Nafisa, gadis istimewa yang terlahir dari seorang ibu yang memiliki kemampuan istimewa. Tumbuh menjadi gadis suram karena kemampuan aneh yang dimiliki.
Melihat tanda kematian lewat pantulan cermin, membuatnya enggan bercermin seumur hidupnya. Suatu ketika ia terpaksa harus berdamai dengan keadaannya sendiri, perlahan ia mulai berubah. Dengan bantuan sang sahabat, ia menolong orang-orang yang memiliki tanda kematian itu sendiri.
Simak kisah menarik Nafisa, kisah persahabatan dan cinta, juga perjuangan seorang gadis menerima takdirnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ERiyy Alma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cermin 10
“Jadi, apa yang harus kulakukan sekarang Arjun?”
Fisa masih terus memikirkan percakapan terakhir bersama Arjuna kemarin, lelaki itu tak memberinya solusi, tapi Arjuna bilang bahwa hanya Fisa sendiri yang mengerti. Dia meminta Fisa memikirkannya matang-matang jika memang ingin membantu Hana.
“Kita tidak bisa mencegah kematian seseorang, tapi kita bisa membantunya meninggalkan dunia dengan tenang, Naf.”
Jawaban Arjuna kemarin berputar-putar di otaknya, hampir semalaman Fisa memikirkan kalimat itu, menurut sang ayah sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain, bukankah itu artinya ini kesempatan Fisa? lagipula mau sampai kapan dia menarik diri dari dunia? hidup bersembunyi dan nyaman dengan segelintir teman saja.
Fisa mengangguk mantap, ia melirik Nuria yang tengah sibuk menyalin materi pelajaran dari bukunya. Gadis itu enggan pergi ke kantin karena diet, memutuskan tetap berada di kelas menyalin materi. “Nuria, boleh aku minta tolong padamu?”
“Hmm, apa Beb? katakan saja.”
“Boleh mengajariku berdandan? aku ingin berlatih menggunakan cermin.”
Nuria meletakkan pena, menatap tajam kearah Fisa berada. Garis bibir tertarik membentuk sebuah lengkungan, menampilkan deretan gigi putih yang berjajar rapi, lesung pipit juga menghiasi wajah manis gadis bermata bulat itu.
“Jamsimanyo, jinjja?”
Fisa menggeplak pundak gadis itu, ia sangat kesal jika Nuria mulai menirukan drama yang sering dilihatnya. “Bicara yang bener, aku nggak ngerti.”
Nuria terkekeh, menggaruk kepala yang tak gatal. Gadis itu membenahi duduknya fokus menghadap Fisa, dua tangan diletakkan di atas bahu. “Kamu serius? kenapa tiba-tiba?”
Fisa menghindari tatapan aneh temannya itu, melihat trio usil masuk kelas sambil tersenyum-senyum, Fisa memberi kode agar keduanya berbincang di luar kelas, malas rasanya jika harus melayani keisengan mereka yang mulai berjalan mendekat. Nuria mengerti menarik tangan Fisa keluar kelas, sebelumnya menyempatkan diri melelet pada tiga siswa yang ngomel-ngomel tak jelas sepeninggal mereka.
Fisa membawa gadis itu duduk di bangku depan kelas, dan kembali mengulangi pertanyaan yang sama.
“Nggak apa-apa, kamu mau nggak?”
“Jelas mau dong, kamu itu cantik lo Fisa. Poles dikit beh makin bersinar tuh, dijamin mereka bertiga nggak akan bisa panggil kamu donat gula lagi,” ucapnya melirik ke dalam kelas.
Fisa tersenyum kecil, selama ini ia tak mempermasalahkan panggilan itu tapi Nuria yang tak terima. “Tapi sebelum itu, aku menginginkan bantuan lain. Apa kamu bersedia?”
“Katakan saja Besti, apapun itu untukmu aku bersedia.”
Fisa tersenyum lebar mengucapkan banyak terima kasih, setelah itu ia mengajak Nuria kembali ke kelas karena kebetulan bel telah berbunyi, hari ini mereka mengikuti pelajaran seperti biasa, rencana sepulang sekolah mereka akan berkumpul di rumah Fisa, Nuria pun berpamitan pada kakak sepupunya, meminta gadis itu berbicara dengan kakeknya di rumah.
Sepulang sekolah Fisa mengajak Arjuna turut serta, mereka kini berkumpul di kamar Fisa. Fisa mulai menceritakan tujuannya mengumpulkan Arjuna dan Nuria, kedua temannya itu menyimak cerita dengan sungguh-sungguh.
“Apa?! i-ini yang kalian katakan benar?” Nuria berdiri berjalan mondar mandir di dalam kamar Fisa, di bawahnya Fisa dan Arjuna memandangnya berkeliling tanpa henti, saat itulah pintu kamar diketuk dari luar dan Kia masuk membawakan beberapa cemilan dan susu hangat.
“Anak-anak, ini ada sedikit cemilan buat teman belajar, dimakan ya. Nuria jangan sungkan, dan kamu Arjuna terimakasih selama ini selalu membantu Fisa,” ucapnya tulus.
“Jangan sungkan Tante, justru Arjun yang harus berterimakasih karena Tante sudah sangat baik pada Arjuna selama ini.”
“Mulutmu itu manis sekali, tante jadi nggak yakin itu ajaran Shella,” kata Kia terkekeh pelan.
“Terimakasih banyak Tan, kalau begitu saya tidak akan sungkan,” kata Nuria meraih susu dan meminumnya separuh, mereka pun menertawakan tingkah gadis itu.
Setelah kepergian Kia, ketiganya kembali berbincang tentang percakapan terakhir, Fisa dan Arjuna menceritakan segalanya. Mereka bersama-sama menyusun rencana untuk mendekati Hana, setidaknya menyelamatkan Hana dari ketiga temannya.
“Jika memang dia harus pergi, setidaknya dia pergi membawa kedamaian, bukan dendam dan sakit karena ketiga temannya itu,” kata Fisa.
“Mereka tidak menganggap Hana teman Fis, mereka hanya memperalat Hana selama ini.”
“Benar yang dikatakan Nuria, Naf. Karena itu kalian harus bisa meyakinkan gadis itu untuk berani melawan Alena dan dua teman lainnya, Hana tak bisa terus seperti ini,” ungkap Arjuna.
Ketiganya saling berbagi ide bagaimana mendekati Hana, mencatatnya dalam sebuah agenda dan berencana mencobanya satu persatu. Kini mereka bertiga adalah satu kelompok, mereka harus bekerja sama dengan baik untuk mendapatkan kesuksesan.
***
Satu persatu rencana telah dijalankan, tapi tak satupun yang membuahkan hasil. Fisa dan Nuria mulai lelah, saat ini mereka berencana melihat tanda kematian Hana, karena itu Nuria telah bersiap dengan cermin di tangannya. Sebenarnya beberapa waktu terakhir ia banyak mengajarkan Fisa berkaca, gadis itu mulai menunjukkan keberaniannya, meski harus melawan traumanya selama ini.
Fisa juga mulai berdandan, meski tipis-tipis saja. Nuria tak henti memujinya terlihat jauh lebih segar dan cantik, Fisa hanya tersenyum mendengar pujian ini.
“Kamu sudah siap Fis? cerminnya udah aku bawa, sekarang kita harus cari Hana.”
Fisa mengangguk setuju, keduanya berkeliling ke kantin, kelas, dan perpustakaan. Tapi tak kunjung menemukan Hana di manapun, Alena dan dua teman lainnya sedang bermain di bawah pohon mangga di samping lapangan sekolah, Fisa melihat makhluk mengerikan mengintai mereka dari atas pohon.
Makhluk bermata merah, rambut panjang dan kuku-kuku hitam itu menyeringai menatap ketiganya, sesekali air liur dari mulutnya yang menganga menetes ke dalam cemilan yang dimakan tiga gadis itu, Fisa mual melihat pemandangan ini, memutuskan mengajak Nuria segera menjauh dari tempat itu.
Fisa memilih abai, ia tak peduli jika makhluk itu memiliki niat jahat pada tiga gadis nakal itu, biarlah saja. Fokusnya kini adalah mencari Hana, jika tak salah waktu gadis itu tinggal sedikit lagi mengingat cahaya putih yang dilihat Fisa kali terakhir sudah menyentuh pinggul.
“Jadi katamu kalau tanda itu sudah sampai pusar maka itu artinya akan segera meninggal?” tanya Nuria, Fisa mengangguk mantap. Setidaknya begitulah yang ia ketahui selama ini.
Beberapa kali Nuria bertanya pada siswa kelas XII, tapi tak satupun dari mereka tahu dimana keberadaan Hana. Disaat seperti ini mereka tak bisa mengandalkan Arjuna, sebab lelaki itu sedang mengikuti lomba beladiri antar SMA di sekolah lain, sudah dua hari tepatnya dan hari ini adalah final.
Fisa masih ingat bagaimana lelaki itu meminta Fisa mendoakannya, sebenarnya Fisa sangat khawatir, takut terjadi apa-apa pada Arjuna, tetapi ia juga harus segera menyelesaikan misi mereka menolong Hana, membuatnya tak punya waktu memikirkan Arjuna. Dalam hati sudah pasrah pada tuhan agar menjaga sahabatnya itu, tak masalah tak menang, yang terpenting pulang dalam keadaan selamat.
“Kak Arjuna gimana ya? menang nggak ya kira-kira sekolah kita?” tanya Nuria di tengah-tengah perjalanan mereka menuju mushola sekolah, itulah tempat terakhir yang belum dikunjungi keduanya.
“Hah, doakan saja, dia dengan hobinya yang ekstrim itu, mana bisa dicegah.”
Nuria tersenyum tipis, ia cukup mengerti bahwa persahabatan antara Fisa dan Arjuna terasa sedikit berbeda, mungkin Fisa murni menganggapnya sebagai sahabat, tapi Nuria tak yakin Arjuna pun demikian.
Nuria mengenyahkan pemikirannya ini saat melihat beberapa siswa siswa ramai di depan toilet wanita di samping mushola, entah apa yang membuat mereka berkumpul di sana.
“Nuria, ada apa ya?”
“Tunggu sebentar biar aku tanya,” jawab Nuria berlari mendekati beberapa siswi yang berjalan menjauhi mushola sambil berbisik-bisik.
Sementara itu Fisa melihat hantu leher panjang berputar-putar di samping pohon asam jawa yang tumbuh besar di belakang toilet, Fisa berlari mendekati makhluk itu. Perasaannya mulai tak nyaman, apalagi ia sempat mendengar bahwa ada gadis pingsan di dalam toilet saat kebetulan berpapasan dengan siswa lain.
“Fisa! itu Hana!” teriak Nuria dari arah belakang, pikiran Fisa tak lagi jernih, ia yakin ini ulah hantu leher panjang yang membuat Hana celaka.
...
Maaf ya telat, updatenya juga cuma bisa sehari sekali. Karena ada beberapa kesibukan di real life. Untuk para pembaca, tolong like komen and vote ya. Agar author makin semangat... 🥰🙏