"Dasar brengsek! Kadal burik! Seumur hidup aku gak mau ketemu kamu lagi. Bahkan meskipun kamu mati, aku doain kamu susah menjemput ajal."
"Siapa yang sekarat?" Kanya terhenyak dan menemukan seorang pria di belakangnya. Sebelah tangannya memegang kantung kresek, sebelah lagi memasukan gorengan ke dalam mulutnya.
"Kadal burik," jawab Kanya asal.
"Kadal pake segala di sumpahin, ati- ati nanti kena tulah sumpah sendiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maaf
Alan duduk di kursi bar di sebuah club. Di depannya ada minuman bening dengan beberapa buih di atasnya.
Tangan Alan terangkat ke atas untuk kembali meminta bartender menuang minuman yang baru saja dia teguk hingga tandas.
Untuk pertama kalinya di usianya yang ke 29 tahun, dia memasuki tempat itu. Bukan untuk pertama juga. Beberapa kali dia memasuki tempat tersebut. Hanya saja Alan selalu bertahan tanpa minum alkohol. Dan kali ini dia datang karena benar-benar ingin minum. Berharap bisa melupakan semua kesakitannya. Orang tuanya sendiri yang mengkhianatinya. Memaksanya menikahi Sonya hanya karena mereka tak mau Rio menikahi Sonya. Alan bahkan harus menyakiti Kanya karena menuruti keinginan mereka, yang nyatanya benar-benar menipunya. Dulu saat Alan berkata ingin menikahi Kanya mereka memberikan kebebasan untuknya melakukannya sendiri bahkan tak ikut saat Alan datang melamar Kanya pada orang tuanya. Namun ternyata hal itu mereka lakukan sebab mereka tak peduli padanya.
Sejak dulu, Alan memang hanya mendapati sisa Rio. Jika ada sesuatu, orang tuanya akan mendahulukan Rio. Alan kira dengan berjalannya waktu mereka bisa berubah. Apalagi saat Rio di penjara, mereka benar-benar bergantung padanya. Mengandalkan uangnya, hasil kerja kerasanya. Namun ternyata dia hanya menjadi ladang uang yang mereka manfaatkan untuk anak kesayangan mereka.
Dulu Alan berpikir apakah dia bukan anak mereka, hingga mereka lebih menyayangi Rio. Namun saat Alan dewasa dia tahu jika dia memang anak kandung mereka. Hanya saja sikap Rio yang lebih humoris dan humble membuat orang tuanya lebih menyayangi Rio. Padahal mereka tak tahu jika Rio anak nakal diluar rumah. Saat Alan mulai bekerja, Rio masih terus bergantung pada orang tua yang bahkan menggunakan gajinya. Bahkan saat Rio masuk penjara sebab mencuri di sebuah mini market, mereka tetap menyayangi Rio tanpa syarat.
Alan kembali meneguk hingga tandas minumannya, lalu kembali menuangnya. Begitu terus berulang hingga dia benar-benar mabuk.
Alan merogoh sakunya untuk menemukan ponselnya. Susah payah dia mencari nama Kanya ditengah kesadarannya yang mulai tipis, matanya bahkan menyipit saking tak jelasnya pandangan matanya. Hingga dia menemukannya, dan Alan tersenyum. Menekan nomer tersebut berulang kali hingga terdengar suara lembut Kanya di sebrang sana.
"Hallo, siapa?"
"Anya-"
......
Kanya sedang duduk di meja rias untuk membersihkan make up yang menempel seharian sebab acara syukuran bayi Arga dan Mily. Siang tadi juga Sofi gunakan untuk mengenalkannya pada Joe, putra dari temannya.
Kanya rasa Joe tidak buruk, dia lumayan tampan, juga sopan. Namun Kanya juga tak bisa memutuskan hanya dengan sekali bertemu. Jadi, dia tak menolak saat Joe mengajaknya untuk pergi makan siang besok.
Kanya akan naik ke tempat tidur saat mendengar ponselnya berdering. Kanya mengeryit saat melihat nomer yang tidak di kenal, hingga tangannya bergulir untuk menggeser tombol hijau, barulah dia tahu siapa si pemanggil.
"Hallo, siapa?"
"Anya, ini aku." Kanya mengeryit saat mendengar suara Alan. Dari mana pria itu tahu nomer ponselnya? Sialan memang!
Kanya hendak mengabaikan dengan mematikan telepon dari Alan tersebut, namun pria itu memohon dengan suara lirih. "Tolong, jangan matikan. Sebentar aja ... bisakah kamu dengarkan aku?"
"Mau apa lagi sih?" jelas Kanya kesal. Alan tak berhenti mengganggunya.
"Anya, aku cinta kamu. Sampai kapan pun ... gak akan berubah." Kanya tertegun. "Apa yang terjadi dulu adalah kesalahanku. Aku yang bodoh." Alan terkekeh, lalu menangis. "Aku nyesel."
Kanya tak bisa tak terkejut mendengar suara Alan yang berubah-ubah. "Kamu mabuk?"
"Aku harap aku mabuk dan lupa semuanya. Tapi Anya, semakin aku minum, aku semakin ingat kesalahanku. Aku rasa ... mereka bohong, minuman ini tidak bisa membuat aku melupakan kamu."
"Hentikan minumnya, Mas. Kamu harus pulang dan tidur." hanya itu yang bisa Kanya ucapkan.
"Pulang?" Alan kembali terkekeh. "Aku gak bisa pulang, Anya. Selama ini aku rasa aku bahkan gak punya tempat untuk pulang. Mereka semua berkhianat."
"Kamu meracau gak jelas." Kanya akan mematikan teleponnya, sebelum dia mendengar suara di seberang sana.
"Hallo?" Suara pria lain, dan bukan Alan.
"Ya?"
"Maaf, Mbak. Masnya pingsan." Kanya berdiri dari duduknya. "Apa?"
"Mbaknya bisa jemput?"
Kanya terdiam beberapa saat. "Saya bukan Siapa-siapanya."
Hening. "Tapi, saya harus gimana Mbak?" Kanya menggigit bibirnya. 'Ini untuk kemanusiaan.' gumamnya. "Ya sudah." Kanya meraih jaket lalu keluar dari kamarnya.
Saat keluar kamar Kanya melihat Arga belum tidur. "Bang pinjem kunci mobil," ucapnya dengan menengadah.
"Tuh di meja. Mau kemana, Dek? Udah malem loh?" Arga melihat jam di dinding menunjukkan pukul 11 malam.
Kanya melipat bibirnya. "Ada yang mau aku beli. Kebutuhan wanita, bang." Kanya segera meraih kunci lalu pergi sebelum Arga kembali bertanya. Tidak mungkin kan, dia mengatakan akan menjemput Alan. Bisa geger seluruh rumah.
Kanya memasuki mobil setelah menekan kunci membuat pintu mobil terbuka, lalu memacu mobilnya keluar pelaratan.
Kanya meringis melihat dirinya yang sudah mengenakan piyama, memasuki Klub malam. Beruntung ada jaket yang menutupi bagian atas tubuhnya.
Saat akan masuk Kanya di hadang dua orang berbadan besar hingga Kanya hanya bisa berdecak kesal.
"Saya cuma mau ambil temen saya yang mabuk di dalam Pak, dia pingsan, kalau dia kenapa- napa, anda mau bertanggung jawab?" Kanya lagi- lagi berdecak kesal. Merepotkan sekali Si Alan ini.
"Baik, kalau begitu saya antar."
"Itu lebih bagus, Pak." Lagi pula Kanya juga tak berniat untuk disana terlalu lama.
Benar saja saat masuk dia melihat Alan di meja bar dengan wajah menelungkup.
"Bapak bisa bantu bawa dia ke mobil kan?" Tubuh Alan pasti berat dan Kanya tidak mungkin membawanya sendiri.
Setelah drama membawa Alan dari dalam bar sekarang Kanya berpikir bagaimana mengantar pria ini pulang. Jika dulu dia hanya sekali datang ke rumah Alan dan bertemu orang tuanya. Kanya rasa tak mungkin dia mengantar Alan kesana, mengingat jika orang tua Alan saat itu tak terlalu menangapinya. Tapi jika tidak ke sana kemana dia harus pergi. Atau dia harus menghubungi Sonya?
Tidak! Kanya menggerakkan tangannya untuk mulai melaju, sebaiknya dia mencari hotel saja.
Tiba di hotel Kanya meninggalkan Alan di mobil sementara dia melakukan chek in, baru saja keluar Kanya ingat dia tidak sempat mengambil dompetnya karena terlalu terburu-buru.
Kanya berdecak lalu melihat Alan yang sudah mulai tersadar dengan meracaukan namanya.
Kanya kembali masuk dan memeriksa tubuh Alan. Saat menemukan apa yang dia cari Kanya segera masuk untuk memesan kamar hotel.
Setelah semua proses dilakukan, Kanya tinggal membayar biaya kamar hotel yang dia pesan. Kanya membuka dompet Alan yang dia ambil dari saku pria itu lalu meringis saat hanya ada dua lembar uang berwarna merah di dalamnya.
Kanya mengeluarkan kartu atm lalu menyerahkannya pada resepsionis. Dan kini dia hanya bisa menggigit bibirnya saat memikirkan kata sandi benda itu.
"Silahkan di tekan kata sandinya," ujar si petugas.
Tangan Kanya bergerak dengan gemetar. Jika dulu dia tahu kata sandi semua akun Alan mulai dari debit, atm, bahkan akun- akun media sosial pria itu. Sebab semuanya memakai kata sandi yang sama yaitu ulang tahunnya. Tapi sekarang?
Kanya menghela nafasnya. Kalau ini tidak bisa terpaksa dia pesan di tempat lain yang bisa menggunakan uang dua lembar milik Alan.
Kanya menekan enam angka, hingga seketika mesin pembayaran itu berbunyi.
Kanya menghela nafasnya saat pembayaran sukses. Namun dia juga tak bisa tak percaya, jika Alan masih menggunakan hari ulang tahunnya untuk kata sandinya.
"Silahkan, Bu. Kamar nomer 302." Kanya mengambil kunci dari resepsionis dan kembali untuk membawa Alan.
Saat tiba di mobilnya Kanya tak melihat Alan ada di dalam, hingga dia mengedarkan pandangannya untuk mencari Alan.
"Ngerepotin banget sih." Kanya menghampiri Alan yang ternyata berjongkok di sudut parkiran dengan muntahan di sebelahnya.
"Astaga!" Kanya benar-benar ingin memukul kepala pria ini.
Dengan susah payah Kanya membawa Alan masuk dan menaiki lift untuk menuju kamar yang sudah dia pesan.
Selama perjalanan, Alan terus bergumam namanya tanpa bosan, lalu kata maaf yang membuat Kanya semakin dilema.
"Anya, maaf."
"Maaf, maaf, Anya."
"Maaf."
Kanya tercenung dengan tatapan kosong...
Sedang apa dia sekarang? Menolong pria yang dulu menyakiti bahkan mengkhianatinya. Untuk apa? Kenapa? Dan sekarang dia justru ingin menangis. Kanya menggerakkan langkahnya secepat yang dia bisa, agar semua cepat selesai dan dia bisa pulang.
...
Hai, aku lagi sakit jadi gak bisa up cepat- cepat. Satu bab ini aja aku ketik dua hari karena pelan- pelan. Mohon doanya ya semua agar aku sehat selalu🙏
semangat..
semangat..💪
alan sj blm cerai kasian kanya bs di blng pelakor wlu pernikahan alan tnpa cinta.
bisa laku tinggi, gk lama lg kan idul adha/Silent/
wlu sekrng kanya tau tetap aja kanya dpt bekas alias duda apalagi blm resmi cerai lg sm sonya.
bikin greget si alan ini,makan tuh rs kasihanmu