Sayangi aku.. Dua kata yang tidak bisa Aurora ucapkan selama ini.. Ia hanya memilih diam saat mendapatkan perlakuan tidak adil dari orang- orang di sekitarnya bahkan keluarganya. Jika dulu dia selalu berfikir bahwa kedua orang tuanya itu sangat menyayangi dirinya karena mereka yang tidak pernah memarahi bahkan menuntut dirinya untuk melakukan apapun dan sangat berbanding terbalik dengan perlakuan ke dua orang tuanya pada kakak dan adiknya.. Tapi semakin dewasa Aurora menyadari bahwa selama ini ia salah.. Justru keluarganya itu sedang mengabaikan dirinya.. Keluarganya tidak peduli dengan apapun yang ia lakukan ...
INGAT !!! Ini hanya cerita fiksi dimana yang mungkin menjadi tidak mungkin dan yang tidak mungkin menjadi mungkin..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#18
Happy Reading...
.
.
.
Ezra pikir dirinya sudah cukup tua untuk merasa terharu. Namun melihat ada seorang laki- laki yang menggenggam tangan adiknya dan mendengar semua kata- kata yang Dika ucapkan membuatnya sangat yakin untuk melepaskan adik perempuannya itu.
Sedangkan Rora sendiri hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia tidak pernah membayangkan akan di pertemukan kembali dengan cinta pertamanya. Sebenarnya jika cinta masa kecilnya dulu masuk ke dalam hitungan maka Dika adalah cinta keduanya. Dika adalah orang yang menurut Rora sangat luar biasa. Orang yang memberikannya kepastian tanpa memberikannya janji- janji.
"Kamu sendiri bagaimana Ra?" Tanya Ezra pada adik perempuannya.
Rora meremat tangan Dika lebih kuat dari pada sebelumnya." Aku ingin mempercayai Dika kak." Jawab Rora. "Aku tidak tahu kedepannya nanti kami seperti apa. Aku tidak akan menyesal meskipun nanti hasilnya tidak seperti yang aku harapkan, aku ingin tetap berusaha untuk mempercayainya." Ucap Rora yang membuat kedua mata Dika berkaca- kaca.
"Apa papa dan mama tidak ingin mengucapkan sesuatu?" Tanya Ezra pada ke dua orang tuanya yang sedari tadi lebih memilih untuk diam atau lebih tepatnya mereka mengabaikan Rora dan Dika. "Baiklah kalau papa tidak ingin mengucapkan sesuatu." Ucap Ezra lalu beralih kepada Dika. "Aku memberikan kamu kesempatan itu." Ucap Ezra.
"Tolong jaga dan selalu lindungi adikku. Tapi sekali saja aku tahu kamu menyakitinya maka aku akan membuat kamu kehilangan Rora untuk selama- lamanya. Dan aku akan membuat kamu menyesali seumur hidupmu."
"Percayalah, saya tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu. Saya tidak akan menyia- nyiakan perempuan sebaik Rora."
"Rora adalah adik perempuan kesayanganku. Ia hampir tidak pernah mengeluh akan hal apapun dan selalu memilih untuk memendam semuanya itu sendirian." Ezra menjeda ucapannya. "Jangan pernah membuatnya merasa sendirian saat dia memiliki kamu. Jangan pernah membuatnya kesepian saat kamu selalu berada di sisinya seperti apa yang kami lakukan. Sayangi dia."
.
.
.
Bara menatap datar Rora yang terus saja tersenyum selama beberapa hari ini.
"Kamu kenapa?" Tanya Elina sambil menatap heran anak lelakinya.
"Memangnya Bara kenapa?" Bara balik bertanya sambil balas menatap mamanya.
"Kenapa kamu menatap Rora seperti itu?"
"Bara tidak apa- apa ma."
"Jika kamu tidak apa- apa lalu kenapa kamu mengabaikan panggilan Aluna?" Tanya Elina lagi sambil menatap ponsel Bara yang berada di atas meja. "Atau kamu sedang marahan dengan Aluna." Tebak Elina karena anaknya itu masih mengabaikan ponselnya yang kembali bergetar.
Bara menggelengkan kepalanya." Tidak ma.. Bara baik- baik saja dan bara sedangg tidak bertengkar dengan Aluna." Tegas Bara.
Dika yang tidak sengaja mendengar percakapan antara Elina dan Bara memilih abai dan berjana mendekat.
"Malam tante. Bar. " Sapa Dika lalu meletakkan martabak manis favorit Elina di atas meja. "Untuk tante."
"Ohh.. Terima kasih sayang." Jawab Elina sambil meraih kantong kresek yang berisi martabak manis.
"Sama- sama tante." Ucap Dika sambil tersenyum.
"Dika." Panggil Rora berjalan mendekat sambil meraba.
"Hai.." Dika berjalan mendekat menghampiri Rora lalu meraih tangan sang kekasih dan membawanya untuk duduk.
"Malam sekali. Aku dari tadi menunggu kamu." Ucap Rora.
Ah sekarang Bara mengerti kenapa dari tadi Rora terus tersenyum.
"Maaf." Ucap Dika sambil menggenggam tangan Rora. "Apa kita berangkat sekarang saja?"
"Kalian berdua mau kemana?" Potong Elina.
"Dika ingin mengajak Rora jalan- jalan tante." Jawab Dika.
"Ini sudah malam. Besok saja kalian berdua jalan- jalannya. Sekarang lebih baik kalian di rumah saja. Kita makan malam bersama." Ucap Elina yang membuat Dika sedikit kecewa.
Sambil menunggu masakan Elina matang, mereka memutuskan untu menonton televisi saja.
Dika mengalihkan atensinya. Benar saja Bara terus mencuri pandang berulang- ulang pada kekasihnya itu. Mengapa selama ini ia tidak sadar? Ia sudah tidak bisa mengabaikannya lagi. Sungguh saat ini hati Dika semakin merasa tidak nyaman.
Sedangkan Bara, ia sedikit tidak suka melihat Rora yang semakin menempel kepada Dika meskipun ia tahu Dika adalah kekasih Rora. Ada apa sebenarnya dengan dirinya? Dia bukan siapa- siapa Rora.. Lagi pula bukankah dulu dirinya jugalah yang menolak untuk di jodohkan dengan Rora. Tapi mengapa justru perasaannya sekarang sangat tidak nyaman hanya karena melihat interaksi antara Rora dengan Dika? Apa ia cemburu?
"Tidak.. Tidak mungkin.. Aku hanya menyukai Aluna." Bantah Bara dalam hatinya.
.
.
.
Hubungan Rora dan Dika sudah berjalan lebih dari lima bulan. Tapi entah kenapa semakin kesini ia merasa kekasihnya itu sedikit mulai berubah. Dika yang tidak memiliki banyak waktu lagi untuk dirinya membuat Rora berfikir, apa mungkin Dika merasa menyesal karena sudah memutuskan untuk hidup bersama dirinya? Apa Dika sekarang sudah mulai menjauhinya? Atau Dika sudah menemukan seseorang yang lebih baik dari dirinya.
Rora rindu Dika. Ingin mencoba untuk menghubungi tapi Rora bingung harus meminta tolong kepada siapa? jadi disini lah ia sekarang berada, berdiri seorang diri di balkon kamarnya.
"Sayang." Panggil Elina membuyarkan lamunan Rora. "Kamu bersiap ya.. Tante ingin mengajak kamu pergi ke suatu tempat." Ucap Elina.
"Mau kemana tante?" Tanya Rora.
"Rahasia." Jawab Elina sambil menarik tangan Rora.
"Tapi tante..."
"Kamu pasti suka." Potong Elina.
Rora hanya bisa menghela nafasnya. Sungguh Rora tidak ingin kemana- mana, ia hanya ingin berdiam diri di dalam kamarnya.
.
.
.
Sesampainya di tempat yang di tuju, Elina menggandeng tangan Rora sedangkan Bara dan papanya berjalan di belakang mereka berdua. Rora sedikit terkejut karena menyadari tempat yang ia masuki sekarang sangat ramai.
"Tante." Rora menarik sedikit tangannya untuk menghentikan langkah Elina. "Acara apa ini? Kenapa Ramai sekali?"
"Ini acara pelantikkan pemimpin baru di DK Group." Jawab Elina lalu kembali melanjutkan langkah kakinya.
Rora sedikit terkejut saat mendengarkan jawaban Elina. "Bukankah DK Group adalah perusahaan milik keluarga Dika?" Tanya Rora dalam hati. Bolehkah Rora berharap jika Dika jarang mengunjunginya karena ini, karena kekasihnya itu sedang sibuk di kantor mengurus semua ini. Tapi hati Rora kembali ragu, bagaimana jika Dika sengaja menyibukkan dirinya di kantor agar bisa menghindari dirinya.
"Kita duduk disini saja." Ucap Elina sambil menuntun Rora untuk duduk di kursi yang berada di sebelahnya. "kamu tunggu disini dulu ya sayang, tante dan om harus pergi menemui rekan- rekan yang lain." Ucap Elina.
"Aku ambilkan kamu makanan dulu." Ucap Bara setelah kepergian ke dua orang tuanya. Rora menganggukkan kepalanya.
"Kamu sudah liha belum? Tatapan tuan Dika.. Tatapan itu hanya tertuju pada satu perempuan cantik yang duduk tepat di sampingnya." Ucap seseorang yang duduk tepat di samping meja Rora.
"Apa maksudmu nona Lyra?" Tanya gadis yang lain.
"Ahh.. Jadi perempuan itu nona Lyra.. Tapi sungguh perempuan itu sangat- sangat cantik. Mereka berdua sangat cocok."
"Tentu saja. Bahkan aku sempat mendengar bahwa tuan Dika ingin melamar seseorang setelah acara ini. Apa itu mungkin nonan Lyra?" Tebak perempuan itu.
Rora yang mendengar percakapan mereka hanya bisa menundukkan kepalanya sambil meremat kedua tangannya.
Lyra... Jadi selama ini apa yang dulu sempat ia pikirkan benar, Dika hanya ingin mempermainkan dirinya. Batin Rora sambil tersenyum miris. Bahkan dirinya tadi sempat merasa senang karena akan bertemu dengan kekasihnya, ia rindu. Sangat.
"Makanan kamu." Ucap Bara sambil meletakkan makannannya di depan Rora.
"Pulang.. Aku ingin pulang.. Aku mohon antar aku pulang.."Ucap Rora.
"Hei.. Kamu kenapa?" Tanya Bara saat melihat kedua mata Rora yang berkaca- kaca.
"Aku mohon antar aku pulang sekarang." Mohon Rora.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak...