Bahagia karena telah memenangkan tiket liburan di kapal pesiar mewah, Kyra berencana untuk mengajak kekasihnya liburan bersama. Namun siapa sangka di H-1 keberangkatan, Kyra justru memergoki kekasihnya berkhianat dengan sahabatnya.
Bara Elard Lazuardi, CEO tampan nan dingin, berniat untuk melamar tunangannya di kapal pesiar nan mewah. Sayangnya, beberapa hari sebelum keberangkatan itu, Bara melihat dengan mata kepalanya sendiri sang tunangan ternyata mengkhianatinya dan tidur dengan lelaki lain yang merupakan sepupunya.
Dua orang yang sama-sama tersakiti, bertemu di kapal pesiar yang sama secara tak sengaja. Kesalahpahaman membuat Kyra dan Bara saling membenci sejak pertama kali mereka bertemu. Namun, siapa sangka setelah itu mereka malah terjebak di sebuah pulau asing dan harus hidup bersama sampai orang-orang menemukan mereka berdua.
Mungkinkah Bara menemukan penyembuh luka hatinya melalui kehadiran Kyra? Atau malah menambah masalah dengan perbedaan mereka berdua yang bagaikan langit dan bumi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UmiLovi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berteman
Aroma ikan bakar yang menyengat indra penciuman membuat perut Bara dan Kyra bersenandung mesra. Entahlah harus bersyukur atau marah, kejadian tadi secara tak langsung berbuah manis untuk keduanya. Ukuran ikan yang cukup besar membuat Kyra kesulitan membakarnya hingga benar-benar matang.
"Sepertinya besok kita harus coba cara yang sama biar bisa makan ikan lagi," celetuk Kyra sembari mengipasi api unggun yang membakar ikan mereka.
"Maksudmu? Aku harus tenggelam lagi begitu?" Bara menoleh pada Kyra dan menatapnya dengan kesal.
"Apa boleh buat, hanya dengan cara itu ikan-ikan tadi berhasil kita tangkap!"
"Tidak! Enak saja! Cepat bakar ikannya, aku sudah lapar!"
Kyra mendengus, ia meraih daun pisang yang tadi ia ambil di dalam hutan dan memberikannya pada Bara. Tak paham pada maksud Kyra memberinya daun pisang, Bara hendak membuka mulut.
"Jangan banyak protes, pegang saja daun itu sampai ikannya matang!" sungut Kyra seolah paham bila Bara hendak menyela.
Bara menurut, ia memperhatikan ikan yang sudah matang di satu sisi itu sambil sesekali menelan saliva.
"Oh ya, siapa namamu?" tanya Bara baru ingat bila mereka belum berkenalan.
Kyra meliriknya sekilas. "Kyra."
"Shakyra?"
"Kyra. Nggak pake Sha, cukup Kyra."
Bara mengangguk paham. "Namaku Bara Ellard Lazuardi. Kamu bisa memanggilku Bara."
"Pantas saja kamu suka sekali marah-marah, ternyata namamu mengandung api." Kyra mengomel sendiri namun Bara masih bisa mendengarnya dengan sangat jelas
"Api?"
"Iya, api. Bara api!" tukas Kyra sembari mengangkat ikannya yang telah matang dan meletakkannya di daun pisang yang berukuran cukup besar.
Sambil menikmati ikan bakar yang terasa sangat nikmat itu, Bara dan Kyra mulai mengobrol dengan santai. Jaket Kyra dan pakaian serta celana Bara yang basah, dijemur di dekat pohon tak jauh dari tempat mereka berlindung dua hari ini.
"Apakah mereka yang berada di sana tidak menyadari bila kita berdua tidak berada di kapal? Mengapa sampai sekarang tidak ada seorang pun yang mencari kita?" Bara menatap lautan lepas di depan mereka berdua dengan nanar.
Kyra ikut mengalihkan pandangannya ke arah lautan. Angin sepoi-sepoi yang menerpa keduanya membuat rambut Kyra terurai dengan indah, Bara yang menyadari hal itu lekas membuang tatapannya dan kembali fokus pada ikan bakar di daun pisang miliknya.
"Kapal akan berlabuh sore ini. Mungkin mereka baru akan menyadari bila kita hilang nanti malam. Dan besok, semua orang akan mulai mencari kita. Besok sore, kita akan kembali pulang ke rumah masing-masing!" Bara menjelaskan dengan sangat detail dan penuh percaya diri.
"Bagaimana kalo mereka nggak sadar? Bagaimana kalo kita akan terus terjebak di sini?"
Bara menolehi Kyra dengan kaget. "Apa maksudmu?"
"Bukankah kamu hanya seorang driver? Bukan orang penting seperti artis, direktur atau sejenisnya! Jangan terlalu berharap mereka akan mencari orang tak penting seperti kita." Wajah Kyra mendadak suram.
Driver?
Jadi selama ini Kyra menganggap Bara hanyalah seorang driver??
"Kenapa kamu bisa mengira bila aku seorang driver?"
"Kamu lupa atau amnesia? Aku bahkan masih ingat suara klakson mobil yang kamu kendarai itu berkali-kali mengagetkanku!"
Bara menerawang sejenak, klakson mobil?
Ia menelisik wajah Kyra lebih cermat, apakah dia adalah gadis yang tasnya terjatuh kala itu?
"Jadi gadis itu kamu?"
Kyra mengangguk dan menatap sinis pada Bara. "Lain kali, perlakukan lah orang lain dengan lebih sopan!" gerutunya masih kesal.
"Hahaha ... Baiklah, baik. Lain kali aku tidak akan mengklakson tiga kali!"
"Ck! Dasar!"
Usia menghabiskan makan siang nikmat itu, Kyra memutuskan untuk mencari kayu lagi. Kali ini Bara menemaninya mengumpulkan kayu-kayu dan ranting. Meskipun sesekali masih terdengar umpatan dari mulut Bara, tapi setidaknya ia telah membantu Kyra dan itu sudah cukup.
Saat kayu yang terkumpul sudah cukup banyak, Kyra membuat sebuah atap kecil dari kayu-kayu itu. Ia juga menumpuk daun-daun pisang dan daun kelapa.
"Untuk apa kamu membuatnya? Besok kita sudah pulang!" sosor Bara ketika Kyra masih saja sibuk bergerak sementara ia sudah santai rebahan.
Kyra tak menyahut, ia suka kepercayaan diri Bara yang sangat tinggi, namun mengingat mereka berdua bukanlah orang penting, sepertinya akan sulit bila berharap orang-orang di luar sana akan tanggap mencari mereka berdua.
"Kamu sudah mengisi botolku dengan air?" tanya Kyra mengalihkan topik.
"Sudah. Tenang saja! Aku orang yang sangat rapi dan disiplin."
Kyra mencoba kekuatan atap buatannya dengan mengguncangnya beberapa kali. Tak percuma dulu dia ikut ekstrakulikuler Pramuka, keahliannya itu teruji dikala keadaan genting seperti ini.
Dan seolah alam berpihak padanya, malam itu tiba-tiba saja turun hujan. Bara yang sejak tadi berteduh di bawah pohon, akhirnya menumpang di tempat Kyra yang nyaman. Tubuh keduanya yang basah oleh cipratan air hujan mulai mengigil kedinginan, terlebih mereka tak bisa menyalakan api.
Melihat tubuh Kyra yang meringkuk sembari memeluk kedua lututnya, Bara menggeser tubuhnya perlahan. Meskipun sudah mengenakan jaket cardigannya lagi, nyatanya dinginnya air hujan ini masih menembus kulitnya.
"Kemarilah," perintah Bara ketika tubuh mungil Kyra semakin mengigil.
Kyra meliriknya sekilas. Ia menggeleng dan beringsut menjauh. Meskipun ia mulai akrab dengan Bara, namun Kyra tak ingin terbawa suasana.
"Kemarilah atau kamu akan semakin mengigil kedinginan!" umpat Bara kesal karena Kyra keras kepala.
"Kamu mau ngapain?" Kyra menyentuh dadanya yang mulai terasa penuh dan sesak, pertanda asmanya akan mulai kambuh.
"Ck, aku cuma mau menghangatkanmu. Cerewet sekali!"
"Menjauhlah! Aku bisa mengatasi hipotermiaku sendiri!" tolak Kyra sembari merogoh tasnya untuk mencari inhealer miliknya. Namun, benda kecil seukuran korek api itu tiba-tiba saja raib.
Seolah tak percaya, Kyra mengeluarkan semua isi di dalam tasnya. Bara terbelalak melihat betapa lengkapnya isi tas itu, bahkan odol, sikat gigi, sabun dan sisir pun ada!
"Ck, ke mana inhealerku!" decak Kyra sembari menjembreng barang-barangnya namun yang ia cari masih tak terlihat.
"Kamu cari apa, sih??" Bara mulai terusik oleh sikap Kyra yang tak berhenti bergerak sedari dari.
"In healerku!" Kyra menarik napasnya yang mulai sesak. "Hilang!"
Bara mengernyit bingung. In healer? Benda apa lagi itu?! Semacam parfum yang disemprot kah?
Tapi melihat napas Kyra yang naik turun dengan wajah kesakitan, Bara baru paham bila in healer adalah alat untuk meredakan asma.
"Kamu letakkan di mana tadi?" Bara akhirnya ikut mencari barang itu dengan panik, sementara Kyra mulai bersandar di pohon untuk berelaksasi.
Ah, sial! Baru kali ini Bara melihat seseorang sedang sekarat karena kesulitan bernapas. Sungguh, ia jadi semakin panik tatkala napas Kyra semakin naik turun tak terkendali.
Tak kunjung menemukan benda yang dicari, Bara akhirnya mendekat ke tempat Kyra dan membantunya berelaksasi.
"Calm down. Inhale ... Exhale ... Inhale ... Exhale ..." lelaki berusia 26 tahun itu memberi contoh pada Kyra agar mengatur ritme napasnya dengan baik.
"Aku nggak mau mati di sini, Bara ..." Kyra menarik napasnya sekuat tenaga hingga napasnya berbunyi.
"No, kamu akan selamat. Kita akan pulang besok! Tenanglah, jangan panik. Inhale ...exhale ... Inhale ..." Bara memposisikan tubuhnya sejajar di depan Kyra.
Dengan air mata yang berurai, Kyra mengikuti arahan dari Bara hingga kemudian secara ajaib napasnya kembali stagnan beberapa menit kemudian. Padahal selama ini, hanya obatlah yang sanggup meredakan asmanya.
"Sudah membaik?" tanya Bara ketika Kyra menyeka sisa air mata yang membasahi pipinya.
"Sudah, thanks!" lirih Kyra malu-malu.
Lelaki yang sejak tadi sangat ketakutan itu menghembuskan napasnya lega. Ia beringsut duduk di samping Kyra.
"Kita akan selamat, Kyra. Kita akan pulang. Percayalah padaku."
...****************...
gengsi aja di gedein pake ga ada cinta
di abaikan dikit udah kesel hahah
wkwkwkwwk