aku tidak tahu apakah pernikahanku akan berjalan sempurna atau tidak...
aku juga tidak tahu apakah aku mampu melewati pernikahan ini hingga akhir atau tidak...
hanya Tuhanlah yang tahu akhir kisah cinta pernikahanku ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Datangnya Petaka
Hari ini terdengar kabar bahwa kakak kandung Alishba akan datang berkunjung, untuk menjenguk adiknya yang baru saja menikah itu, sebab Mizan Rayaz tidak bisa hadir di hari pernikahan Alishba dan Sulaiman karena kesibukannya di luar negeri.
Sulaiman terduduk diam sembari menopangkan kedua tangannya, menatap tajam arah di depannya.
"Apa yang mesti kita lakukan untuk menyambut kedatangan pangeran muda Mizan Rayaz ?'' tanya seorang pria di dekat kursi Sulaiman duduk.
"Kapan dia akan datang ?" tanya Sulaiman.
"Hari ini, pangeran muda Mizan telah sampai di kota ini dan kabarnya dia langsung menuju kemari dari bandara", sahut pria bersetelan jas hitam disamping kursi.
"Cepat juga dia sampai ke kota ini, apakah dia menggunakan penerbangan pribadi dari Eropa ?!" kata Sulaiman yang masih menatap diam ke depan.
"Saya dengar bahwa pangeran muda Mizan menggunakan jet pribadinya dari Eropa kemari, kabarnya dia membawa banyak orang bersamanya", sahut pria berjas lengkap itu.
"Membawa banyak orang dari Eropa ? Untuk apa ? Bukankah perusahaan Rayaz sedang diambang kebangkrutan sekarang ini ?" kata Sulaiman sambil menyerutkan keningnya, berpikir.
"Saya juga tidak tahu persis kabar tentang pangeran Mizan, tapi desas-desusnya dia berhasil memenangkan tender besar di Eropa, dan kabarnya juga kalau dia bekerjasama dengan anggota kerajaan Riyadh", sahut pria berjas hitam rapi itu.
"Lumayan menakutkan kedengarannya, tapi itu cukup menakut-nakutiku meski bagiku hanya seekor lalat kecil yang akan mampir kemari", kata Sulaiman.
"Tapi kabar itu benar adanya, dan desas-desusnya, saham perusahaan milik keluarga Rayaz sedang naik sekarang", sahut pria didekat kursi.
"Akan sangat menguntungkan bagi kami jika kabar itu benar-benar terjadi, dan setidaknya aliansi pernikahan tidak akan lama bertahan", kata Sulaiman.
"Apa anda berniat menceraikan nyonya Alishba ?" tanya pria berjas hitam itu dengan menatap serius.
"Tidak, sama sekali tidak, aku tidak berniat menceraikan Alishba atau memaksanya pergi dari rumah ini", sahut Sulaiman seraya menggelengkan kepalanya.
"Tapi anda mengatakan bahwa aliansi pernikahan tidak berlangsung lama antara anda dan nyonya Alishba", kata pria itu.
"Sekedar aliansi pernikahan yang tidak bertahan lama, sedangkan kondisi pernikahanku akan tetap bertahan selamanya", sahut Sulaiman.
Pria berpakaian setelan jas lengkap itu hanya mengangguk mengerti lalu kembali berdiri tegak di sisi samping kursi Sulaiman duduk saat ini.
Suasana berubah hening, tidak ada suara lagi yang terdengar diantara mereka berdua.
Tiga jam kemudian...
Seluruh keadaan rumah Sulaiman berubah ramai, terlihat sejumlah orang berdiri berbaris rapi di ruangan tamu.
Mizan Rayaz, putra kedua dari Rayaz telah tiba di rumah mewah itu sembari berdiri tegap.
"Selamat datang di rumahku ini, kak Mizan !" sambut Sulaiman ramah.
Tampak Sulaiman merentangkan kedua tangannya ke samping kanan dan kiri sembari berjalan mendekat ke arah Mizan Rayaz.
Sulaiman lalu memeluk erat tubuh Mizan Rayaz dengan ramahnya.
"Apa kabarmu, sudah lama kita tidak berjumpa, kak Mizan ?" sapa Sulaiman.
Mizan hanya tersenyum sekilas lalu menepuk pelan punggung Sulaiman sembari berkata.
"Dimana adikku, Alishba ?" tanyanya seraya mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan tamu.
"Oh, dia ada di kamarnya, mungkin", sahut Sulaiman.
"Mungkin ?!" kata Mizan tertegun.
"Ya, benar, mungkin saja, Alishba sedang di kamarnya saat ini, sebab aku baru saja dari ruangan kerjaku, dan jadinya aku tidak melihatnya lagi", sahut Sulaiman mencari alasan untuk menghindar.
"Kalian tidak satu kamar tidur ?" tanya Mizan semakin tertegun.
"Tidak, kami satu kamar, meski terkadang aku seringkali menghabiskan waktuku di ruangan kerjaku", sahut Sulaiman berdalih.
"Ternyata kau sangat sibuk sekali sehingga tidak mengetahui keadaan didekatmu, aku salut kepadamu, Sulaiman", kata Mizan sembari tersenyum dingin.
"Tentu saja, bukankah tuntutan pekerjaan mengharuskanku bekerja lebih keras lagi, agar mencapai tujuan dengan laba berkali-kali lipat", sahut Sulaiman sumringah.
"Yah, aku paham mengenai hal itu, tapi sayangnya pernikahan akan terasa hambar jika jarangnya komunikasi antara kalian terjadi'', kata Mizan.
"Tidak akan terjadi, kami sering berkomunikasi setiap kami bertemu", lanjut Sulaiman.
"Syukurlah kalau begitu keadaannya yang terjadi pada pernikahan kalian", kata Mizan.
Mizan tersenyum tipis kepada Sulaiman lalu menoleh ke arah tangga rumah.
"Boleh aku melihat Alishba sekarang ? Tentunya kau paham jika aku harus meminta ijin padamu sebagai suami Alishba !" kata Mizan.
"Tentu, tentu saja, silahkan naik ke lantai atas, kamar Alishba terletak disana, tepatnya tiga kamar dari arah kiri", sahut Sulaiman.
Sulaiman Harmam terlihat canggung saat berhadapan dengan Mizan Rayaz, putra kedua Rayaz, kakak dari Alishba Rayaz. Dia tahu bahwa kedatangan pangeran muda dari keluarga Rayaz merupakan sebuah ancaman tersendiri pada nasib pernikahannya dengan Alishba.
Seandainya Mizan mengetahui hubungannya dengan Alishba kurang baik selama mereka berdua menikah, akan menjadi bumerang tersendiri teruntuk Sulaiman Harmam.
Pastinya Mizan Rayaz tidak akan tinggal diam jika mengetahuinya secara langsung dari mulut Alishba Rayaz, jika istrinya itu membocorkan kisah pernikahannya yang kurang bahagia karena ulah Sulaiman selama ini.
Sulaiman tertawa renyah, berusaha menutupi rasa canggungnya terhadap Mizan Rayaz, dia agak gugup saat harus bertemu dengan kakak kedua Alishba itu.
Mizan berjalan cepat, naik ke atas melewati tangga di depannya.
Tampaknya Mizan sangat rindu kepada adik perempuannya itu yang selalu bersenda-gurau dengannya jika mereka bertemu saat mereka berdua di rumah dulu.
Sejak Alishba menikah, kebiasan lama itu jarang lagi terlihat diantara mereka berdua.
Mizan mempercepat langkah kakinya, melewati jalan di lantai atas rumahnya sedangkan Sulaiman Harmam hanya memandangi kakak kedua Alishba dari arah lantai bawah dengan hati was-was.
"Suruh kepala pelayan menyiapkan hidangan bagi kak Mizan Rayaz, karena kami akan makan bersama", perintah Sulaiman kepada pria berpakaian jas hitam rapi itu.
"Baik, pak Sulaiman, akan saya sampaikan pesan anda pada kepala pelayan", sahut pria itu sembari menganggukkan kepalanya.
"Pergilah ! Dan temui kepala pelayan untuk segera melaksanakan perintahku ini !" kata Sulaiman.
"Siap, pak Sulaiman", sahut pria itu lalu beranjak pergi.
Sulaiman tidak melanjutkan kata-katanya lagi, sebab dia harus menjaga sikapnya dari perhatian anak buah Mizan disini.
Tidak terdengar lagi suara langkah kaki dari lantai atas ketika Mizan menuju ke kamar Alishba, sepertinya kakak laki-laki Alishba telah sampai di kamar adiknya.
Sulaiman memutuskan untuk menunggu Mizan di ruangan tamu sembari duduk di sofa panjang warna putih bermotif bunga mawar mekar yang tersedia di ruangan itu.
"Hufh... ?!" hela nafas panjangnya saat duduk dengan salah satu kaki menyilang ke atas.
Sembari menunggu kembali hadirnya Mizan Rayaz dari kamar Alishba, dia memilih duduk diam.
Seorang pelayan rumah menawarinya minuman kepada Sulaiman, berupa secangkir Syai Haleeb yang masih panas.
"Apa anda ingin mencoba Syai Haleeb ini ?" kata pelayan sembari mendekatkan secangkir minuman Syai Haleeb kepada Sulaiman.
"Baiklah, aku akan mencobanya !" sahut Sulaiman sembari menggerakkan tangannya cepat.
"Silahkan menikmati Syai Haleeb ini, tuan !" kata pelayan pria itu.
"Terimakasih...", sahut Sulaiman seraya menerima secangkir minuman Syai Haleeb dari tangan pelayannya.
Sulaiman sangat menggemari Syai Haleeb buatan rumahnya karena minuman itu senantiasa tersedia di rumah dan resepnya turun temurun dari keluarga Harmam serta selalu terhidang dirumah ini.
Sejumlah orang bertubuh tegap masih berbaris rapi sepanjang jalan masuk ke rumahnya yang mewah.
Sulaiman melirik pelan dari arah sofa panjang di ruangan tamu rumahnya, seraya mengawasi orang-orang dari Mizan Rayaz.
Situasi di rumahnya terasa sangat mencekam dengan hadirnya orang-orang berpakaian jas rapi yang membuat Sulaiman tidak dapat berkutik bebas meski berada di rumah sendiri.
Sulaiman menghirup aroma Syai Haleeb ke arah hidungnya lalu mencicipi minuman lezat itu.
serem amat nikah kayak gini, thor !
aliansi pernikahan, gak ada tulus-tulusnya, gak ada cinta juga klo nikah seperti iniiii...