Ahmad Al Fatih Pranadipa adalah siswa SMA yang dikenal sebagai pembuat onar. Kenakalannya tak hanya meresahkan sekolah, tetapi juga keluarganya. Hingga akhirnya, kesabaran orang tuanya habis—Fatih dikirim ke pesantren untuk dididik langsung oleh seorang kyai dengan harapan ia berubah.
Namun, Fatih tetap menjadi dirinya yang dulu—bandel, pemberontak, dan tak peduli aturan. Di balik tembok pesantren, ia kembali membuat keonaran, menolak setiap aturan yang mengikatnya. Tapi hidup selalu punya cara untuk mengubah seseorang. Perlahan, tanpa ia sadari, langkahnya mulai berbeda. Ada ketenangan yang menyusup dalam hatinya, ada cahaya yang mulai membimbing jalannya.
Dan di saat ia mulai menemukan jati dirinya yang baru, hadir seorang wanita yang membuatnya merasakan sesuatu yang tak pernah ia duga—getaran yang mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Malam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Sudah dua pekan meninggalnya sang ibu, Fatih akan kembali ke pesantren esok hari di antar oleh sang ayah, semua keperluannya yang akan dia bawa ke pondok di siapkan oleh pelayan. Saat ini Fatih bersungguh-sungguh akan memenuhi keinginan ibunya. Di atas pusara ibu Aminah, Fatih berjanji akan berubah seperti keinginan ibunya. Fatih tak ingin menundanya lagi. Dia akan menjelma menjadi sosok pria Soleh. Barang-barang yang tidak sempat dia bawa ke pondok akan dia bawa semuanya. Tak lupa Fatih mengambil satu bingkai berukuran sedang, foto keluarganya, foto dia bersama ibu dan ayahnya.
___________
Mobil yang di kendarai oleh asisten Pranadipa sudah memasuki kawasan pondok pesantren. Fatih menguatkan tekadny, tak akan keluar dari pondok ini jika tak ada izin dari pihak pondok.
Fatih kembali ke pondok, tetapi dirinya yang sekarang sudah sangat berbeda dengan Fatih yang dulu. Jika dulu dia sangat dingin, sekarang dia berubah menjadi sosok yang pendiam.
Kyai Husain dengan senang kembali menerima Fatih sebagai santrinya. Kyai juga mengucapkan bela sungkawanya atas meninggalnya ibunda Fatih.
"Maafkan kami karena tidak tahu tentang kabar beliau yang telah berpulang." ucap Kyai Husain.
"Tidak apa-apa Kyai, saya hanya mohon bimbing putra saya. Dia sudah berubah dan tak seperti dulu lagi. Di rumah bahkan dia sudah melaksanakan sholat. Saya mohon bimbingannya pada Fatih." pinta Pranadipa sebagai orang tua tunggal yang akan membesarkan putranya seorang diri.
"Tentu saja. Kami sangat senang jika Fatih sudah mulai berubah menjadi lebih baik. Pertolongan Allah memang benar adanya." ujar Kyai Husain. Fatih yang mendengar obrolan itu sejak tadi hanya bisa diam. Lama dia menemani ayahnya dan kyai Husain berbincang. Hingga pada akhirnya Pranadipa pamit pulang.
Beberapa jam kemudian, saat waktu magrib akan menjelang dan seluruh santri dan santriwati serentak mendatangi masjid untuk melaksanakan sholat magrib.
"Fatih..." panggil kyai Husain saat melihat tubuh tinggi tegap dengan wajah yang paling tampan di pondok. Fatih menoleh tanpa suara ketika dia melihat sosok yang memanggil namanya, pria itu segera berjalan dan menghampiri kyai Husain.
"Iya Kyai." jawab Fatih.
"Kamu bisa adzan kan? Hari ini kamu yang adzan yah." pinta Kyai Husain membuat Fatih mematung. Dia bahkan belum pernah adzan di masjid tempat tinggalnya dulu. Fatih mulai gugup menerima tugas yang di berikan, ingin menolak tapi lidahnya kelu untuk berucap. Tanpa sahutan apapun, karena dia hanya terdiam. Kyai Husain menganggap bahwa Fatih telah setuju dengan permintaan yang di ajukan. Sebelum kyai Husain pergi, dia menepuk pundak Fatih dan tersenyum.
"Kamu memang sudah berubah. Semoga sikapmu ini membuatmu terus Istiqomah." ucap Kyai Husain kemudian meninggalkan Fatih dan berjalan memasuki masjid.
Waktu magrib pun menjelang. Tiba-tiba seluruh Pondok Pesantren di buat gempar. Kegemparan itu tak lain dan tak bukan karena mereka mendengar sebuah suara adzan yang di kumandangkan. Sangat merdu dan mendayu, menyayat hati dan sangat terdengar indah. Jauh lebih merdu dari semua adzan yang pernah di kumandangkan oleh santri lainnya. Suara adzan tersebut seakan membuat yang mendengar menjadi terpukau. Suara adzan yang seakan terdengar campuran antara suara kesedihan, kegetiran, dan kepasrahan hati.
Demi melihat siapa sosok di balik suara merdu, seluruh orang yang hadir di dalam masjid berdiri dan semua mata mengarah pada seorang pria yang sedang memunggungi mereka karena pria itu berdiri mengarah pada kiblat.
"Siapa sih yang adzan? Suaranya maa syaa Allah, merdu banget." ucap Santri yang berada pada shaf paling belakang.
"Enggak tahu. Muazzin baru kali. Soalnya aku baru kali ini juga dengar suaranya. Bagus banget yah. Sampai merinding loh akunya."
"Air mata aku bahkan enggak kerasa jatuh."
Begitulah bisikakan obrolan beberapa santriwati yang mendengar kumandang adzan Fatih.
Tak lama setelah adzan itu selesai di lantunkan, Fatih kemudian kembali di tempat duduknya. Secara tidak langsung, dia sudah menunjukkan pada semua orang jika pemilik suara tersebut adalah dirinya. Beberapa orang tertegun, mematung dan diam. Bukannya langsung melaksanakan sholat Sunnah, tapi perhatian mereka teralihkan pada sosok Fatih. Tak percaya apa yang mereka lihat, ternyata Muazin itu adalah Fatih. Seorang santri baru yang pernah kabur dan melarikan diri dari pondok. Tak lama berselang, mendadak mereka pun tersadar dari rasa terkejutnya. Tampak Fatih melenggang cuek, pergi dengan tenang dan tak melirik orang-orang. Wajah datarnya yang tanpa ekspresi dan dingin semakin memperlihatkan ketampanannya. Pria itu tak menghiraukan ratusan pasang mata yang memperhatikan dirinya saat ini.
Bukan hanya santri dan santriwati yang terperangah akan suara merdu Fatih, tapi para pengajar termasuk Kyai Husain tak habis heran mendengar suara Fatih yang begitu indah dan sangat membius.
"Husshhh! Jangan berisik!" kata seorang ustadz ketika mendengar santri yang duduk di dekatnya masih sibuk berbisik. Santri itu kemudian berdiri dan melaksanakan sholat rawatib qobliyah Maghrib.
Tak lama berselang karena waktu Maghrib tidak banyak, Ustadz Zul berjalan di depan kemudian mengambil posisi untuk menjadi imam.
"Allahu Akbar." kalimat itu terdengar dan pertanda di mulainya sholat maghrib. Semua yang ada dalam masjid dengan bangunan besar nan mewah yang banyak ukiran kaligrafi bernuansa emas tersebut melaksanakan sholat dengan khusyuk hingga terdengar salam kedua dari ustadz Zul.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi....."
Setelah memanjatkan doa, para santri pun bubar dan kembali menyelinap di bilik kamar masing-masing menunggu panggilan makan malam.
Fatih terus melenggang keluar masjid dan segera lenyap di balik tembok, berjalan melalui koridor dengan cahaya yang sangat minim. Dia terus berjalan dengan tatapan lurus dan tegap tak pernah menoleh hingga sebuah suara lembut memaksanya untuk tertunduk.
"Assalamu'alaikum..." suara lembut itu membuyarkan lamunan perjalanan Fatih. Dia menunduk karena tinggi mereka memang tidak sama. Seorang santriwati yang entah dari mana tiba-tiba muncul. Bukannya menjawab salam dari wanita tersebut, tapi Fatih lebih tercengang melihat keberadaannya di tempat temaram saat ini.
"Assalamu'alaikum..." kembali wanita itu membangunkan Fatih yang diam tergugu dan menatapnya kosong.
"Wa'alaikumussalam." jawab Fatih dingin.
"Apa benar Anda yang bernama Fatih?" tanya wanita itu, sesekali dia membuang tatapannya tak melihat Fatih. Pria itu mengangguk membenarkan.
"Ummu Salamah menyuruhku untuk memberikan ini." wanita itu kemudian menyodorkan sebuah buku tebal.
"Ummu Salamah? Siapa dia?" tanya Fatih mulai heran. Santriwati itu kemudian tersenyum. "Beliau adalah pengajar di pondok ini, beliau menyuruhku untuk memberikan buku itu pada Anda agar bisa di pelajari. Besok akan ada ujian yang harus anda ikuti. Kalau begitu, saya permisi dulu." kata wanita itu dengan cepat pergi meninggalkan Fatih. Dia datang seorang diri dan pergi seorang diri juga, Fatih melihatnya berjalan dengan ujung matanya. Wanita berpakaian longgar dengan khimar panjang. Cantik, tapi tidak membuat hati Fatih bergetar. Sepertinya hati pria itu masih membeku dan belum mencair, mengingat umurnya yang masih muda dan mengingat hatinya yang masih gelap berkabung duka. Fatih belum siap menghadirkan wanita yang bisa mengisi kekosongan hatinya selain ibunya saat ini. Wanita yang sangat berharga dalam hidupnya.