1% Of Love

"Kak, dia...."

"Tolong tuan, dia mau melukai saya,"ujar Ara dengan muka memelas dan dia langsung bersembunyi di balik tubuh Kendra. Melihat hal tersebut membuat Nadien tampak murka dan tidak mampu menahan amarahnya.

"Hei!"teriaknya seketika karena dia tidak suka melihat wanita lain menyentuh Kendra apalagi itu dilakukan di depan matanya sendiri. Wanita kampungan ini benar-benar menantang nya.

"Hentikan!"Kendra menahan tubuh Nadien yang hendak maju ke arah Ara yang sedang bersembunyi di belakangnya.

"Jangan bersembunyi di belakang kak Kendra ku!"teriak Nadien dengan napas terburu-buru. Dia tidak ingin ada wanita lain yang menyentuh prianya.

"Nadien, jaga emosimu, ini kantor, kamu ingin jadi pusat perhatian banyak orang,"ujar Kendra dengan suara tegasnya. Nadien seketika berhenti dan mulai menangis. Dia memperhatikan sekelilingnya dan mereka tampaknya jadi bahan menarik perhatian bagi orang-orang yang lewat. Nadien sungguh kesal karena Kendra sama sekali tidak menolak saat wanita itu bersembunyi di balik tubuhnya. Kini justru hati Nadien serasa diiris-iris melihat kenyataan bahwa Kendra sedang memarahinya dengan alasan reputasinya akan hancur kalau dia marah-marah. Nadien menangis memelas di hadapan Kendra.

"Kalau kamu sayang dengan karirmu ini, pergilah, jangan memperpanjang masalah ini,"ujar Kendra.

"Kak....hiks...hiks..."

"Aku tidak mau mendengar alasan lagi,"ujar Kendra memotong ucapan Nadien. Hal ini membuat hati Nadien semakin sakit. Dia berlari sambil berurai air mata. Sang asisten mengejar kepergiannya. Kendra hanya bisa memejamkan mata melihat kepergian Nadien.

"Oh, syukurlah,"gumam Ara melihat kepergian Nadien. Tanpa perlu berdebat dengan Mak lampir itu Ara bisa pergi dengan bebas.

"Nona Aurora, anda mau kemana?"tegur Kendra membuat Ara seketika berbalik dan tersenyum tanpa merasa bersalah sedikitpun.

"Ah, tuan Daniswara, maaf saya lupa mengucapkan terima kasih karena sudah menolong saya barusan,"ujar Ara dengan sopan. Karena ini kantor Ara malas mencari bahan berdebat dengannya.

"Hem,"jawab Kendra dengan raut wajah dingin nya.

"Kalau tidak ada urusan kembali saya permisi,"pamit Ara namun suara Kendra kembali menghentikannya.

"Anda mau kemana nona?"tanya kendra kembali. Ara menahan kesalnya karena dihalangi pergi oleh lelaki ini. Alvin yang melihat apa yang terjadi diantara mereka hanya diam sambil menahan tawa karena mereka benar-benar lucu.

"Saya akan kembali bekerja,"sahut Ara sambil berusaha tersenyum ramah meski tampak kalau senyuman itu dibuat-buat.

"Bisakah nona tunjukkan kepada saya ruangan direktur utama?"tanya Kendra meminta pertolongan. Mendengar hal itu Ara merasa kurang nyaman.

"Bukankah tuan sudah bersama resepsionis yang akan menunjukkan tempatnya,"ujar Ara sambil menunjuk salah satu pekerja perusahaan yang mendampingi mereka.

"Bukankah tadi saya sudah menolong nona, alangkah baiknya kalau nona sendiri yang mengantar saya ke ruangan direktur,"ujar Kendra tidak mau kalah.

Akhirnya Ara menyerah juga,"baiklah, saya antar. Saya juga akan menuju ke sana, kita searah."

Kendra tersenyum kecil saat mendengar jawaban Ara. Sikap Kendra ini tampak jelas di mata Alvin, asisten sekaligus sahabat baiknya sejak dulu. Dia tahu Ara bisa membuat mood Kendra kembali seperti dulu. Sikap menentang Ara membuat Kendra penasaran mendekatinya tanpa Kendra sadari.

Aku harap dia adalah jodoh untuk Kendra.

**

Abimanyu baru saja selesai mandi saat seseorang memeluknya dari belakang.

"Anggi?"

"Hmmm, iya sayang,"jawab Anggi dengan nada manjanya. Dia memutar tubuh suaminya dan memeluk tubuh suaminya yang masih bertelanjang dada dan hanya berbalut handuk mencapai pinggang.

"Aku kangen...."bisik Anggi dengan manja di telinga Abimanyu. Dia tahu bahwa Abimanyu selalu tidak bisa menahan diri saat dia merayunya. Abimanyu selalu jatuh dalam pelukan nya berkali-kali.

"Anggi, aku...."

Anggi langsung membungkam suaminya dengan ciumannya.

Akulah yang mampu mengendalikan tubuhmu suamiku, kenapa kamu berusaha ingin melepaskan ku? Tapi sekuat apapun kamu berusaha, tetaplah aku yang akan menjadi pemenang nya.

Anggi menyeringai bahagia.