"Ah...ini di kantor! Bagaimana jika ada yang tau! Kalau istrimu---" Suara laknat seorang karyawati bernama Soraya.
"Stt! Tidak akan ada yang tau. Istriku cuma sampah yang bahkan tidak perlu diingat." Bisik Heru yang telah tidak berpakaian.
Binara Mahendra, atau biasa dipanggil Bima, melihat segalanya. Mengintip dari celah pintu. Jemari tangannya mengepal.
Namun perlahan wajahnya tersenyum. Mengetahui perselingkuhan dari suami mantan kekasihnya.
"Sampah mu, adalah harta bagiku..." Gumam Bima menyeringai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarkas
"Ini bonus untukmu. Gunakan untuk merawat dan menyayangi istrimu." Binara Mahendra atau biasa dipanggil Bima tersenyum, memberikan amplop berisi uang pada Heru, manager bagian pemasaran di perusahaan tempatnya bekerja.
"Terimakasih!" Pemuda yang menerimanya. Dalam tiga tahun ini dirinya dengan mudah naik jabatan dari staf biasa menjadi manager. Walaupun kerjaannya sering mager (malas gerak). Tidak disiplin, tidak tekun, tapi sering push rank main game.
Heru menghela napas, pak Bima memang paling baik. Atasan yang selalu melindunginya.
Bonus segera disimpan oleh Heru ke dalam tas. Semua sudah ada jatah masing-masing. Untuk dirinya sendiri setengah dari gaji, pegangan ibunya setengah lagi dari gaji, untuk pacarnya tentunya bonus setiap bulannya.
Tunggu! Pacar! Bukan istri? Tentu saja bukan, istrinya punya penghasilan sendiri bekerja di sebuah konveksi. Untuk apa memberikan uang pada istri yang sudah bekerja, dirinya tidak pernah ikut campur penghasilan istrinya. Berarti istrinya juga tidak berhak ikut campur dengan penghasilannya.
Matanya menelisik, ini sudah sore. Celananya juga sudah sesak, menatap ke arah pacarnya. Soraya yang baru datang dari kerja lapangan.
Tidak ada orang di tempat ini, mengingat hari sudah mulai sore. Dapat dikatakan, semuanya aman terkendali.
Tangannya menarik Soraya ke dalam ruang rapat yang kosong. Pasangan yang saling berciuman melepaskan kerinduan mereka.
"Soraya...kamu cantik..." Kalimat dari buaya, eh salah! Maksudnya pria tampan.
"Heru..." Tangan Soraya merayap pelan, melepaskan ikat pinggang Heru.
Tak!
Suara ikat pinggang membentur lantai keramik. Benar-benar panas pasangan ini, wanita cantik dan pria tampan. Lembar demi lembar pakaian menjadi bagaikan keset.
"Aku mencintaimu..." Bisik buaya.
"Aku juga, tapi...ah...ini di kantor! Bagaimana jika ada yang tau! Kalau istrimu---" Suara laknat terdengar.
"Stt! Tidak akan ada yang tau. Istriku cuma sampah yang bahkan tidak perlu diingat." Bisik Heru yang telah tidak berpakaian, sama dengan Soraya.
Perlahan Heru mengombang-ambing tubuh Soraya.
"Heru...ah..."
"Uh... Soraya."
Mengintip dari celah pintu. Jemari tangan seorang pria mengepal.
Namun perlahan wajahnya tersenyum. Mengetahui perselingkuhan dari suami mantan kekasihnya.
"Sampah mu, adalah harta bagiku..." Gumam Binara Mahendra (Bima) menyeringai.
Pemuda rupawan, yang telah 7 tahun mengabdikan dirinya di perusahaan ini. Jabatannya saat ini adalah asisten pribadi pemilik perusahaan.
Senyuman kembali menghilang dari wajahnya. Menghela napas menatap langit senja."Kenapa aku merindukan istri orang... sedangkan suaminya tidak rindu..." gumamnya, mengingat mantan kekasih yang dulu ditinggalkannya, akibat keadaan ekonomi. Tidak ingin kekasihnya diganggu penagih hutang.
Tapi kini... setelah dirinya memiliki uang. Kekasihnya telah menikah dengan spesies kelinci yang sering kawin.
***
"Ibu, belum makan..." Ucap seorang anak berusia 6 tahun.
"Kan ibu sudah masak tadi pagi." Dira mengusap pucuk kepala putranya.
Namun, Pino (anak Dira) hanya menggeleng pertanda tidak ada makanan. Dan benar saja, kala dirinya berjalan ke dapur, membuka tudung saji tidak ada lauk sama sekali.
Menghela napas, jenuh dengan semua ini."Ibu mertua!" Teriak sang menantu murka.
"Apa! Apa!? Kamu fikir ini hutan?" Geram Sutini (ibu Heru).
"Ibu mertua orang hutannya. Mana makanan yang aku masak tadi pagi? Kenapa meja makan kosong!?" Tanya Dira, pada ibu mertua tersayang.
"Sulis (adik Heru) datang berkunjung. Jadi ibu suruh dia bungkus bawa pulang. Supaya dia tidak perlu masak." Jawab Sutini masa bodoh.
"Lalu kita makan apa ibu mertua tercinta?" Tanya Dira berusaha tersenyum. Benar-benar berusaha.
"Ya, kamu tinggal masak lagi. Kalau tidak pesan makanan." Jawaban enteng plus tengil, dari sang ibu mertua.
Membuat Dira menadahkan tangannya."Uangnya mana?"
"Kamu kan kerja. Ini tanggal muda, pasti kamu punya uang lah." Sutini mengangkat salah satu alisnya.
"Gajiku 3 juta, ibu ambil untuk ongkos mengurus anak 900.000. Sisa 2.100.000, untuk bayar sekolah 100 ribu. Untuk jajan Pino 150 ribu sebulan. Beli beras kurang lebih 500 ribu. Uang bensinku 300 ribu. Jatah beli lauk 35 ribu sehari! Itu aku sudah berusaha hemat gila! Untuk beli sabun saja tunggu dapat lemburan!" Ucap Dira murka.
"Kan itu tugas seorang istri. Harus pintar-pintar mengatur keuangan." Sutini masih tersenyum, menatap ke arah menantunya yang murka."Seharusnya kamu beruntung, punya suami seperti Heru, sudah ganteng, manager lagi! Kamu bisa menyombong kemana-mana."
"Ibu mertua tersayang, masalahnya anakmu uangnya entah melayang kemana. Tidak melayang ke kantong istrinya." Pada akhirnya Dira menghela nafas, mulai memasak nasi goreng untuk anak tercinta. Yang penting kenyang, entah apa isi perut.
"Teman-teman Heru di kantor semuanya penampilannya elit. Punya handphone bagus, pakai pakaian bermerek. Kamu tidak pandai merawat diri." Kembali Sutini mengeluh.
"Aku juga elit, ekonomi sulit." Dira menatap nyalang.
***
Hari sudah larut. Pada akhirnya suami tercinta pulang dari tempatnya bekerja. Memarkirkan mobil second yang dibeli dengan mencicil. Membawa I-phone, tidak lupa jam tangan seharga jutaan menghiasi pergelangan tangannya.
Memasuki rumah, hal pertama yang dilakukan Heru? Memanggil istrinya tercinta dengan panggilan penuh kasih sayang."Dira! Aku mau minum! Baru pulang kerja bukannya disambut malah bikin stres!" Suara cinta yang begitu keras dan merdu.
Membuat Dira langsung keluar. Menghela napas kasar, memungut dasi dan sepatu yang diletakkan asal oleh suaminya.
"Heru! Hari ini kamu gajian kan?" Sutini menadahkan tangannya.
"Ini untuk ibu..." Heru memberikan setengah gajinya. Kurang lebih 8,5 juta rupiah dari gajinya yang mencapai 17 juta rupiah.
Sedangkan bonus 10 juta yang diberikan Bima, tentu saja untuk jalan-jalan dengan Soraya. Semuanya sudah ada jatahnya.
"Untukku?" Dira menadahkan tangannya.
"Kamu kan sudah punya gaji sendiri. Lagipula listrik dan air aku yang bayar." Heru tersenyum, masa bodoh dengan apa yang dikatakan istrinya tercinta.
Seakan melupakan kata-kata Binara Mahendra, uang bonus 10 juta untuk memanjakan istrinya.
"Heru, kamu kan gajian, kita makan di luar ya?" Pinta Sutini.
"Hore!" Pino berlari menghampiri mereka."Makan di luar! Makan di luar!"
"Pino di rumah jaga ibu. Bagaimana jika ibu dirampok orang jahat." Ucap Heru, tidak ingin anaknya berlari kesana-kemari membuat malu. Tapi jika membawa Dira untuk menjaga Pino, sudah pasti istrinya akan memakan lebih banyak uang.
Pino tertunduk kecewa. Tangannya memegang jemari tangan Dira. Perlahan Dira tersenyum, mengusap pucuk kepala putranya."Pino sayang, nenek dan ayahmu meninggalkan kita di rumah. Kalau ada perampok masuk, lalu menculik ibu, lebih baik Pino ikut ibu. Siapa tau om penculik tampan, kaya, perhatian, sayang Pino." Sarkas Dira menyindir suaminya.
Tapi, sebuah sindiran yang bagaikan terpental."Kami berangkat! Jangan lupa setrika pakaianku untuk besok." Ucap Heru melangkah pergi bersama ibunya.
"Iya! Tidak sekalian aku setrika wajahmu?" Seorang istri yang menghela napas.
Tapi, tidak dapat pulang ke rumah kedua orang tuanya. Orang tua yang memegang prinsip, istri harus ikut apapun perintah suami.
"Bercerai..." Gumam Dira, perlahan menitikkan air matanya. Segalanya sering terlintas, tapi jemari tangan sang anak membuatnya tidak dapat berpaling.
"Ibu...apa paman penculik benar-benar akan datang? Apa baik, perhatian dan mau bermain bersama Pino?" Tanya Pino antusias.
"Ibu hanya menyindir ayahmu. Tapi dia tidak sadar juga. Muka batu!"
gedek banget sama tu anak
,😡
👍🌹❤️🙏