Takdir Cinta Mihrab Pesantren

Takdir Cinta Mihrab Pesantren

Bab 1

"Woeee si Sinchan jalan bareng siapa tuh?" celetuk Amelia, siswa cantik tapi kelakukan sangat berbanding terbalik dengan sikapnya.

"Siapa sih? Guru baru kali yah..."

"Waahhh bakal suasana baru guys."

Kelas gaduh menyoraki kedatangan ke duanya. Tapi Pak Cokro tidak memperdulikan dan tidak mendengar hal tersebut. Wajahnya terus saja menampilkan senyum lebar saat memperkenalkan Susi, guru baru yang akan mengajar pelajaran bahasa.

"Anak-anakku sekalian, berhubung Ibu Guru Chandrawasih sudah di pindah tugaskan. Maka dalam hal ini, bapak akan memperkenalkan kalian pada guru baru, yang akan mengajari kalian pelajaran bahasa. Namanya adalah ibu Susi." jelas Pak Cokro yang berdiri di depan siswanya.

"Susi Susanti kok bisa ngajar bahasa sih Pak? Bukannya dia harus berlatih bulu tangkis untuk kejuaraan Indonesia?" teriak siswa yang bernama Fatih.

"Hidup Indonesia...." sahut Adam dengan semangat 45 dan di ikuti serempak oleh semua temannya.

"HIDUP INDONESIA!!!" sorak anak IPS kelas XII.

Sorakan itu membuat Ibu Susi merinding dan menutupi wajah terkejutnya dengan senyuman.

"Woooeee guys.. hati-hati Luh.. kalian bisa di tenggelamkan, bukankah ini ibu Susi yang menteri itu?" cetus Zizi. Wanita berambut panjang dengan rok abu-abu di atas lututnya.

"Berarti kita harus sedia pelampung sebelum tenggelam dong." timpal Edo yang duduk di samping Amelia membuat yang lain ikut tertawa.

"Pak sebenarnya kelas kita ini enggak perlu guru pengganti. Kami bisa belajar sendiri kok. Kami bahkan sudah cerdas-cerdas."

"Otak kalian itu masih harus di asah biar lebih tajam." jawab Pak Cokro. Sementara Bu Susi hanya termangu memikirkan nasibnya yang akan mengajar di kelas pembuat onar.

"Ibu Susi jangan kaget yah, mereka memang seperti itu. Sangat semangat soal pelajaran." kata Pak Cokro, wakil kepala sekolah.

"Tapi Bu Susi, ibu harus hati-hati dengan siswa yang namanya Fatih. Dia itu adalah anak dari pemilik sekolah ini. Jadi ibu harus mengalah, apapun yang terjadi." bisik Pak Cokro pada ibu Susi.

"Yeeee yang lagi bisik-bisik, bapak sama ibu kalau mau merencanakan masa depan di luar kelas kita aja. Kita semua yang ada di sini masih di bawah umur. Memberi contoh yang tidak baik, bisa membuat moral kita menjadi rusak." teriak Siska, siswi yang duduk di sebelah Fatih, rambut panjang ikal, baju yang sepertinya sangat sesak karena terlalu press. Cantik, sangat cantik wajahnya seperti blasteran.

"Bagus.. bagus.. sambutan kalian pada guru baru kalian sangat antusias. Bapak sangat bangga pada kalian semua. Pasti ibu Susi akan senang mengajar di kelas ini." ucap Pak Cokro dengan senang membuat riuh kembali dalam kelas.

"Huuuuuuhuuuhhhhhh enggak nyambung." teriak Adam membuat di dalam kelas ikut tertawa terbahak-bahak.

"Anak-anak, kalian dengarin ibu Susi yah! Jangan nakal kalian. Ibu Susi saya tinggal dulu. Permisi.." pamit Pak Cokro.

Sepeninggalnya Pak Cokro, ibu Susi terlihat masih berdiri mematung tak tahu harus bersikap layak seperti guru pada umumnya. Siswa kelas yang dia datangi ini membuatnya terperangah karena semua siswa di kelas ini sama saja, sama-sama pengacau.

"Ibu Susi enggak perkenalkan diri Bu?"

Susi tersentak ketika namanya di sebut, belum beberapa menit dia dalam kelas ini tapi merasa sudah berjam-jam hingga peluhnya keluar bercucuran.

Segenap tenaga dia mengokohkan kedua kakinya untuk berpijak karena sudah merasa sangat lemah sampai-sampai sedikit lagi tersungkur.

"Ehemm. Ehem.. " Susi mencoba membersihkan tenggorokannya di tengah kegaduhan kelas yang membutuhkan pita suara yang prima.

"Baik ibu akan memperkenalkan diri kembali.. perkenalkan nama saya...."

"Udah kenal Bu."

"Tidak perlu!"

"Tidak usah!"

"Tadi udah di sebutin sama si Sinchan."

Sinchan sebutan untuk Pak Cokro karena tubuhnya yang pendek dan perut buncit.

"Sinchan siapa?" tanya Susi heran mendengar nama yang mirip dengan kartun tersebut.

"Siapa lagi, yang datang bareng ibu tadi. Ya itu orangnya!" jawab Fatih lalu tertawa di iringi oleh semua antek-anteknya.

"Ish... Kalian enggak boleh ngatain guru kalian seperti itu. Enggak sopan, enggak beradab! Kalian anak-anak cerdas, masa ngomongnya mirip orang yang enggak ada kelas sih." cetus Susi dengan suara membara.

"Huuuaappp..." Fatih menguap dengan suara besar.

Susi mendesah, "Baik kita akan sering bertemu sampai kalian ujian akhir. Saya harap kita akan akrab. Terserah kalian mau panggil saya Ibu Susi atau Kak Susi. Saya akan mengajari kalian pelajaran bahasa Indonesia." suru Susi yang masih berdiri di depan kelas.

"Kami semua sudah pintar Kakak Susi. Jangan repot-repot! Anak TK aja udah pada tahu bahasa Indonesia, apalagi kita. Ya enggak guys."

"Ho'oh... Salak aja di kupas bukan di belah."

"Belah duren dong. Ha.. ha..!"

Susi hanya tersenyum mendengar celetukan-celetukan yang membuat telinganya merasa sangat panas. Bagaimana guru-guru sebelumnya bertindak di kelas ini. Susi benar-benar tidak sanggup, seandainya bukan gaji yang tinggi untuk menopang kehidupannya. Dia sudah menolak kerja di sekolah ini jika kelas yang harus di hadapi wanita 35 tahun itu adalah kelas yang terkenal sebagai pembuat onar. Mana pemimpinnya adalah anak dari pemilik sekolah, ketua yayasan. Susi mendesah, menerima semuanya adalah cara wanita itu berbaikan dengan takdirnya.

Waktu mata pelajaran bahasa Indonesia adalah dua jam. Tapi, Susi hanya satu jam. Dia menyerah. Tenggorokannya sakit karena menjelaskan materi tapi siswa di kelas itu sibuk dengan diri meraka masing-masing. Ada yang sibuk make up, ada yang tidur, ada yang sibuk pacaran. Ada juga yang sibuk bernyanyi karena akan mengikuti audisi.

Susi meninggalkan kelas tanpa pamit pada siswanya, toh mereka juga tidak akan peduli padanya.

Susi kemudian berjalan menuju ruang guru. Dia bercerita pada guru-guru lain tentang kelas pembuat onar tersebut. Ternyata para guru sudah sampai pada titik nadir kenyataannya bahwa tidak seorang pun pengajar yang sanggup mengupgrade para penghuni kelas XII IPS, kelas yang terkenal dengan sebutan kelas neraka yang di pimpin oleh Fatih.

"Ibu Susi ini masih baru, tapi sudah menyerah. Bagaimana nasib kami selama ini. Sebenarnya kelas itu bisa nurut jika anak yang bernama Fatih itu di tiadakan. Tapi caranya bagaimana? Sedangkan ayahnya sendiri ada pendiri sekolah ini." ucap salah satu guru yang bernama Ibu Vivi.

"Saya guru olah raga, pelajaran yang harusnya di lakukan di lapangan. Tak satupun dari kelas mereka keluar di lapangan. Padahal saya sudah panggil mereka dua kali. Karena apa? Karena Fatih tidak enak badan, alasannya. Padahal saya tahu, anak itu hanya tidur di kelas. Tapi apa, antek-anteknya ikutan tidak masuk dalam pelajaran saya." ucap guru pria tersebut.

Ternyata hanya satu alasan saja. Anak yang bernama Fatih harus berubah, atau di pindahkan dari sekolah ini.

"Bos... Anak sekolah sebelah nantangin kita! Katanya sekolah kita cuma modal tampang tapi otak nol. Gimana bos, kita ladeni apa diamin aja?" kata Edo yang duduk di atas motor metik besarnya.

"Sebenarnya gua gatal banget buat ladeni mereka. Pengen gua sumbat tuh mulut pakai daleman mereka. Biar enggak banyak ngoceh. Tapi Luh masih ingat kan? Bokap gua ultimatum, sekali lagi gua tawuran atau berbuat yang merusak reputasi doi. Gua bakal di kirim ke pesantren. Huruf Al Qur'an aja gua nggak tahu apalagi di suru ngaji. Katanya pesantren itu serem coi. Di kasih hapalan mesti harus hapal saat itu juga. Kalau enggak, bisa-bisa kit enggak di kasih makan." jelas Fatih yang duduk di atas cap mobilnya.

"Serem juga. Bakal kurusan. Mana enggak bisa lihat cewek cantik. Pacaran juga enggak bisa donk." sahut Gilang, salah satu antek Fatih.

*****

Saat Fatih pulang kerumah, ibunya mengahampiri putranya.

"Sudah makan, Nak?"

"Sudah."

"Jangan pulang larut malam, kalau ayah kamu tahu. Kamu akan di marahi, mama sedih melihat kamu dan ayahmu tiap hari bersitegang terus. Kalian bukan lawan, kalian bukan musuh. Kalian ayah dan anak. Kamu harus mengalah pada ayahmu, karena kamu salah. Jangan membalas setiap perkataannya."

"Iya... " jawab Fatih lalu menutup pintu kamarnya kemudian menguncinya. Tak ingin ibunya ikut masuk kemudian menceramahinya panjang lebar.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Selepas mandi, Fatih duduk di depan komputernya dan memainkan game.

Fatih lahir dari orang tua yang beragama Islam dan taat pada agama. Ujian terbesar bagi Pranadipa dan sang istri adalah putranya. Pergaulan bebas sudah sangat menyatu pada kehidupan Fatih. Dia bagaikan orang yang tak punya agama. Jangankan mengerjakan yang Sunnah, yang wajib saja tidak pernah Fatih lakukan. Jika bukan anak satu-satunya, Pranadipa sudah mencoret Fattah dalam kartu keluarganya.

****

Hujan....

Siska memandangi langit yang gelap dari balik jendela kelasnya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 9 pagi. Pelajaran di kelas belum juga mulai, bukan guru tak hadir, tapi guru menolak untuk masuk di kelas bagaikan neraka tersebut.

Gadis berambut ikal dengan wajah blasteran tersebut saat ini sedang termangu di atas kursi tempat duduknya, menatap ke arah luar seakan sedang memanggil inspirasi untuk datang menyambutnya. Di hadapannya sebuah kertas segi empat berwarna pink dengan motif love masih terlihat kosong tanpa segurat pun goresan tinta. Sudah berapa kali Siska menggigit gigit kulit tebal di sekitar kuku tangan jempolnya. Gadis remaja itu terlihat ragu. Sekali-kali dia mengetuk pulpen di kepalanya untuk memerintahkan berpikir.

Tangan kirinya mengetuk ngetuk jari di pinggiran mejanya.

'Zaman sekarang nyatain perasaan ke cowok sudah lumrah. Tapi gimana kalau gua di tolak, pasti bakal malu banget. Tapi gimana caranya aku nyatain cinta sama Fatih? Zaman sekarang surat cinta masih berlaku enggak ya?'

Sangat jelas terlihat dalam batin Siska sedang berkecamuk hebat karena kebimbangan yang tiada akhir.

"Aaaakkkkhh... " Siska frustasi. Dia menremas-remas kertas kosongnya kemudian melempar ke arah jendela, membiarkan kertas itu di lumat oleh rintik air hujan yang kian tergenang.

Tak lama kemudian Fatih memasuki kelas dengan memakai hoodie berwarna hitam. Semakin memperjelas ketampanan nan kulit putih Fatih.

"Gua dengar-dengar anak sebelah makin kurang asem? Kita lancarin serangan kita nanti!" ujar Fatih dengan rahang mengetat karena emosi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!