Luna merupakan anak pertama Raihan Wicaksono yang berusia 23 tahun, dia bekerja pada di kantor swasta sebagai kepala divisi penjualan. Meskipun ayahnya adalah seorang Ahli Bioteknologi dia sama sekali tidak mewarisi bidang pekerjaan ayahnya.
Luna berkhayal bahwa dia ingin mempunyai suami yang di dapat dari rekanan ayahnya seperti kebanyakan film yang dia tonton, sampai pada akhirnya dia ikut ayahnya bekerja dan bertemulah Luna dengan Renzo anak dari rekan bisnis ayahnya. Usia mereka terpaut lebih dari 10 tahun, Luna langsung jatuh hati begitu melihat Renzo. Tapi tidak pada Renzo, dia sama sekali tidak tertarik pada Luna.
"Itu peringatan terakhirku, jika setelah ini kamu tetap keras kepala mendekatiku maka aku tidak akan menghentikannya. Aku akan membawa kamu masuk ke dalam hidupku dan kamu tidak akan bisa keluar lagi," ancaman dari Renzo.
Cegil satu ini nggak bisa di lawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Ruangan Johan itu dipenuhi cahaya redup dari layar monitor. Johan menekan tombol Play sekali lagi pada rekaman CCTV yang telah diperbaiki.
Gambar yang buram perlahan menjadi jelas. Seorang pria dengan hoodie hitam terlihat berdiri di dekat mobil Bimo, menatap sekeliling seolah memastikan tidak ada yang melihatnya. Lalu, sebelum rekaman itu berakhir, pria itu menoleh sekilas ke arah kamera.
Luna membekap mulutnya. “Itu Ivan...”
Renzo yang berdiri di sampingnya mengepalkan tangan. “Brengsek. Dia sadar ada CCTV dan berusaha merusaknya.”
Johan mengangguk. “Benar. Setelah momen ini, rekaman langsung terputus. Tapi untungnya, kenalan saya berhasil memperbaikinya sebelum semua data hilang.”
Tanpa ragu, Johan segera mengirimkan bukti itu ke polisi. Sementara itu, Luna dan Renzo mulai menyusun rencana untuk menghadapi Ivan secara langsung.
"Setelah dari kantor polisi saya akan segera menyusul ke sana, Tuan. Mohon di tunggu dan hati-hati saat tiba di sana, saya juga akan menggerakan beberapa orang agar segera tiba di sana." ucap Johan yang di angguki oleh Renzo.
.
“Aku masih nggak habis pikir,” ujar Luna di dalam mobil Renzo. “Dari mana Ivan bisa punya mobil mewah? Dia cuma pekerja kafe.”
Renzo mengerutkan kening, tangannya erat menggenggam setir. “Aku juga bertanya-tanya soal itu. Ada sesuatu yang dia sembunyikan.”
“Mungkin dia bukan sekadar karyawan biasa. Bisa jadi dia punya koneksi dengan seseorang yang lebih besar. Yang lebih penting dari itu adalah apa motifnya? Kenapa dia mencelakai Bimo?”
Mereka melajukan mobil menuju kos tempat Ivan tinggal.
"Halo Patricia, kami sudah menemukan siapa yang menabrak Bimo. Itu ivan, Bimo tahu siapa dia, sekarang aku dan Renzo sedang menuju ke kostnya untuk menangkap basah." suara Luna tampak panik saat menelpon Patricia.
"Apa? Kalian harus hati-hati, dia pasti orang yang berbahaya!"
Sebelum telepon itu mati, Luna juga sempat mendengar Bimo bicara pada Patricia tentang siapa itu Ivan. Sama dengan Renzo dan Luna, Bimo dan Patricia bingung apa motifnya melakukan semua ini. Sedangkan dia hanya pegawai kafe depan kantor mereka.
.
.
Begitu tiba di kos sederhana itu, mereka berdua keluar dari mobil dengan hati-hati. Mereka saling memberi kode untuk tetap waspada.
“Pintunya nggak terkunci,” gumam Renzo saat meraih gagang pintu.
Renzo menarik Luna ke belakangnya, berjaga-jaga kalau sesuatu terjadi. Dengan gerakan hati-hati, Renzo mendorong pintu hingga terbuka lebar.
Kamar itu berantakan. Baju, kertas, dan beberapa peralatan elektronik rusak berserakan di lantai. Ada foto-foto Luna dan Renzo di sana, bahkan saat mereka menghadiri acara pembukaan Apotek dan Lab Renzo.
“Sepertinya dia sudah tahu kita akan datang,” bisik Luna dengan napas tertahan.
Tiba-tiba, terdengar suara tawa rendah dari sudut ruangan.
Ivan muncul dari kegelapan dengan seringai mengerikan di wajahnya. “Akhirnya... kita bisa bertatap muka, Renzo Kim William.”
Renzo menyipitkan mata. “Jadi selama ini kau memang membuntuti Luna?”
Ivan tertawa lagi, kali ini lebih nyaring. “Oh, lebih dari itu. Aku mengawasi setiap gerakannya. Aku suka ketika memastikan dia aman sama sepertimu bukan? Bahkan aku tidak hanya mengawasi Luna tapi kau juga, Renzo!!"
Luna merinding mendengar nada suara Ivan. Ada kegilaan di sana.
Renzo maju selangkah. “Lalu apa hubungannya dengan Bimo? Kenapa kamu menabraknya?"
Ivan tersenyum miring. “Karena aku tidak suka kehadirannya diantara kau dan kau!" tunjuknya pada Renzo kemudian Luna.
Renzo pun melayangkan pukulan, tapi Ivan cukup lincah untuk menghindarinya. Sempat terjadi perkelahian saling pukul antara keduanya, motif di balik itu masih belum terkuak.
“Aku sudah menunggu saat ini, Renzo,” bisik Ivan sambil mengayunkan pisau kecil yang sejak tadi tersembunyi di balik tangannya.
Renzo berhasil menghindar, tetapi sayatan kecil tetap mengenai lengannya. Luna hendak mendekat, tetapi dalam sekejap, Ivan menariknya dan mengalungkan pisau di lehernya.
Jantung Renzo berdegup kencang. Luna terengah-engah, tubuhnya kaku dalam genggaman Ivan.
“Bajing4n kamu, selama ini aku sudah cukup baik dan ramah pada orang sepertimu!" bisik Luna, suaranya gemetar.
Renzo mengepalkan tangan, napasnya berat. “Lepaskan dia, Ivan.”
Ivan terkekeh. “Tidak semudah itu. Aku ingin melihat wajahmu ketika seseorang yang kau cintai ada dalam genggamanku... siap untuk aku habisi kapan saja.”
Renzo tahu dia tidak bisa bertindak gegabah.
“Kenapa, Ivan?” tanya Renzo, mencoba mengulur waktu. “Kenapa kau melakukan ini?”
Ivan menyeringai. “Apakah sekarang kau sangat ingin tahu siapa aku dan kenapa aku melakukannya?"
Renzo diam sejenak, kata-kata terakhirnya sudah dia ucapkan dengan keras agar para bodyguardnya mendengar. Namun, tampaknya belum ada satu pun yang datang.
"Letakkan ponsel kalian berdua di meja, lalu turuti semua perintahku. Maka aku akan menceritakan kalian dongeng yang sangat ingin kalian dengar!"
.
Johan mengemudikan mobilnya dengan tergesa-gesa, beberapa orang yang dia suruh juga belum tiba di sana. Sedangkan dia mencoba menghubungi Renzo tidak ada jawaban.
Kembali lagi pada Renzo yang tak berdaya melihat Luna ada di tangan Ivan, bibir Renzo berubah pucat pasi. Seluruh tubuhnya mengeluarkan keringat.
"Apa hal ini sudah membunuhmu, Renzo? Apa kali ini aku akan melihatnya secara langsung bagaimana kamu berubah menjadi monster?" seru Ivan.
Luna yang melihat perubahan pada Renzo ketakutan, dia menangis. Tapi dia tidak berteriak, takut hal itu akan memicu Renzo lebih parah. Tapi yang ada di pikiran Luna adalah Ivan mengetahui tentang masa lalu Renzo, dia pernah memukul ayahnya dan melihat ibunya di pukuli.
"Hey cantik, kau tahu dia seorang monster?" tanya Ivan pada Luna. "Tidak kan?"
"Dia bukan monster, dia seseorang yang hatinya tulus, Semua orang pernah mengalami masa lalu yang buruk begitu juga dengan Renzo. Mengapa kamu melakukan ini padanya? Apa salahnya padamu?" teriak Luna.
"Apa salahnya? Tanyakan padanya kenapa dia membunuh adikku?"
Tatapan Renzo sangat tajam menatap Ivan mengucapkan hal tersebut, pikirannya berkecambuk. Apa yang di maksudkan nya?
"IVY? Kau ingat nama itu, Renzo?"
Renzo berusaha mengingat nama itu, tapi tidak ada satu pun dari memorinya yang menampilkan orang dari nama tersebut.
"Kau melakukan ini pada Ivy—ku." Ivan meraih pergelangan tangan Luna dan sedikit menggoresnya dengan pisau, hingga tangan Luna mengeluarkan darah.
"Aaaaa!!"
"Lunaaaa.... " Renzo berusaha melangkah maju tapi Ivan dengan sigap menodongkan pisau.
"Kau membunuh Ivy seperti ini! Kali ini saat yang tepat, aku akan membunuh kesayanganmu ini dengan hal yang sama saat kau membunuh kesayanganku!"
Renzo berteriak dan mendorong tubuh Ivan sekuat tenaganya, Luna pun terpental.
Tidak terima dengan perlakuan Renzo, Ivan lekas bangun dan mengambil pisau yang jatuh di lantai. Menarik Renzo yang juga jatuh tidak jauh dari dirinya.
"Berhenti Ivan Permana, menjauh dari tubuhnya!" teriak Johan mendobrak pintu masuk.
Ivan melepaskan Renzo namun ternyata gerakannya sangat cepat, pisau yang ia bawa sudah menancap di perut Luna. Sebelum akhirnya dia tertawa lepas.
"Lunaaaaaa!!" teriak Renzo, air matanya menetes seketika melihat kekasihnya tergeletak.
.