Kisah cinta diantara para sahabat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunshine_1908, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Nicya
"Jer, gue butuh persetujuan lo untuk operasi. Benturannya memang cukup keras, dan gue rasa dia membentur ranjau Jer. Ada beberapa paku berkarat yang menancap di kepalanya. dan itu melukai pembuluh darah. Resiko infeksinya tinggi. Gue harus melakukan tindakan sekarang." Tanpa pikir panjang Jery langsung menandatangani formulir persetujuan operasi yang dipegang oleh perawat.
"Gue percaya sama lo Kak." Ciara mengangguk paham.
Lampu ruangan operasi pun menyala. Suasana berubah tegang baik di dalam maupun di luar ruangan operasi.
"Gimana Cya?" Adrian datang menghampiri Jery juga Juan di paviliun VIP.
"Lo tahu dari mana?" tanya Jery dengan nada yang terdengar datar.
"Ciara teman kuliah gue, kita juga ada di bagian yang sama."
"Siapa Jer?" tanya Juan kebingungan.
"Kakak sepupunya Hazel. Dia yang tinggal bareng kita sekarang." Juan yang awalnya hampir terpancing emosi, perlahan mereda.
Entah kenapa ia merasa tidak suka karena ada seorang pria yang mencemaskan Nicya selain Jery. Seolah perasaan yang pernah tersembunyi selama ini berontak untuk keluar dari dalam dirinya.
Jika itu Jery, ia masih bisa paham. Mau bagaimanapun ia adalah orang pertama yang mengetahui perihal pernikahan mereka. Tapi jika itu orang lain, bahkan Jishan dan Khaizan sekalipun ia tak bisa membenarkannya.
"Asal lo tau segelisah apa gue pengen hajar mereka sekarang." batin Juan ketika ia tengah berjuang keras menahan Khaizan bersama Jery.
"Kenapa bisa sih Jer?" Adrian membawa tubuh Jery untuk duduk di kursi tunggu bersama dengan Juan.
"Khaizan dan Jishan ribut cuma karena berebut jadi Brand Ambassador butik bareng Nicya." jelasnya yang membuat Adrian bingung.
Adrian memang tidak mengenal mereka sedekat Ciara, tapi Adrian tahu siapa anggota Dreamers karena sering berkunjung ke kediaman Ciara semasa kuliah.
Meski hanya dengan menatap mereka dari arah balkon kamar Ciara. Namun ia cukup hafal dan bisa membedakan siapapun diantara mereka.
"Awalnya cuma ada kita, gue gak tahu kapan dan kenapa Nicya bisa sampai disana. Pas Narendra maju, berdiri di tengah untuk jadi pembatas. Tiba-tiba aja Khaizan mukul. Apesnya Nicya yang kena." jelas Jery kepada Adrian.
"Kalau cuma kena pukul, kenapa bisa sampai operasi?"
"Kepalanya terbentur trotoar, menurut Kak Ciara kepalanya membentur ranjau. Ada beberapa paku berkarat yang bersarang di kepalanya. Gue gak tahu, ini semua tiba-tiba." Perlahan air mata itu jatuh.
Air mata yang berusaha keras untuk ia tahan sejak melihat Nicya terluka. Adrian seolah membuatnya nyaman. Hingga semua cerita itu mengalir begitu saja.
Adrian pun menarik kepala Jaryan untuk bersandar di bahunya. Ia menepuk-nepuk pundak Jaryan berusaha memberinya kekuatan.
"Gue gagal jaga dia, gue gagal jaga adek lo." Adrian tak memberi pendapat apapun, ia hanya memberikan Jery sebuah pelukan hangat. Karena memang hanya itu yang ia butuhkan.
Juan merasa terharu ketika melihat kedekatan keduanya. Hingga ia sama sekali tidak menyadari bahwa ponselnya telah bergetar sedari tadi.
"Sial, dia gak angkat!!" umpat Jishan juga Khaizan yang terus menerus menelfon nomor pribadi Juan juga Jaryan.
Mereka kesulitan untuk masuk. Meskipun para anggota medis di rumah sakit telah mengetahui identitas Khaizan sebagai pewaris. Namun area VIP masih begitu terlarang untuknya.
"Mbak tahu siapa saya, kenapa gak bisa bantu? Dia teman saya." bentak Khaizan kepada petugas administrasi di paviliun VIP.
Ia tak bisa mencarinya sendiri. Bangsal VIP terdiri dari sekitar lima belas paviliun. Dan biasanya setiap bangsal akan dijaga oleh petugas keamanan terlatih. Mereka tak bisa menerobos masuk.
"Atau Mbak bisa panggil kakak saya?" Khaizan mencoba bernegosiasi.
"Dokter Ciara sedang ada operasi darurat. Tapi meskipun ada beliau, kalian tetap tak diizinkan masuk."
"Tapi saya butuh!" bentak Khaizan mengamuk. "Nyawa seseorang yang begitu kami cintai sedang berada dalam bahaya!!"
"Maaf Mas, tapi kerahasiaan Bangsal VIP kami selalu berada dalam skala prioritas. Bahkan ayah dan ibu Anda pun tetap tidak diizinkan untuk masuk." tegas sang petugas.
Mereka berlima nampak begitu panik. Telfon yang mereka tuju untuk Jery maupun Juan masih belum mendapatkan respon. Hingga akhirnya Adrian keluar, dan Khaizan mencegatnya.
"Gue tau lo. Lo teman kakak gue kan, Ciara? Please bantu gue Bang?" pintanya kepada Adrian.
"Lo Khaizan?" pemuda itu mengangguk.
Bugh!!!! Sebuah pukulan mendarat di wajah Khaizan, setelah Adrian bersitatap dengannya.
"Sialan lo bangsat!!" Marvin dan Narendra membantu Khaizan untuk berdiri.
"Kenapa lo pukul gue?" emosi Khaizan.
"Karena lo yang udah duluan pukul Hazel sampai koma!" bentaknya.
Semua orang terdiam. Hazel?? Itu adalah nama yang dipakai Nicya di dalam keluarga besarnya. Selain keluarga inti, hanya Jery yang memanggilnya seperti itu.
"Hazel? Lo kenal sama Nicya? Lo siapanya?" bukannya memikirkan keadaan Nicya, ia malah kembali dihantui perasaan cemburunya kala ada seorang lelaki yang lebih mengenal Nicya dari padanya.
"Asal kalian semua tahu..." Adrian menunjuk wajah mereka satu persatu.
"Gue adalah Dokter Adrian Emmanuel Quincy." mereka tercengang ketika mendengar nama belakang Adrian.
"Gue kakak dari cewek yang udah lo tonjok sampai koma!" Adrian mendorong keras tubuh Khaizan hingga terjengkang jatuh kebelakang.
tidak ada petugas keamanan yang membantu mereka. Karena bagi Bangsal VIP, prioritas dari keluarga pasien adalah yang utama. Mereka tidak bisa menyakiti Adrian yang merupakan pihak keluarga. jadi mereka memutuskan untuk hanya menyaksikannya dari kejauhan.
"Maaf, dokter. Saya Mahasiswa Kedokteran di bawah bimbingan dr. Cipta Raksha." Ren memberanikan dirinya untuk maju dan bernegosiasi dengan Adrian.
"Ren..." Ren mengangkat tangannya mencoba menahan Marvin yang hendak menghentikannya.
"Kita serahkan sama Narendra." Jishan menarik mundur lengan Marvin.
"Boleh saya tahu bagaimana kondisi Nicya sekarang. Kami hanya ingin tahu keadaannya Dokter."
Adrian menghembuskan nafasnya kasar. Cara Ren bertanya kepadanya cukup tenang dan terdengar professional. Sebagai sesama dokter, ia pun mengajak Ren untuk bicara berdua dengannya.
"Ikut saya." Ranendra pun meyakinkan kawan-kawannya untuk menunggu.
Jishan yang telah dipenuhi oleh rasa bersalah, memilih untuk tetap diam dan duduk dengan tenang di kursi pengunjung yang berada tak jauh dari sana.
"Lo bisa setenang ini Ji?" tanya Marvin heran.
"Setelah keributan yang lo bikin tadi, lo malah duduk diam ongkang-ongkang kaki disini!" bentak Khaizan tak terima.
"Kita butuh informasi Cya!!" Jishan bangkit dan menantang mata Khaizan terang-terangan.
"Informasi yang bahkan lo sebagai pemilik aja gak bisa dapetin Bang!" Khaizan terdiam.
"Cuma Bang Ren sekarang yang bisa bantu kita. Kita cuma butuh sabar dan menunggu. Apa susahnya sih?" Jishan mendecih.
"Dan gue, gue emang bikin ribut sama lo. Itu semua karena gue dengar cara lo menceritakan soal Nicya ke Bang Ren! Lo obsessed bang, dan Nicya itu butuh ketulusan. bukan pencitraan!"
"Sialan lo!" Khaizan hendak memukul Jishan kembali, namun Adrian menahan lengannya.
"Lo yakin mau bikin keributan di rumah sakit? Trus setelah ini mau nyakitin siapa lagi lo, Hah!" bentak Adrian yang membuat semuanya diam.
"Ayo ikut saya!" Ren mengikuti Adrian menuju ke ruangan pribadinya yang berada di area rumah sakit utama.
Sementara keempat temannya yang lain masih menunggu di depan pintu masuk bangsa VIP, berharap ada celah lain yang bisa mereka temukan.
"Operasi Kak?"