah yang wajahnya mulai membiru. "Liat Rian! Kita nggak punya waktu! Kalau lo mati, ceritanya juga tamat, kita semua tetep mati. Lo tokoh utamanya, El. Lo harus hidup buat nyelesaiin ini."

"Bobi..."

"KETIK NAMA GUE!" bentak Bobi. "Ini panggung gue! Biar gue yang jadi pahlawan sekali-kali, biar keren!"

Elara menatap Sarah yang matanya mulai terbalik. Nyawa sahabatnya itu tinggal hitungan detik.

Dengan raungan frustrasi yang memilukan, Elara membiarkan jari-jarinya dikuasai oleh entitas itu.

Dia mengetik.

B - O - B - I

Empat huruf. Satu nama. Satu vonis.

Begitu huruf 'I' terakhir ditekan, tombol Enter tertekan sendiri dengan bunyi "TAK" yang keras.

[PILIHAN DITERIMA]

Seketika itu juga, Sarah jatuh ke lantai. Dia terbatuk-batuk hebat, menghirup udara rakus. Tekanan di punggung Rian hilang. Lampu berhenti berkedip dan menyala normal. Volume TV mati.

Hening.

Elara menatap layar laptop dengan napas memburu. Dia takut menoleh ke belakang. Dia takut melihat mayat Bobi.

"Bob?" panggil Rian pelan, merangkak mendekati Bobi yang masih berdiri patung di tengah ruangan.

Bobi masih di sana. Dia utuh. Nggak ada darah, nggak ada luka. Dia cuma berdiri diam sambil menatap kosong ke arah pintu depan yang masih tertutup rapat.

"Gue masih idup?" Bobi meraba-raba dadanya sendiri. "Anjir, gue kira bakal meledak atau gimana."

Elara menghembuskan napas lega. "Syukurla..."

Ucapan Elara terpotong saat kursor di laptopnya bergerak lagi, mengetik paragraf narasi baru dengan cepat:

"Bobi merasa panggilan itu. Bukan kematian, tapi undangan. Dia mendengar musik piano yang indah dari balik pintu depan. Kakinya tidak lagi mematuhi otaknya. Dia harus pergi. Dia harus menjadi bagian dari orkestra itu."

"Nggak..." bisik Elara.

Di dunia nyata, wajah Bobi tiba-tiba berubah. Ekspresi takutnya hilang, digantikan senyum lebar yang aneh dan kaku. Senyum yang bukan milik Bobi.

"Denger nggak?" gumam Bobi, matanya menatap pintu. "Lagunya bagus banget."

"Bobi, jangan dengerin!" Rian mencoba memegang bahu Bobi.

Tapi Bobi menepis tangan Rian dengan tenaga yang luar biasa kuat, sampai Rian terhuyung mundur.

"Gue harus pergi, Yan. Adrian butuh bass," kata Bobi ngelantur.

Bobi berjalan kaku menuju pintu depan. Langkahnya tegap, kayak tentara yang dihipnotis.

"Tahan dia!" teriak Sarah dengan suara serak yang nyaris hilang.

Rian dan Sarah sama-sama menerjang Bobi, memegangi kaki dan pinggangnya. Mereka berusaha nyeret Bobi menjauh dari pintu. Tapi Bobi seolah jadi patung besi yang sangat berat. Dia terus melangkah, menyeret dua temannya itu di lantai keramik seolah mereka cuma boneka kain.

Bobi membuka kunci pintu depan.

Di luar, nggak ada jalanan komplek. Nggak ada rumah tetangga.

Begitu pintu terbuka, yang terlihat hanyalah kegelapan pekat dan badai salju.

Angin dingin langsung menyembur masuk, membekukan ruang tamu Rian. Salju putih beterbangan masuk ke atas karpet.

"Itu... itu Villa Edelweiss?" bisik Rian horor. "Pintu rumah gue tembus ke sana?"

"Lepasin gue," kata Bobi datar.

"Nggak bakal!" Rian mempererat pelukannya di kaki Bobi.

Tapi dari dalam kegelapan salju itu, dua tangan hitam panjang terulur keluar. Tangan-tangan asap itu mencengkeram kerah baju Bobi.

Elara melihat itu dari layar laptopnya. Kalimat terakhir muncul:

"Dan Si Pelawak pun keluar dari panggung, menyisakan tawa yang akan bergema selamanya di lorong-lorong sunyi."

"ELARA, LAKUIN SESUATU!" teriak Rian saat tubuh Bobi mulai terangkat dan ditarik keluar.

Elara panik. Dia mencoba mengetik: "Rian berhasil menarik Bobi kembali."

Tapi tulisan itu langsung terhapus otomatis dan diganti dengan pesan error: [AKSES DITOLAK. ALUR SUDAH DIKUNCI.]

"Dadah, Guys," kata Bobi. Dia menoleh sebentar. Matanya meneteskan air mata, tapi bibirnya masih tersenyum lebar mengerikan itu. "Jangan lupa kasih makan kucing gue."

SRET!

Bobi ditarik paksa ke dalam badai salju dengan kecepatan kilat.

"BOBI!"

Rian mencoba mengejar, tapi pintu depan terbanting menutup tepat di depan hidungnya.

DHARR!

Suara bantingannya bergema ke seluruh rumah.

Rian menggedor pintu itu, lalu memutarnya dan membukanya lagi dengan paksa.

Tapi kali ini, saat pintu terbuka... yang ada di luar hanyalah teras rumah Rian yang biasa. Jalanan komplek yang sepi, lampu jalan yang kuning, dan suara jangkrik.

Nggak ada salju. Nggak ada badai. Nggak ada tangan hantu.

Dan nggak ada Bobi.

Bobi hilang. Lenyap ditelan pintu yang menghubungkan dua dimensi.

Rian jatuh berlutut di teras, napasnya sesak. Sarah menangis tanpa suara di belakangnya.

Di dalam kamar, Elara menatap layar laptopnya dengan pandangan kosong. Metronom di meja akhirnya berhenti berdetak.

Tik.

Sunyi.

Tiba-tiba, aplikasi pengolah kata itu menutup sendiri.

Lalu, sebuah aplikasi pemutar video terbuka otomatis.

Layar laptop Elara kini menampilkan sebuah rekaman CCTV hitam putih yang berbintik.

Di video itu, terlihat sebuah ruangan gelap. Ruang bawah tanah. Ada jeruji besi.

Dan di pojok ruangan itu, terlihat sosok Bobi sedang duduk meringkuk memeluk lutut. Dia mengenakan baju yang sama dengan yang dipakainya tadi.

Bobi di dalam video itu mendongak, menatap lurus ke arah kamera CCTV. Wajahnya ketakutan setengah mati.

Lalu, dia membuka mulutnya, dan suara dari laptop Elara terdengar jelas, seolah itu adalah live streaming:

"El... Rian... tolong gue... dingin banget di sini... dan gue nggak sendirian."

Kamera bergeser sedikit ke kanan.

Di kegelapan di samping Bobi, sepasang mata merah menyala terbuka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!