Bagimana jika dimasa lalu kalian dikhianatin sahabat kalian sendiri? Akankah kalian memaafkan orang tersebut? Atau kalian akan membalaskan dendam kalian?
Lalu bagaimana dengan hidup Calista yang di khianati oleh Elvina sahabatnya sendiri. Lalu kemudian ada seseorang laki-laki yang mengejar Calista, namun disatu sisi lain laki-laki itu disukai oleh Elvina.
Bagimana menurut kalian? Akankah Calista memanfaatkan moment ini untuk balas dendam di masa lalu? Atau bahkan Calista akan mendukung hubungan mereka?
Calista tersenyum remeh, lalu memperhatikan penampilan Elvina dari atas sampai bawah. "Pacarnya ya? Pantes, kalian cocok! Sama-sama baj**ngan!" Kata Calista tanpa beban, ia mengacungkan jari tengahnya sebelum ia pergi.
Kepo? Yuk simak cerita kelanjutannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Njniken, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. di jodohin?
Barra kini telah sampai di depan rumah Calista ketika Calista meminta untuk menghentikan motornya.
Barra menatap rumah Calista dari atas sampai bawah. Rumah yang sederhana, terlihat elegan berlantai dua. Namun ruang itu tampak sangat nyaman, bersih juga dan tanaman-tanaman didepan rumah yang rapi.
"Ngapain ngelihatin rumah gue kayak gitu? Pengen?" Sarkas Calista begitu saja. "Udah sana Lo pergi."
Barra berdecak heran melihat tingkah galaknya gadis di depannya ini. Sudah di Antarkan pulang namun bilang terimakasih saja tidak.
"Makasih?" Ucap Barra seolah menyindir Calista.
"Makasih! Lain kali nggak perlu dan nggak usah!" Kata Calista. Meski begitu ia tidak boleh terlalu sombong sampai tidak mengucap terimakasih.
"Ada yang buat gue penasaran. Waktu itu, elo ngomong pengkhianat. Siapa yang pengkhianat waktu itu?" Tanya Barra, sungguh dia penasaran. Kalau di pikir-pikir ucapan itu terlontarkan untuk Elvina.
Jadi, apakah mereka sebelumnya pernah dekat? Mengapa Elvina di juluki pengkhianat?
"Ngapain Lo nanya itu ke gue. Tanya ke pacar Lo sana! Oh, Iya berhubung Lo udah punya pacar, jadi stop temuin gue!"
"Gue sama Elvina nggak pacaran dan enggak pernah."
Cklak!
Tiba-tiba saja pintu rumah Calista terbuka dan muncul lah seorang wanita paruh baya yang cantik itu.
Atensi Barra dan Calista pun beralih menatap wanita paruh baya yang tengah membuang sampah di depan rumahnya itu.
"Mama?"
"Loh, Cal siapa ini?" Tanya mama Davira, wanita itu adalah ibu kandung Calista. "Kamu bawa teman kok nggak di ajakin masuk?" Lanjutnya.
Tentu Calista tidak ingin berlama-lama dengan Barra. Calista pun melirik Barra sebelum mamanya dekat, ia meminta Barra untuk segera pergi.
"Eh, Tante. Maaf malem-malem ganggu. Tadi saya nggak sengaja ketemu Calista di Bar. Terus saya tawarin pulang bareng." Ucap Barra malah turun dari motor untuk menyapa mama Davira membuat Calista menggeram kesal.
Uh, cowok itu benar-benar membuatnya kesal!
"Oh, iya nggak papa justru tante berterimakasih sama kamu." Ucap mama Davira dengan ramah dan lembutnya. Berbeda kali dengan mama Elina yang terkadang mengatainya.
"Kamu mau mampir dulu?"
"Enggak usah Tante. Saya pulang aja lagian ini udah malem."
"Oh, yaudah kalau gitu lain kali mampir dulu kesini."
Barra tersenyum dalam hati. Ini kesempatan.
"Emang boleh Tante?"
"Boleh dong, Kamu kan teman Calista."
"Oke deh Tante lain kali saya akan datang kesini lagi. Kalau gitu saya pamit dulu Tante." Barra pun berpamitan dengan mama Davira, lalu kemudian ia berjalan mendekati motornya.
"Cal, mama masuk dulu ya."
"Iya ma."
Setelah memastikan sang mama masuk rumah. Calista memberikan tatapan tajam pada Barra. "Nggak usah kesini! Gue nggak akan temuin elo!" Kata Calista benar-benar tidak mau bertemu dengan cowok aneh itu.
"Yaudah. Bye orange!" Kata Kevin sembari mengedipkan matanya. Membuat Calista mengedikkan bahunya tanda tidak suka.
****
Disaat yang bersamaan
Kini Elvina tengah menonton televisi di kamarnya sembari memakan camilan. Lalu tak lama dari itu ketukan pintu dari kamarnya pun terdengar.
Tok tok tok...
Elvina pun menyuruh orang yang mengetuk pintunya itu untuk masuk. Dan munculah Danita, dia adalah ibu kandung Elvina.
Danita melihat putri kesayangannya itu tampaknya begadang dimalam hari. Lampu di kamar Elvina membuat mama Danita ingin melihat putrinya. Mama Danita pun mendekati putri nya.
"Sayang, jangan begadang dan jangan makan camilan di malam hari. Nanti kamu gendut. Kalau gendut pasti Barra tidak mau sama kamu." Ucap Danita membuat Elvina mendecak sebal.
"CK. Aku badmood ma, Barra nggak bisa dihubungi."
"Oh, iya ini kan malam Minggu. Harusnya kamu Keluar sama Barra. Inget ya Elvina, mama cuma mau kamu sama Barra. Enggak ada yang lain. Kamu harus bisa dapetin Barra. Udah keluarganya baik, kaya, dan jelas, terus di Barra ya juga ganteng. Masak kamu enggak mau?" Celoteh Danita membuat Elvina cemberut. Pasalnya Barra itu susah sekali di tempelin.
"Iya ma. Kemarin-kemarin kan Elvina juga keluar sama Barra." Ucap Elvina. Ya, meskipun cuma di ajakin di arena balap namun Elvina sudah sangat senang.
Danita tersenyum bangga Melihat putrinya. Ia mengelus rambut putrinya itu. "Bagus, pepet terus. Kita harus jadi bagian dari keluarga yang jelas juga. Udah kamu tidur gih udah malam."
"Oh iya, jangan lupa, jangan biarkan orang lain mendekati Barra. Terus bisa ambil hati si Barra. Mama percaya sama kamu." Ucap Danita yang di angguki oleh Elvina. Lalu Danita itu keluar dari kamarnya.
Kalau di pikir-pikir, akhir-akhir masih enggak ada yang deketin Barra sih. Mungkin beberapa wanita sexy di bar atau di club. Kalau di sekolah, enggak ada.
Tapi Calista... Membuatnya takut jika Barra di ambil. Untuk apa juga Barra sampai rela mengambil hp Calista? Pikir Elvina. Kejadian tadi sore membuatnya penasaran.
"Enggak, enggak mungkin. Mereka aja kemarin berantem. Udah stop jangan berfikir negatif terus Elvina. Mending tidur sekarang." Kata Elvina langsung mematikan televisinya.
****
Sesampainya di rumah.
Barra langsung membuang jaketnya begitu saja. Ia pun langsung mencari nomor kontak Calista yang dia simpan tadi.
Lagi-lagi Barra melihat Poto profil Calista yang berfoto dengan orange juz di sampingnya dan juga ada steak di depannya. Tampaknya itu foto diambil waktu di restoran.
Barra pun mengganti nama Calista menjadi orange di ponselnya. Ia tersenyum senang karena telah berhasil mendapatkan nomor Calista.
Barra tersenyum senyum Sampai dia sadar dengan apa yang baru saja dia lakukan.
"Ah, kenapa gue seseneng ini? Enggak ah. Bodoamat. Nomor ini akan gue buat untuk gangguin dia sebagai hukuman buat dia." Kata Barra lalu beranjak dari ranjangnya untuk ke kamar mandi. Membersihkan seluruh tubuhnya sebelum tidur agar lebih nyaman saat tidur.
Disaat yang sama juga, kini Calista baru saja selesai mandi. Ia naik ke atas ranjangnya dan kemudian meredupkan lampu dan bersiap untuk tidur.
Saat ia memejamkan mata tiba-tiba dia teringat wajah Barra yang terlihat lebam. Ia jadi penasaran, habis berantem sama siapa si Barra itu?
"Kenapa wajahnya kayak luka gitu ya? Apa habis berantem?"
"Ah, bodoamat. Ngapain gue mikirin dia. Nggak penting banget!" Kata Calista kemudian memejamkan matanya agar cepat tidur.
****
Dikamar seorang wanita dan pria paruh baya. Disitu ada papa Darwin dan mama Elina yang tengah menonton televisi sebelum tidur.
"Pah, kayaknya Barra benar-benar ada kemajuan deh. Kemarin, Barra masuk sekolah tanpa kita suruh dan tanpa kita yang bangunin loh." Ucap mama Elina yang bersandar di bahu yang suami.
Papa Darwin tersenyum sembari mengelus punggung tangan sang istri. "Kan papa udah bilang. Kayaknya si Calista itu punya pengaruh besar terhadap Barra. Cuma dia yang bisa berani dan buat kicep si Barra."
"Mama senang dengan gadis itu pah, cantik dan tegas. Pinter juga. Gimana kalau kita jodohin si Barra sama Calista."
"Cocok, Papa udah mikirin itu dari lama."
"Tapi pah, gimana dengan keluarga Danita ya? Mereka kekeuh banget buat jodohin anaknya sama anak kita?" Tanya Mama Elina.