NovelToon NovelToon
Bunga Yang Layu Di Hati Sahabat

Bunga Yang Layu Di Hati Sahabat

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Wanita
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: icha14

Judul: Bunga yang Layu di Hati Sahabat


Sasa dan Caca adalah sahabat karib sejak SMA. Mereka selalu bersama, berbagi impian, tawa, dan bahkan tangis. Sasa, yang dikenal lembut dan penuh kasih, melanjutkan hidupnya dengan menikahi Arman setelah menyelesaikan kuliah nya, pria yang selama ini menjadi cinta sejatinya. Sementara itu, Caca, yang masih berjuang menemukan cinta sejati, sering merasa kesepian di tengah gemerlap kehidupannya yang tampak sempurna dari luar.

Namun, retakan mulai muncul dalam hubungan persahabatan mereka ketika Caca diam-diam menjalin hubungan terlarang dengan Arman. Perselingkuhan ini dimulai dari pertemuan yang tak disengaja dan berkembang menjadi ikatan penuh godaan yang sulit dipadamkan. Di sisi lain, Sasa merasa ada sesuatu yang berubah, tetapi ia tak pernah membayangkan bahwa sahabat yang paling dipercayainya adalah duri dalam rumah tangganya.

Ketika rahasia itu terungkap, Sasa harus menghadapi penghianatan...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon icha14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

berita tak terduga

Pagi yang cerah mengiringi kehidupan di rumah kecil milik Arman dan Sasa. Angin sepoi-sepoi membawa aroma embun yang segar. Di dapur, Sasa sedang merapikan meja makan. Hari ini ia merasa lebih segar meskipun kehamilannya mulai memberi tantangan kecil seperti mual di pagi hari.

BAB 18: Awal yang Baru

Pagi yang cerah mengiringi kehidupan di rumah kecil milik Arman dan Sasa. Angin sepoi-sepoi membawa aroma embun yang segar. Di dapur, Sasa sedang merapikan meja makan. Hari ini ia merasa lebih segar meskipun kehamilannya mulai memberi tantangan kecil seperti mual di pagi hari.

Arman sudah bersiap untuk berangkat kerja. Namun, pagi itu ada sedikit obrolan yang ingin Sasa sampaikan sebelum suaminya pergi.

"Mas, aku mau ngomong sesuatu," ucap Sasa sambil menuangkan teh ke dalam cangkir Arman.

Arman, yang sedang merapikan dasinya, menoleh dengan senyum tipis. "Apa, Sayang?"

Sasa menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum. "Aku ingin kita mengadakan syukuran kecil untuk kehamilan ini. Kan sudah masuk bulan keempat. Gimana menurut Mas?"

Arman terdiam sejenak. Wajahnya berubah lembut, matanya memperhatikan istrinya dengan penuh kasih. "Itu ide yang bagus, Sayang. Aku setuju. Kita undang orang tua, keluarga dekat, dan beberapa teman, ya?"

Sasa mengangguk penuh semangat. "Iya, Mas. Aku pikir acara kecil-kecilan saja di rumah. Nggak perlu terlalu mewah, yang penting ada doa bersama."

Arman tersenyum lebar kali ini. Ia menghampiri istrinya dan mengecup keningnya. "Baik. Nanti aku bantu urus semuanya. Kamu jangan terlalu capek, ya."

Menyampaikan Kabar pada Orang Tua

Siang itu, setelah Arman berangkat kerja, Sasa memutuskan untuk menghubungi orang tuanya terlebih dahulu. Ia ingin meminta restu sekaligus mengabarkan rencana acara tersebut.

"Assalamualaikum, Bu," sapa Sasa saat teleponnya diangkat.

"Waalaikumsalam, Sasa. Ada apa, Nak? Gimana kabarmu?" tanya ibunya dengan suara hangat.

"Alhamdulillah baik, Bu. Aku mau cerita, ini kehamilan aku sudah masuk bulan keempat. Aku sama Arman mau bikin syukuran kecil-kecilan di rumah. Insya Allah akhir minggu ini," jelas Sasa.

Ibunya terdengar antusias. "Alhamdulillah, Bu senang banget dengarnya! Nanti Bu sama Bapak pasti datang. Kamu butuh apa-apa, kasih tahu Bu, ya. Jangan ragu-ragu."

"Insya Allah, Bu. Terima kasih, ya. Doakan lancar semuanya."

Setelah menutup telepon, Sasa merasa lega. Ia kemudian menghubungi Rahayu, ibu mertuanya. Percakapan mereka berjalan lancar, dan Rahayu juga menyambut kabar itu dengan hangat.

"Syukuran itu memang baik, Nak. Ibu nanti bantu bawain apa, ya? Mungkin makanan kecil atau kue-kue untuk tamu?" tawar Rahayu dengan nada ramah.

Sasa tersenyum dari balik telepon. "Wah, terima kasih, Bu. Kue-kue mungkin cocok sekali. Nanti kita bahas lagi, ya."

Persiapan Acara

Hari-hari berikutnya diisi dengan persiapan. Arman yang sibuk dengan pekerjaannya tetap menyempatkan waktu membantu istrinya. Mereka berdua berdiskusi tentang tamu yang akan diundang, menu makanan, hingga dekorasi sederhana untuk rumah.

"Aku pikir kita pasang lampu-lampu kecil di teras. Biar suasananya lebih hangat," usul Arman suatu malam.

Sasa mengangguk setuju. "Iya, bagus itu. Biar lebih meriah tapi tetap simpel."

Mereka juga membagi tugas. Arman bertanggung jawab memesan makanan dari katering, sementara Sasa mengurus undangan dan kebutuhan lainnya.

Hari Acara

Akhir pekan pun tiba. Pagi itu, rumah kecil mereka sudah terlihat berbeda. Hiasan bunga di sudut ruangan memberikan kesan segar, sementara meja makan penuh dengan hidangan sederhana tapi menggugah selera.

Arman terlihat sibuk menyambut tamu yang mulai berdatangan. Ia mengenakan batik rapi, sementara Sasa tampil anggun dengan dress panjang berwarna pastel yang menutupi perutnya yang mulai terlihat membesar.

Ruang keluarga penuh dengan suasana hangat. Doa bersama dipimpin oleh seorang ustaz yang sudah mereka kenal baik. Setelah doa selesai, acara dilanjutkan dengan makan bersama dan obrolan santai.

"Arman, kami bangga sekali melihat kamu dan Sasa. Kalian saling mendukung dan menciptakan keluarga yang harmonis," ucap Sofyan, ayah Arman, di sela-sela acara.

Arman tersenyum sambil melirik Sasa. "Terima kasih, Ayah. Semua ini juga berkat dukungan Ayah dan Ibu."

Rahayu, yang duduk di samping Sasa, memegang tangan menantunya dengan lembut. "Sasa, kamu jaga kesehatan, ya. Ibu tahu jadi istri itu banyak tantangannya, tapi kamu sudah melakukan yang terbaik."

Mendengar itu, mata Sasa berkaca-kaca. "Terima kasih, Bu. Doa dan dukungan keluarga sangat berarti untuk kami."

Penutup Malam yang Indah

Setelah para tamu pulang, Arman dan Sasa duduk berdua di ruang keluarga yang kini terasa hening. Mereka saling menatap, kemudian tersenyum.

"Mas, terima kasih, ya. Acara ini berjalan lancar berkat bantuan Mas juga," ucap Sasa lembut.

Arman menggenggam tangan istrinya. "Harusnya aku yang berterima kasih. Kamu sudah memberikan kebahagiaan terbesar dalam hidupku. Kamu dan anak kita adalah alasan Mas untuk terus berjuang."

Sasa menyandarkan kepalanya di bahu suaminya, merasa bahagia dan bersyukur. Dalam hatinya, ia yakin mereka mampu menghadapi apapun yang akan datang.

BAB 19: Cahaya Baru

Hari-hari berikutnya berjalan dengan lebih ringan. Meski pekerjaan Arman tetap menumpuk, ia merasa memiliki energi lebih untuk menjalaninya. Ia juga semakin terbuka dengan Sasa, berbagi cerita dan tekanan yang ia rasakan di tempat kerja.

Sementara itu, kehamilan Sasa terus berjalan dengan baik. Ia rutin memeriksakan diri ke dokter kandungan, dan setiap kali mendengar detak jantung bayinya, hatinya penuh dengan harapan dan kebahagiaan.

Suatu malam, ketika mereka sedang berbincang santai, Arman tiba-tiba berkata, "Sayang, aku ingin menamai anak kita nanti dengan nama yang punya arti kuat. Aku ingin dia tumbuh menjadi seseorang yang membawa kebahagiaan dan kebanggaan."

Sasa tersenyum. "Aku setuju, Mas. Nanti kita pikirkan bersama, ya."

Mereka berdua terus merajut mimpi, membangun keluarga kecil mereka dengan cinta dan harapan. Meski tantangan masih akan terus datang, mereka tahu, selama mereka bersama, segalanya akan terasa lebih ringan.

 

Cerita ini menggambarkan perjalanan pasangan muda yang saling mendukung dalam menghadapi dinamika kehidupan. Dukungan keluarga, cinta, dan komunikasi menjadi fondasi yang menguatkan mereka dalam setiap langkah.

Arman sudah bersiap untuk berangkat kerja. Namun, pagi itu ada sedikit obrolan yang ingin Sasa sampaikan sebelum suaminya pergi.

"Mas, aku mau ngomong sesuatu," ucap Sasa sambil menuangkan teh ke dalam cangkir Arman.

Arman, yang sedang merapikan dasinya, menoleh dengan senyum tipis. "Apa, Sayang?"

Sasa menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum. "Aku ingin kita mengadakan syukuran kecil untuk kehamilan ini. Kan sudah masuk bulan keempat. Gimana menurut Mas?"

Arman terdiam sejenak. Wajahnya berubah lembut, matanya memperhatikan istrinya dengan penuh kasih. "Itu ide yang bagus, Sayang. Aku setuju. Kita undang orang tua, keluarga dekat, dan beberapa teman, ya?"

Sasa mengangguk penuh semangat. "Iya, Mas. Aku pikir acara kecil-kecilan saja di rumah. Nggak perlu terlalu mewah, yang penting ada doa bersama."

Arman tersenyum lebar kali ini. Ia menghampiri istrinya dan mengecup keningnya. "Baik. Nanti aku bantu urus semuanya. Kamu jangan terlalu capek, ya."

Menyampaikan Kabar pada Orang Tua

Siang itu, setelah Arman berangkat kerja, Sasa memutuskan untuk menghubungi orang tuanya terlebih dahulu. Ia ingin meminta restu sekaligus mengabarkan rencana acara tersebut.

"Assalamualaikum, Bu," sapa Sasa saat teleponnya diangkat.

"Waalaikumsalam, Sasa. Ada apa, Nak? Gimana kabarmu?" tanya ibunya dengan suara hangat.

"Alhamdulillah baik, Bu. Aku mau cerita, ini kehamilan aku sudah masuk bulan keempat. Aku sama Arman mau bikin syukuran kecil-kecilan di rumah. Insya Allah akhir minggu ini," jelas Sasa.

Ibunya terdengar antusias. "Alhamdulillah, Bu senang banget dengarnya! Nanti Bu sama Bapak pasti datang. Kamu butuh apa-apa, kasih tahu Bu, ya. Jangan ragu-ragu."

"Insya Allah, Bu. Terima kasih, ya. Doakan lancar semuanya."

Setelah menutup telepon, Sasa merasa lega. Ia kemudian menghubungi Rahayu, ibu mertuanya. Percakapan mereka berjalan lancar, dan Rahayu juga menyambut kabar itu dengan hangat.

"Syukuran itu memang baik, Nak. Ibu nanti bantu bawain apa, ya? Mungkin makanan kecil atau kue-kue untuk tamu?" tawar Rahayu dengan nada ramah.

Sasa tersenyum dari balik telepon. "Wah, terima kasih, Bu. Kue-kue mungkin cocok sekali. Nanti kita bahas lagi, ya."

Persiapan Acara

Hari-hari berikutnya diisi dengan sibuk dengan pekerjaannya tetap menyempatkan waktu membantu istrinya. Mereka berdua berdiskusi tentang tamu yang akan diundang, menu makanan, hingga dekorasi sederhana untuk rumah.

"Aku pikir kita pasang lampu-lampu kecil di teras. Biar suasananya lebih hangat," usul Arman suatu malam.

Sasa mengangguk setuju. "Iya, bagus itu. Biar lebih meriah tapi tetap simpel."

Mereka juga membagi tugas. Arman bertanggung jawab memesan makanan dari katering, sementara Sasa mengurus undangan dan kebutuhan lainnya.

Melanjutkan Cerita:

Malam itu, setelah mereka selesai mencatat daftar tamu, Sasa tiba-tiba mendengar Arman menghela napas panjang. "Kenapa, Mas?" tanya Sasa sambil melirik wajah suaminya.

Arman terdiam sejenak, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Akhirnya, ia menatap Sasa dengan wajah penuh rasa bersalah. "Aku tadi dapat kabar dari atasan, Sayang. Ada tugas mendadak. Aku harus memantau proyek di luar kota selama satu bulan. Berangkatnya dua hari setelah acara syukuran."

Sasa membeku. Rasa senang dan semangat mempersiapkan acara itu seolah redup sesaat. "Sebulan, Mas? Kok mendadak banget?"

Arman mengangguk pelan. "Iya, proyek ini sebenarnya urusan sensitif. Butuh pengawasan langsung, katanya aku orang yang paling tepat buat tugas ini. Maaf banget ya, Sayang, aku nggak bisa nolak."

Sasa menarik napas dalam-dalam. Ia menunduk, berusaha meredam gejolak hatinya. Sebagai istri, ia paham bahwa pekerjaan suaminya kadang tidak bisa diprediksi, tetapi tetap saja berat mendengar bahwa Arman harus pergi di saat ia sedang membutuhkan kehadirannya.

"Ya udah," jawab Sasa akhirnya, suaranya bergetar kecil. "Kamu pergi aja, Mas. Aku ngerti kok, ini pasti penting."

Arman meraih tangan Sasa, menggenggamnya erat. "Aku janji bakal sering telepon. Kalau ada apa-apa, kamu bilang ke aku. Jangan sungkan, ya?"

Sasa tersenyum kecil, meski matanya sedikit berkaca-kaca. "Iya, Mas. Kamu juga hati-hati di sana."

 

Dua Hari Menuju Syukuran

Keesokan harinya, Sasa berusaha mengalihkan pikirannya dengan menyibukkan diri. Ia menyelesaikan dekorasi rumah bersama Arman, memastikan setiap detail sesuai rencana. Walau hatinya masih sedikit berat dengan kabar keberangkatan suaminya, ia memilih untuk tidak menunjukkan itu.

"Mas, nanti pas acara jangan lupa siapin sambutan kecil ya. Nggak usah panjang-panjang, yang penting ngucapin terima kasih," ujar Sasa sambil menempelkan kertas undangan terakhir di pintu kulkas.

Arman mengangguk sambil tersenyum. "Siap, Bos. Semuanya udah aku catat di kepala."

Di sela-sela kesibukannya, Arman juga menyempatkan diri untuk membereskan barang-barang yang akan ia bawa ke proyek nanti. Ia memastikan dokumen-dokumen penting sudah siap, sekaligus mengecek kendaraan dinas yang akan ia gunakan untuk perjalanan panjang itu.

Malam harinya, mereka duduk di ruang keluarga. Sasa sibuk menyiapkan daftar makanan tambahan untuk acara, sementara Arman membantu mengurutkan nama-nama tamu. Namun di tengah-tengah itu, Sasa tidak bisa menahan diri lagi.

"Mas," panggilnya pelan.

"Iya, Sayang?"

"Kamu yakin nggak bisa minta waktu lebih lama di sini? Maksudku, nggak bisakah kamu berangkat seminggu lagi aja? Aku ngerasa... berat aja kamu pergi di saat-saat kayak gini."

Arman berhenti menulis dan menatap istrinya dengan penuh pengertian. "Sayang, kalau aku bisa milih, aku juga nggak mau ninggalin kamu di saat kayak gini. Tapi aku harus tanggung jawab. Nanti aku usahain pulang pas weekend, biar kita nggak terlalu lama pisah."

Sasa hanya mengangguk, meski di hatinya masih ada rasa khawatir yang sulit dihilangkan.

 

1
Ani Aqsa
ceritanya bagus.tp knapa kayak monoton ya agak bosan bacanya..maaf y thor
Lili Inggrid
lanjut
✨HUEVITOSDEITACHI✨🍳
Wuih, nggak sabar lanjutin!
Android 17
Terharu sedih bercampur aduk.
Mắm tôm
Suka banget sama karakter yang kamu buat thor, semoga terus berkembang.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!