NovelToon NovelToon
Ancient Slayer

Ancient Slayer

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Fantasi Timur / Kebangkitan pecundang / Epik Petualangan
Popularitas:104.7k
Nilai: 5
Nama Author: Wahyu Kusuma

Full Remake, New Edition 🔥🔥

Ini adalah perjalanan Iramura Tenzo, seorang pejuang yang dipanggil ke dunia baru sebagai seorang pahlawan untuk mengalahkan raja iblis.

Namun, dia gugur dalam suatu insiden yang memilukan dan dinyatakan sebagai pahlawan yang gugur sebelum selesai melaksanakan tugasnya.

Akan tetapi dia tidak sepenuhnya gugur.

Bertahun-tahun kemudian, ia kembali muncul, menginjak kembali daratan dengan membawa banyak misteri melebihi pedang dan sihir.

Ia memulai lagi perjalanan baru dengan sebuah identitas baru mengarungi daratan sekali lagi.

Akankah kali ini dia masih memegang sumpahnya sebagai seorang pahlawan atau mempunyai tujuan lain?

Ini adalah kisah tentang jatuhnya seorang pahlawan, bangkitnya seorang legenda, dan perang yang akan mengguncang dunia.

Cerita epik akan ditulis kembali dan dituangkan ke dalam kisah ini. Saksikan Petualangan dari Iramura Tenzo menuju ke jalur puncak dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Kusuma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8 Membebaskan Tahanan

Hanya suara angin berdesir yang terdengar, menggantikan keriuhan pertempuran yang baru saja berakhir. Udara di sekitar lapangan terasa berat, seolah-olah dipenuhi oleh sisa-sisa kematian. Bau anyir darah begitu menyengat, menusuk hidung siapa pun yang masih bernapas di tempat ini.

Di bawah cahaya redup, ratusan tubuh Demon berserakan dalam kondisi mengenaskan. Anggota tubuh mereka terpisah, beberapa masih menggeliat seolah belum menyadari bahwa mereka telah mati. Beberapa kepala tergeletak dengan ekspresi ketakutan yang masih terpahat di wajahnya, mata mereka terbuka lebar dalam kengerian yang abadi. Darah mengalir liar di antara celah-celah batu, membentuk aliran merah pekat yang berkumpul di satu tempat, menciptakan genangan seperti kolam neraka.

Di tengah pemandangan itu, seorang pria berdiri sendirian.

Tenzo memasukkan kembali Katana-nya ke dalam sarungnya dengan gerakan lambat dan tenang, seolah-olah pertempuran yang baru saja terjadi bukanlah hal besar baginya. Matanya yang berwarna emas menyapu medan pertempuran, memastikan bahwa tak ada satu pun yang masih bernapas.

Hening.

Namun, tiba-tiba, suara gerakan pelan terdengar dari sudut lapangan.

Mata Tenzo mengarah ke satu titik. Di sana, seorang Demon masih bernyawa—meski nyawanya sudah di ambang batas. Dengan langkah santai, Tenzo berjalan mendekatinya, setiap jejak kakinya menyisakan jejak darah.

Saat jaraknya semakin dekat, Demon itu mendongakkan kepala dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Nafasnya berat, dadanya naik turun dengan tidak beraturan. Wajahnya yang berlumuran darah menunjukkan kebencian yang mendalam.

"Dasar monster!" suaranya serak, namun penuh amarah. "Siapa sebenarnya dirimu, hah!? Dengan begitu mudahnya kau membantai semua bawahanku! Kau bahkan... bahkan membuatku kehilangan anggota tubuhku!"

Demon itu, Rezgar, menggeram di antara rasa sakit yang menyiksa. Tubuhnya telah hancur—kedua tangannya telah terpotong, kakinya lenyap dari pangkal paha, dan sayapnya koyak hingga hanya tersisa sisa-sisa daging yang menggantung.

Dia ingin bergerak, ingin melawan, tapi tubuhnya sudah tak lagi patuh.

Dalam kepalanya, kejadian mengerikan tadi berputar kembali.

Ingatan tentang bagaimana bawahannya berjatuhan satu per satu. Bagaimana darah mereka bercipratan di udara, membasahi tanah seperti hujan merah. Di tengah tumpukan mayat itu, berdiri sesosok bayangan hitam, dengan mata emas menyala tajam menatap ke arahnya. Sosok yang bagaikan iblis itu adalah Tenzo.

Rezgar menggigit bibirnya hingga berdarah.

Namun, makiannya tidak mendapat reaksi dari Tenzo. Pria itu hanya diam, menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Lalu, tanpa peringatan, Tenzo mencengkeram kerah baju Rezgar dan mengangkat tubuhnya yang tak lagi utuh.

Mata emas itu bersinar dingin. Hawa membunuh yang begitu kuat menyelimuti Tenzo, membuat Rezgar secara refleks menahan napas.

"Dengar," suara Tenzo terdengar rendah, hampir seperti bisikan. "Di mana kalian menahan sisa warga desa?"

Keringat dingin mulai mengalir di dahi Rezgar.

Namun, dia masih keras kepala. "Hah... untuk apa aku memberitahumu!?" suaranya gemetar, tapi dia tetap berusaha terlihat menantang. "Biarkan saja mereka ikut mati di sini!"

Tenzo tidak bereaksi. Dia hanya menatapnya dengan ekspresi datar.

Lalu, dalam sekejap—

Srrkkktttt!

Sensasi tajam tiba-tiba menjalari tubuh Rezgar. Rasa sakit yang luar biasa menusuk setiap sarafnya. Seolah-olah ribuan pedang menghujani tubuhnya secara bersamaan, mencabik-cabik dagingnya tanpa ampun.

"ARRRGHHHHH!!!"

Jeritannya menggema di seluruh lapangan, memantul di dinding-dinding batu. Dia ingin berteriak lebih keras, ingin pingsan agar tak lagi merasakan penderitaan ini, tetapi rasa sakitnya begitu tajam hingga kesadarannya tetap bertahan di ambang batas.

Matanya mulai bergetar.

Ketakutan yang selama ini tak pernah ia rasakan mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.

Dia... akan mati.

Tenzo masih menatapnya, menunggu jawaban.

Tapi sekarang, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Rezgar merasakan sesuatu yang lebih kuat dari amarah—teror yang luar biasa. Dia sudah tidak tahan dengan semua ini dan akhirnya memutuskan untuk menyerah. Rezgar mulai menceritakan dimana lokasi para tahanan yang mereka tangkap dan membawanya ke sana.

Selama di perjalanan, jalan setapak yang mereka lalui semakin menurun, seolah membawa mereka lebih dalam ke perut bumi. Udara di sekitar mereka semakin pengap, terasa berat di dada, seakan mencoba menekan setiap tarikan napas. Aroma tanah lembab bercampur dengan bau anyir darah yang sudah lama mengering memenuhi ruangan, membuat udara terasa busuk dan menyesakkan.

Di sepanjang dinding gua, ada jejak-jejak cakaran besar, tanda bahwa tempat ini pernah menjadi saksi dari berbagai tindakan kejam yang dilakukan oleh para Demon. Beberapa rantai besi masih tergantung, beberapa di antaranya berlumuran darah yang sudah menghitam. Di lantai, bercak darah yang mengering membentuk pola abstrak yang mengisyaratkan perlawanan putus asa dari mereka yang pernah menjadi korban di sini.

Langkah kaki Tenzo bergema di antara dinding batu, disusul dengan langkah tertatih-tatih Rezgar yang masih diseret olehnya. Setiap kali mereka melangkah lebih dalam, hawa dingin semakin menusuk, bukan hanya karena suhu ruangan yang rendah, tapi karena perasaan tidak nyaman yang semakin menumpuk di dalam hati.

Akhirnya, setelah menuruni sebuah tangga batu yang curam, mereka tiba di sebuah ruangan besar yang dipenuhi oleh sel-sel besi berkarat.

Di balik jeruji yang usang, terlihat sosok-sosok yang tampak lebih seperti bayangan daripada manusia. Mereka kurus kering, dengan tulang yang menonjol dari kulit mereka yang kotor dan penuh luka. Beberapa dari mereka duduk menyandar di dinding, matanya kosong, seolah sudah kehilangan harapan. Yang lain terbaring lemah di lantai batu yang dingin, tubuh mereka bergetar setiap kali menarik napas.

Ada bau yang menyengat di ruangan ini—bukan hanya bau darah, tapi juga bau keringat, luka yang membusuk, dan kotoran yang dibiarkan mengering di sudut-sudut sel.

Salah satu wanita di dalam sana perlahan membuka matanya ketika mendengar langkah kaki mendekat. Mata itu tampak kosong pada awalnya, namun saat dia menyadari sosok di depan sel, matanya membesar.

"Hah...? Dia..."

Suara itu begitu lirih, hampir seperti bisikan. Namun, saat kesadarannya pulih, tubuhnya yang lemah tiba-tiba terdorong oleh dorongan naluriah untuk bertahan hidup. Dengan sisa tenaga, dia merangkak mendekat dan mencengkeram jeruji besi dengan tangan gemetar.

"T-tuan… Tolong... Tolong bebaskan kami…"

Dan saat suaranya terdengar, suara-suara lain pun ikut menyusul.

Para wanita yang sebelumnya tak bergerak kini mulai sadar. Satu per satu mereka mendekati jeruji, mata mereka yang tadinya kosong kini dipenuhi oleh cahaya harapan yang nyaris padam. Beberapa dari mereka menangis, yang lain mencoba mengulurkan tangan mereka melalui celah-celah besi, berharap dapat menyentuh penyelamat mereka.

"Tolong kami!"

"Kami tidak ingin mati di sini!"

"Tolong… anak-anak kami juga… Mereka membawa anak-anak kami ke tempat lain!"

Jeritan dan isakan memenuhi ruangan.

Tenzo tetap berdiri di tempatnya, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Namun, sesuatu di dalam dirinya terasa bergemuruh. Dia tidak mengucapkan apa pun, hanya menatap mereka dengan sorot mata tajam sebelum akhirnya menghunus Katana-nya.

Dengan satu ayunan cepat—

Krekkk!

Jeruji besi yang sudah rapuh itu hancur.

Para tawanan segera melangkah keluar dari sel mereka. Ada yang jatuh berlutut karena tubuhnya terlalu lemah untuk berdiri lama, ada juga yang saling berpegangan untuk menjaga keseimbangan. Namun, satu hal yang pasti—mereka semua masih memiliki sesuatu yang membuat mereka ingin bertahan hidup.

Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, seorang wanita berlari mendekati Tenzo dengan air mata mengalir di pipinya.

"Tuan…" suaranya bergetar, tangannya mengepal erat di dadanya. "Apakah… Apakah Anda juga bisa menyelamatkan anak-anak kami?"

Mata Tenzo menyipit.

"Anak-anak?"

Wanita itu mengangguk. Suaranya semakin lirih, hampir seperti bisikan, "Mereka… Mereka membawa anak-anak kami ke tempat yang berbeda..."

Suasana ruangan yang tadinya penuh dengan kegaduhan mendadak menjadi hening. Para wanita lain menundukkan kepala mereka, beberapa menangis pelan, yang lain menggigit bibir mereka, menahan ketakutan yang sudah lama mereka pendam.

Mata Tenzo dengan cepat beralih ke Rezgar.

Demon itu kini tampak semakin pasrah. Bahunya terkulai, napasnya berat, seakan beban yang dia pikul semakin berat setiap detiknya. Dia tahu bahwa tidak ada gunanya berbohong lagi.

"Dengan cepat," suara Tenzo lebih dalam, "Di mana mereka?"

Rezgar menghela napas panjang. Tidak ada lagi alasan untuk melawan.

"Yah… sebenarnya… mereka ada di ruangan terpisah… tak jauh dari sini."

Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk mencapai ruangan yang dimaksud.

Namun, begitu sampai di depan pintu itu, Tenzo merasakan ada sesuatu yang berbeda.

Berbeda dengan sel wanita yang hanya ditutupi oleh jeruji besi berkarat, ruangan ini dilindungi oleh pintu besi tebal dengan berbagai simbol aneh yang terukir di permukaannya. Tidak seperti bagian lain dari gua ini yang terasa tua dan usang, pintu ini tampak lebih kokoh, seakan dibuat dengan sengaja untuk menyembunyikan sesuatu.

Dahi Tenzo berkerut.

"Jadi di sini kalian menahan anak-anak?" tanyanya, suaranya kini lebih dalam.

Rezgar mengangguk. Tapi sebelum Tenzo bisa bereaksi, Demon itu menambahkan sesuatu yang membuat udara di sekitar mereka semakin menegang.

"Tapi... tidak ada gunanya mencarinya."

Tenzo menatapnya tajam. "Apa maksudmu?"

Rezgar tidak langsung menjawab. Dia menundukkan kepalanya sedikit, lalu mengangkatnya kembali, kali ini dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Mereka sudah tidak ada."

Suasana mendadak membeku.

[Tidak ada?]

Tenzo merasakan hawa dingin merayap di tulang punggungnya.

Pernyataan itu bisa memiliki banyak arti. Bisa saja mereka telah dibawa pergi. Bisa juga mereka telah…

Tidak.

Dia tidak akan percaya hanya dengan kata-kata Rezgar. Dengan cepat, dia meraih gagang pintu besi itu. Jawaban dari pertanyaannya… ada di balik pintu ini, dan dia akan melihatnya sendiri.

1
F~~
Kayaknya aku punya firasat soal Zerath ini
F~~
hahahaha, masih ada neraka lain menunggu. Kasian banget nasibmu Ramez
angin kelana
bagus thorr,lanjutkan..
Reza Orien
cihuyyy
F~~
Pelatihannya tidak main main
F~~
Oke Thor gkpp, yang penting rajin update aja
‎‎‎‎Wahyu Kusuma: sip, tenang aja bakalan rajin kalau kagak ada halangan. stok bab masih banyak
total 1 replies
angin kelana
siaaaap yg penting rutin update thorrr...
‎‎‎‎Wahyu Kusuma: oke akan diusahakan ritun soalnya sudah punya stok sampai bulan depan, doakan agar tidak terputus-putus 🙏 updatenya.
total 1 replies
angin kelana
satu tebasan..
angin kelana
lanjutkan duelnya...
F~~
lanjutkan
F~~
sheshhh sasuga Tenzo
F~~
Nooo Ramezzz
Kyurles Suga
Jejak
Kyurles Suga
menikmati
Ora Ora
.
F~~
Nah, sudah saya kira, rupanya emang si Diomas. Tapi mantap sekali update langsung 3 bab sekaligus. Bagus Thor pertahanin udpet beginian.
F~~
Ah, aku dah tebak siapa ini. pasti ... bacaselengkapnya
‎‎‎‎Wahyu Kusuma: husst, sebaiknya tidak usah diberitahu
total 1 replies
F~~
laki laki kalau sudah berbincang semalaman pasti bakal kemana mana tuh tema pembicaraannya
F~~
Gas lanjut thor
‎‎‎‎Wahyu Kusuma: Oke sebentar lagi bakalan update bab baru
total 1 replies
angin kelana
lanjuuut
‎‎‎‎Wahyu Kusuma: Okeee sebentar lagi bakalan update, ditunggu yah
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!