"Aku istrimu, Aditya! Bukan dia!" Aurelia menatap suaminya yang berdiri di ambang pintu, tangan masih menggenggam jemari Karina. Hatinya robek. Lima tahun pernikahan dihancurkan dalam sekejap.
Aditya mendesah. "Aku mencintainya, Aurel. Kau harus mengerti."
Mengerti? Bagaimana mungkin? Rumah tangga yang ia bangun dengan cinta kini menjadi puing. Karina tersenyum menang, seolah Aurelia hanya bayang-bayang masa lalu.
Tapi Aurelia bukan wanita lemah. Jika Aditya pikir ia akan meratap dan menerima, ia salah besar. Pengkhianatan ini harus dibayar—dengan cara yang tak akan pernah mereka duga.
Jangan lupa like, komentar, subscribe ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2 – LEBIH DARI SEKADAR PENGKHIANATAN
Langit sore meredup, menghamparkan warna oranye keemasan di cakrawala. Kota ini sibuk seperti biasa, tapi di dalam kafe mewah tempat Aurelia berdiri sekarang, waktu seolah berhenti. Pandangannya tajam menatap sepasang mata yang sejak tadi menunggunya.
Karina.
Wanita yang dengan bangga menyandang status sebagai orang ketiga dalam pernikahan Aurelia. Wanita yang kini duduk angkuh di sudut ruangan dengan kopi yang masih mengepul di hadapannya.
Aurelia menarik napas, mengendalikan detak jantungnya yang sempat berdebar lebih cepat. Tidak ada gunanya marah. Tidak ada gunanya menangis. Yang ada hanyalah rasa jijik.
Dengan langkah tenang, ia berjalan menuju meja itu. Karina menoleh dan menyunggingkan senyum penuh kemenangan.
"Tak kusangka kau benar-benar datang, Aurelia."
Aurelia menarik kursi di hadapan Karina, duduk dengan elegan, lalu menyilangkan kakinya. Tatapannya dingin, senyum tipis terukir di bibirnya.
"Dan aku juga tak menyangka kau punya keberanian untuk mengajakku bertemu setelah merebut suami orang."
Karina terkekeh, menyesap kopinya perlahan. "Rebut? Jangan naif, Aurel. Aditya datang padaku dengan sukarela."
Aurelia mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap Karina dengan sorot mata yang membuat wanita itu sedikit gelisah. "Oh, jadi kau bangga karena seorang pria yang menikahiku selama lima tahun, berbagi ranjang denganku, menyentuhku dengan janji manisnya, tapi tetap mencari wanita lain? Itu bukan prestasi, Karina. Itu hanya menunjukkan kau tidak lebih dari tempat persinggahan sementara."
Karina tersenyum sinis. "Aku yang ada di sisinya sekarang."
Aurelia tertawa kecil. "Sekarang? Ah, betapa lucunya. Kau pikir kau yang pertama?"
Karina terdiam sesaat. "Maksudmu?"
Aurelia bersandar ke belakang, memainkan jari di gelasnya dengan santai. "Kau pikir aku tidak tahu? Sebelum kau, ada wanita lain. Dan sebelum wanita itu, ada yang lainnya lagi. Kau hanya bagian dari daftar panjang, Karina. Tidak istimewa. Tidak berbeda. Dan sebentar lagi, kau juga akan digantikan."
Karina menggigit bibirnya, tampak tersinggung. Tapi dengan cepat ia menegakkan punggungnya, berusaha menunjukkan kepercayaan diri yang mulai goyah.
"Aku berbeda."
Aurelia mengangkat alisnya. "Benarkah? Coba tebak, apa yang dikatakan Aditya saat bersamamu?"
Karina mengerutkan kening.
"Ia mengatakan kau istimewa?" lanjut Aurelia. "Ia mengatakan kau satu-satunya? Bahwa ia akhirnya menemukan kebahagiaan sejati bersamamu?"
Wajah Karina mulai pucat.
"Aku pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya, Karina. Persis seperti itu." Aurelia tersenyum tipis. "Dan tebak? Aku mendengar kata-kata yang sama saat ia bersama wanita lain sebelum kau. Kau pikir Aditya berubah? Tidak, sayang. Kau hanya korban selanjutnya."
Karina menatap Aurelia dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Ada kemarahan di sana, tapi juga ketakutan.
"Omong kosong," gumamnya.
Aurelia menyandarkan punggungnya ke kursi. "Lihat saja nanti."
Pertemuan itu seharusnya berakhir di sana. Seharusnya ia cukup beranjak dan meninggalkan Karina dengan pikirannya yang kacau. Tapi sesuatu terjadi.
Saat Aurelia berjalan keluar dari kafe, seseorang berdiri di seberang jalan.
Seorang wanita.
Mata mereka bertemu. Wanita itu membeku, wajahnya pucat pasi.
Dan Aurelia mengenalnya.
Hatinya berdesir, bukan karena sedih, tapi karena ia tahu Persis bagaimana kelanjutan dari semua ini.
Wanita itu berjalan mendekat, langkahnya ragu-ragu. Tapi sebelum ia sempat membuka mulut, sebuah suara lain menyela.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Suara Karina.
Aurelia menoleh, menatap Karina yang kini berdiri dengan ekspresi penuh amarah. Berbeda dari tadi, kini Karina tak lagi menampilkan senyum sombongnya.
"Apa yang kau inginkan dariku, Aurelia?" suara Karina bergetar, tapi bukan karena takut. Lebih kepada kebencian yang membuncah.
Aurelia tetap tenang. "Aku?" Ia mengangkat bahu. "Aku tidak menginginkan apa pun darimu, Karina. Justru kau yang menginginkan sesuatu dariku—suamiku."
Wajah Karina memerah. "Dia bukan suamimu lagi! Dia memilihku!"
Aurelia mendekat, menatapnya dalam-dalam. "Benarkah? Atau kau hanya pilihan sementara?"
Karina mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Cukup!" bentaknya. "Aku muak dengan kata-katamu. Aku tidak peduli berapa banyak wanita sebelum aku, yang jelas sekarang aku yang bersamanya!"
Aurelia tertawa pelan. "Oh, Karina... Kau tidak mengerti, ya?"
"Apa lagi?" Karina mendesis.
Aurelia menyunggingkan senyum dingin. "Lihat ke belakangmu."
Karina ragu, tapi akhirnya menoleh.
Wanita tadi masih berdiri di sana, wajahnya tampak lebih pucat dari sebelumnya.
"Siapa dia?" tanya Karina, suaranya mulai melemah.
Wanita itu akhirnya bicara, suaranya gemetar. "Aku mantan pacar Aditya."
Karina tertawa sinis. "Dan kau pikir aku peduli?"
Wanita itu menatapnya dengan mata yang penuh luka. "Aku hanya ingin memperingatkanmu."
Karina melipat tangan di dada. "Peringatan? Untuk apa?"
Wanita itu menelan ludah. "Karena aku pernah ada di posisimu. Dulu, aku juga berpikir bahwa aku adalah satu-satunya. Bahwa Aditya memilihku dengan tulus. Bahwa ia meninggalkan semua wanitanya untukku termasuk istrinya."
Karina menggigit bibirnya, mulai tak nyaman.
"Tapi kemudian, dia mulai berubah," lanjut wanita itu. "Sama seperti dia berubah dari Aurelia kepadamu. Dan aku yakin, setelah ini, akan ada wanita lain setelahmu."
Karina menggeleng cepat. "Tidak. Aku berbeda."
Aurelia tersenyum miring. "Sama seperti aku dulu berpikir bahwa aku berbeda."
Karina terdiam.
Aurelia mendekat, membisikkan sesuatu di telinga Karina, suaranya rendah namun menusuk.
"Aditya tidak pernah memilih siapa pun, Karina. Dia hanya memilih kesenangannya sendiri."
Karina menegang. Matanya melebar, seolah kenyataan itu menghantamnya tanpa ampun.
Aurelia menatapnya sekali lagi sebelum berbalik pada wanita di sampingnya. "Ayo pergi."
Wanita itu mengangguk pelan, dan bersama-sama, mereka melangkah meninggalkan Karina yang kini berdiri di sana dengan ekspresi yang tak lagi sombong, tapi penuh kebingungan dan ketakutan.
Karena untuk pertama kalinya, ia mulai meragukan segalanya.
Aurelia melangkah pergi dengan langkah ringan, seolah beban yang selama ini menekan dadanya perlahan menghilang. Angin sore membelai rambutnya, membawa serta kelegaan yang begitu nikmat.
Namun sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu, ia menoleh sekali lagi ke arah Karina.
Wanita itu masih berdiri terpaku, wajahnya pucat, bibirnya sedikit terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada suara yang keluar. Sorot matanya penuh kebingungan, kemarahan, dan ketakutan yang bercampur jadi satu.
Aurelia tersenyum tipis. Tidak ada belas kasihan. Hanya rasa puas yang tak terbendung.
Akhirnya.
Akhirnya Karina merasakan sedikit dari apa yang ia alami selama lima tahun bersama Aditya.
Tapi ini belum seberapa.
Aurelia kembali mendekat, berdiri tepat di hadapan Karina yang masih membeku. Dengan nada santai, ia menurunkan suaranya, cukup untuk membuat Karina semakin terhantam kenyataan.
"Ini baru satu wanita yang kuberitahu padamu, Karina."
Karina tersentak. "Apa maksudmu?" suaranya gemetar.
Aurelia menyeringai, menikmati bagaimana Karina mulai kehilangan pijakan. "Selama lima tahun aku bersamanya, ada lebih dari satu wanita sepertimu. Aku bisa memberitahumu satu per satu, kalau kau mau."
Karina menggeleng cepat, matanya membulat penuh ketakutan. "Kau berbohong. Aku tidak percaya!"
Aurelia tertawa kecil, suara tawanya begitu tenang tapi menusuk tepat ke jantung. "Tentu saja kau tidak percaya. Sama seperti aku dulu tidak percaya ketika ada yang memberitahuku."
Karina mencengkeram ujung bajunya sendiri, napasnya mulai tersengal. Ia berusaha keras menyangkal, tapi wajahnya tak bisa menyembunyikan kenyataan bahwa pikirannya mulai dipenuhi keraguan.
"Jangan khawatir," lanjut Aurelia, masih dengan senyuman penuh kemenangan. "Kau akan tahu sendiri pada waktunya. Aku hanya membantumu menghemat waktu sebelum kau jatuh lebih dalam ke lubang yang sama."
Karina menutup matanya erat, menggigit bibirnya hingga hampir berdarah.
Aurelia menikmati pemandangan itu. Betapa nikmatnya melihat Karina yang sebelumnya penuh kesombongan kini mulai hancur perlahan.
Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Karina dengan pikirannya yang berkecamuk.
Langkah Aurelia semakin ringan. Ia menegakkan punggungnya, menarik napas panjang, dan membiarkan angin membawa semua sisa kepedihan masa lalunya.
Di belakangnya, Karina masih berdiri di tempat yang sama, dengan wajah yang tak lagi penuh percaya diri.
Tepat sebelum Aurelia benar-benar menghilang dari pandangan, ia berhenti sejenak dan menoleh.
Dengan suara yang nyaris seperti bisikan tapi cukup keras untuk menusuk Karina hingga ke tulang, ia berkata:
"Aditya tak pernah benar-benar memilih siapa pun. Dia hanya memilih siapa yang bisa dia manfaatkan saat ini."
Dan setelah itu, ia pergi, meninggalkan Karina dengan dunia yang tiba-tiba terasa runtuh di sekelilingnya.
Bersambung.
kadang dituliskan "Aurelnya pergi meninggalkan ruangan tsb dengan Anggun"
Namun.. berlanjut, kalau Aurel masih ada kembali diruangan tsb 😁😁🙏