Lanjutan Cerita Harumi, harap membaca cerita tersebut, agar bisa nyambung dengan cerita berikut.
Mia tak menyangka, jika selama ini, sekertaris CEO yang terkenal dingin dan irit bicara, menaruh hati padanya.
Mia menerima cinta Jaka, sayangnya belum sampai satu bulan menjalani hubungan, Mia harus menghadapi kenyataan pahit.
Akankah keduanya bisa tetap bersama, dan hubungan mereka berakhir dengan bahagia?
Yuk baca ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelampiasan Amarah
Sesuai kesepakatan, sepulang kerja Mia menemui kekasihnya. Tapi dia yang menentukan tempatnya, karena tak mau bertemu di tempat tertutup, seperti mobil atau ruang istirahat maupun apartemen. Mia sedikit takut pada sikap agresif pria itu.
Lima menit sebelum jam kerja habis, Mia berpamitan terlebih dahulu pada rekan-rekan kubikelnya.
Dia tiba terlebih dahulu tiba di cafe tak jauh dari gedung kantor tempatnya bekerja. Dia juga memesan minuman serta kudapan untuk kekasihnya.
Tak sampai lima menit menunggu, dari kejauhan netranya menangkap pria dengan setelan jas, melangkah ke arah cafe.
Mia melambaikan tangannya, agar Jaka dengan mudah menemukan nya, karena cafe saat ini sedang ramai-ramainya.
"Kenapa ngajak ketemuan di sini?" Tanya Jaka begitu duduk di kursi tepat di depan kekasihnya.
"Aku lagi pengen makan cake strawberry di sini, enak banget. Aku suka." Kata Mia seraya memasukan potongan cake ke dalam mulutnya sendiri.
"Oh ... Jadi kamu suka cake di sini. Oke lain kali akan aku pesankan." Sahut pria itu dengan senyuman khasnya.
Mia menyedot milkshake strawberry pesanannya, dia bersiap akan membicarakan tentang keputusannya soal mutasi.
"Gimana jawaban kamu?" Jaka menagih sesuai permintaannya ketika Jumat kemarin, di ruang ganti.
"Mas, aku dimutasi ke Surabaya, aku sudah setuju dan menandatangi nya." Mia sengaja menyela.
"Apa?" Jaka meninggikan suaranya. "Kok aku nggak tau? Dan kenapa kamu nggak bilang dulu ke aku?" Wajah yang tadi sempat ramah, kini berubah ke mode awal. Dingin dan kaku, wajah ramah pria itu mendadak hilang.
Mia mulai menceritakan tentang permintaan Lukman, juga perbincangannya dengan sang mama di telepon. "Biar tambah pengalaman, mas! Kan bagus buat karir aku." Mia sengaja berdalih, dia menerima tawaran itu, murni karena menghindari ajakan menikah pacarnya, walau tergiur juga pada uang tunjangan yang diberikan.
Jaka menatapnya tajam, tatapannya menusuk hingga ke ulu hati. Mia sampai salah tingkah dibuatnya.
"Kamu sengaja hindari aku, kan? Kamu nggak mau nikah sama aku, sehingga kamu menyetujui permintaan mutasi, tanpa berdiskusi pada aku? Aku ini pacar kamu, dan berniat serius pada kamu. Tapi kenapa kamu malah seperti ini? Apa kamu menganggap ajakan menikah itu, hanya main-main? Apa perlu aku jelaskan, aku menginginkan bersama kamu, dari semenjak pertama aku melihat kamu?" Jaka mengembuskan napasnya kasar. "Aku mengajak kamu menikah, karena memang aku tidak mau membuang waktu dengan hubungan yang tidak jelas. Dan aku rasa kita sudah cukup matang untuk membina rumah tangga."
Jaka melonggarkan dasinya, rasanya sesak sekali. "Kalau kamu takut aku akan melarang kamu untuk mengejar karir setelah menikah, itu tidak perlu kamu khawatirkan. Karena aku akan membebaskan kamu berekspresi, asal tau batas. Aku tak akan menuntut kamu untuk berhenti bekerja." Dia teringat perkataan sahabatnya kemarin di Apartemen.
Mia tak bisa berkata-kata, dia pikir semua akan mudah. Dalam arti pacarnya tak akan marah, tapi lihat lah sekarang, tatapan Jaka begitu menunjukkan kekecewaan padanya.
"Dari awal aku mengenal dan mulai jatuh hati pada kamu, aku berjanji pada diriku sendiri. Suatu saat aku akan menjadikan kamu sebagai istri dan ibu dari anak-anakku. Aku bahkan sudah siap dengan segala resiko, dituntut mengundurkan diri, andai peraturan perusahaan tentang melarang hubungan antar pekerja masih berlaku. Aku siap mengundurkan diri. Tapi apa ini? Kamu justru seolah meragukan keseriusan ku? Kamu sengaja menerima tawaran itu untuk menghindari aku?" Jaka benar-benar merasa kecewa.
Yang dilakukan Mia hanya diam dan menundukkan wajahnya, dia tak berani menatap balik kekasihnya. Apa yang dikatakan Jaka memang benar adanya, dia menerima tawaran itu agar terhindar dari tuntutan menikah secepatnya.
Jaka menyingkirkan cangkir kopi dan piring kudapan berisi cheese cake yang sama sekali belum dia cicipi. Mulutnya tak mungkin bisa mengunyah makanan manis, dalam keadaan seperti ini. Dia melipat kedua tangannya di meja, dengan wajah mendekat ke arah kekasihnya. "Kamu sedang mencoba menghindari aku, kan?" Dia memberikan tatapan tajam yang menjadi ciri khas kesehariannya. Dingin dan kaku, tak ada keramahan di bola netra hitam itu. "Aku sudah menawarkan sebuah pernikahan, sebagai wujud rasa cinta dan hormat aku ke kamu. Tapi kamu malah semaunya, dan jangan salahkan aku, jika suatu saat mau tidak mau, kamu akan aku tiduri, tanpa ikatan sah." Setelah mengatakannya, Jaka berdiri dan meninggalkan kekasihnya begitu saja. Dia bahkan tak menoleh sedikitpun.
***
Pikiran Jaka kacau, perempuan bernama Mia Andani berhasil adalah biang keroknya. Bekerja? Tentu saja dalam keadaan seperti ini, dia tak bisa fokus. Alhasil dia meminta Aryan mengambil alih pekerjaannya malam ini.
Sepanjang kariernya sebagai sekertaris CEO, baru kali ini, Jaka tidak bisa bersikap professional, dan mengabaikan tanggung jawabnya.
Lalu apa yang dilakukannya sekarang?
Bersama dengan sahabatnya yang baru datang kemarin, Jaka mendatangi tempat di mana para orang-orang kaya melampiaskan emosinya.
Sebuah tempat di mana orang rela mengeluarkan banyak uang, untuk mengeluarkan energi berlebih. Dengan cara duel di atas ring.
Biasanya dulu dia dan Fero atau Aryan mendatangi tempat ini atas perintah Denis atau Dimas. Yang ingin mencari samsak hidup guna melampiaskan emosi.
Tapi kini justru Jaka mendatangi, untuk melampiaskan emosinya sendiri. Agar tak menyakiti perempuan yang dicintainya.
Tentang cerita Haris soal dirinya yang memukuli perempuan tanpa pikir panjang, itu benar adanya. Dia cukup temperamental.
"Lo mau nantang siapa?" Bisik Niko, ada beberapa foto yang tertera di layar ponselnya.
"Gimana kalau sama elo aja?"
Pria cindo itu terkekeh, "Nggak usah ngadi-ngadi, Lo tuh bukan lawan gue."
"*njing! Jangan mentang-mentang Lo lebih tinggi dari gue, Lo anggap gue bukan lawan seimbang." Jaka tak terima.
Niko mengedarkan pandangannya, guna mencari lawan untuk sahabatnya. Lalu matanya tertuju, pada lelaki dengan badan besar sedang menunjukkan lengannya yang berotot. "Ka, lihat arah jam sembilan." Bisiknya.
Jaka mengikuti arah yang ditujukan Niko, dia mengamatinya sejenak. "Kalau Lo bisa kalahin dia, nggak sampai sepuluh menit, Lo bakal gue kasih sesuatu." Niko berbisik.
"Apa?" Jaka masih memindai calon lawannya.
"Ada lah, pokoknya Lo kalahin dia dulu."
"Oke ..."
Jaka menghampiri panitia, dan berbicara sejenak. Panitia terlihat mengangguk dan setuju. Lalu Jaka mulai melepaskan jam tangan, membuka kemeja, juga sabuk yang melilit pinggangnya, menyisakan celana formal berwarna hitam. Dia menitipkannya pada panitia, sementara ponsel dan dompet, tentu pada sahabatnya.
Panitia mulai membungkus tangan Jaka dengan sarung tinju berwarna merah. Jangan sampai jari-jari tangannya terluka, besok masih hari kerja. Bisa-bisa Dimas ngomel melihat jari tangan sekretarisnya terluka.
Riuh penonton, menyambut dua orang yang hendak berduel di atas ring. Banyak dari mereka mulai memasang taruhan.
Tentu sebagian dari mereka, mendukung pria bertubuh besar yang menjadi lawan Jaka. Hal itu tak membuat nyali Jaka ciut, justru ini yang disukainya. Kebanyakan orang meragukannya, padahal diam-diam dia tengah memindai lawan, untuk mencari celah kelemahannya. Dia harus mengalahkan lawannya dengan cepat.
Sang lawan dengan badan penuh rajah, mulai menunjukan otot-ototnya, seolah tengah menantang Jaka. Tapi dia malah memberikan tatapan sinis.
Wasit mengangkat tangannya, pertanda jika pertandingan dimulai. Si lawan mulai menyerang Jaka dengan agresif, tapi lihatlah Jaka bahkan hanya menghindarinya.Hingga dia disoraki penonton.
Namun beberapa menit kemudian, Jaka yang sudah berhasil membaca celah kelemahan lawan, langsung menyerang dengan agresif, dan sedikit pun tak memberikan kesempatan lawan untuk menghindar atau bahkan menyerang balik.
Dan tak sampai waktu yang ditentukan Niko, Jaka sudah berhasil membuat lawan terkapar dan menyerah.
jangan sampai di unboxing sebelum dimutasi y bang....
sisan belum up disini rajin banget up nya....
terimakasih Thor....
semangat 💪🏻