Terjebak Dua Hati

Satria memandang tembok tinggi kediaman Wiratama dengan jantung berdegup kencang. Ada kebimbangan dihatinya. Namun ia tak ingin mundur lagi, dirinya sudah bertekad untuk kembali kerumah orang tuanya hari ini juga.

Satria menghembuskan nafas kuat, dengan segenap keberanian yang telah ia kumpulkan sedari tadi, langkah kakinya pun terayun pelan memasuki pekarangan rumahnya yang tampak sepi tak berpenghuni.

Di depan pintu masuk, tiba-tiba ia dikejutkan oleh sebuah tepukan dari belakang punggungnya.

"Tuan Satria! Anda pulang?" Suara mbok Tina terdengar menjerit pelan menyapa dirinya.

Senyuman Satria mengembang memandang pembantu setengah baya yang bekerja dirumahnya itu.

"Iya mbok, aku pulang. Mama sama Papa ada dimana mbok? Kok sepi?" Satria melongok ke arah dalam rumah yang terlihat sunyi.

"Itu loh tuan, semua orang lagi kumpul di kamarnya tuan Saga. Sakit jantungnya tuan Saga kumat lagi tadi pagi." jawab mbok Tina sedih.

"Aura, bagaimana dengannya? Apa dia sudah kembali kerumah ini?" Satria tak peduli dengan keadaan Saga. Dalam benaknya saat ini hanya Aurora.

Sejenak mbok Tina termangu mengapa Satria lebih peduli pada Aurora dibanding kakaknya yang sekarat. Dia belum tahu, jika Satria dan Aurora pernah menjalin hubungan.

"Maksud tuan, nyonya muda Aurora? Istrinya tuan Saga?" Mbok Tina memandang Satria bingung.

Deg! Rasa sakit kembali menyeruak di dada Satria tatkala mbok Tina menyebut Aurora sebagai istrinya Saga.

"Iya, istri Saga." sahut Satria dengan nada berat dan lidah terasa kelu.

"Oh, sudah tuan. Dia baru saja kembali pagi-pagi sekali tuan. Si mbok gak suka lihat dia tuan, masa dia kabur sama mantan pacarnya lalu balik lagi ke tuan Saga tanpa ada rasa bersalah gitu. Dia perempuan bermuka dua tuan, hati-hati sama dia. Kayaknya tuan Saga sudah kena pelet tuan. Sudah tahu istrinya selingkuh, dia tetap tak mau menceraikannya." ujar mbok Tina setengah berbisik pada Satria.

Satria jadi kesal mendengar ucapan mbok Tina yang terdengar seperti memfitnah Aurora. Andai mbok Tina tahu kalau mantan pacar Aurora yang ia ceritakan adalah dirinya, mungkin pembantu tua itu tak mampu bicara seperti itu di hadapannya.

"Emang si mbok tahu darimana gosip murahan kayak gitu?" Satria menatap mbok Tina penuh selidik menyembunyikan rasa kesal dihatinya.

"Bukan gosip loh tuan, Si mbok dengar sendiri kok, Nyonya besar membentak Nyonya muda. Tapi gak semuanya juga sih mbok dengerin, soalnya si Mbok takut ketahuan menguping." kekeh mbok Tina tanpa berdosa.

Raut wajah Satria jadi berubah merah padam. Ingin sekali ia meremas mulut si mbok Tina yang ternyata hobi bergosip. Tatap matanya jadi nyalang dan menakutkan.

"Berarti mbok juga gak tau kebenarannya kan? aku sarankan mbok gak cerita yang aneh-aneh sama orang lain. Ini rahasia keluargaku, awas kalau mbok cerita ke siapapun. Mbok bisa masuk penjara tau gak!?" Ancam Satria dengan nada sarkas mengejutkan mbok Tina.

"Si mbok kan cuma cerita sama tuan Satria, bukan sama orang lain." sahut mbok Tina ketakutan melihat perubahan ekspresi wajah Satria yang biasanya ramah kini berubah jadi menyeramkan.

Tatap mata Satria yang mendelik tajam pada mbok Tina perlahan memudar.

"Iya, kalau ada info apa aja, kasih tau aku saja. Jangan kasih tau siapapun termasuk Mama dan papa juga Saga." ujar Satria melunakkan suaranya.

Mbok Tina mengangguk pelan. Ada rasa ketakutan yang mulai merasuki perasaannya ketika mengenal kepribadian Satria yang kalau marah cukup mengerikan.

"Jangan bilang dulu sama mama dan papa kalau aku pulang, juga Saga. Mulai hari ini aku akan tidur di ruang belakang. Jangan lupa, antarkan makanan ku tiga kali sehari. Jangan sampai ketahuan, oke!" Satria merubah rencananya untuk bertatap muka dengan kedua orang tuanya hari itu juga.

Semua ia lakukan karena mengingat kondisi Saga yang sedang terbaring lemah setelah terkena serangan jantung tadi pagi.

Mbok Tina hanya mengangguk menyanggupi permintaan Satria yang cukup aneh ia rasakan. Beribu pertanyaan serta rasa penasaran yang tinggi bergayut di dadanya. Namun ia tidak berani untuk bertanya langsung pada Satria. Apa penyebab Satria melakukan hal itu.

Tanpa bicara apapun lagi, Satria bergegas meninggalkan mbok tina menuju taman belakang melalui jalan yang ada di samping rumahnya. Dia pun memasuki ruang belakang yang sudah lama tak dikunjungi Saga setelah menikah dengan Aurora. Satria sengaja memilih tempat itu untuk bersembunyi. Tempat yang paling aman, dan paling dekat dengan Aurora tanpa memancing keributan untuk sementara waktu.

Didalam kamar Saga dan Aurora.

Nilam dan Wira telah beranjak pergi meninggalkan pasangan suami istri yang kaku itu berduaan didalam kamar.

Suasana sepi tampak menyelimuti Aurora dan Saga yang cuma diam membisu sedari tadi tanpa bicara.

Sedari tadi, Aurora cuma duduk mematung disamping pembaringan seraya menundukkan kepalanya. Ada perasaan kasihan yang timbul dihatinya saat melihat kondisi Saga yang terbaring lemah. Namun ia takut menunjukan perasaan itu pada Saga. Dia tak ingin Saga jadi salah paham dan menganggap bentuk perhatiannya sebagai rasa cinta seorang istri.

"Uhuk!" mendadak Saga terbatuk pelan mengejutkan Aurora.

"Kak Saga tidak apa-apa?" sepenggal kalimat perhatian dari Aurora cukup membuat saga tersenyum tipis.

"Tidak, aku tidak apa-apa. Aku hanya haus." jawab Saga dengan nada lemah.

Aurora segera bangkit mengambilkan segelas air putih yang ada diatas nakas diiringi pandangan Saga yang memandang gerak gerik Aurora dengan hati senang.

"Ini, minumlah." ucap Aurora menyodorkan gelas berisi air putih itu ke bibir Saga.

Saga meminum air yang diberikan Aurora dengan pelan. Tatap matanya terus menerus memandang Aurora tanpa berkedip membuat Aurora jengah.

Aurora memalingkan wajahnya dan menaruh gelas air putih yang separuh sudah dihabiskan oleh Saga kembali ke atas nakas. Dia pun kembali duduk disisi pembaringan disamping Saga dengan risih.

Andai bisa, ia ingin keluar dari kamar itu. Namun ia tak bisa melakukan nya. Saga saat ini membutuhkan dirinya.

"Aurora, mendekat lah kemari, aku ingin bicara." panggil Saga menyuruh Aurora mendekatinya.

Aurora beringsut menggeser tubuhnya sedikit lebih dekat. Saga menggapai tangan Aurora dan menggenggamnya.

"Maafkan aku Aurora. Aku tahu kau tersiksa dengan perlakuan Mama ku padamu. Aku tak bisa membelamu dengan kondisi ku yang penyakitan begini. Aku tahu kau sangat membenciku Aurora. Ku harap kau bisa membuang rasa benci mu padaku. Terima aku sebagai pengganti Satria. Lupakan dia Aurora, aku akan memaafkan segala perbuatan kalian kemarin. Aku akan melupakan apapun kesalahan yang telah kau lakukan dengan Satria, asalkan kau mau menerima diriku seutuhnya sebagai suamimu." pinta Saga dengan nada sendu merayu pilu.

Tatapan Saga yang penuh pengharapan tak membuat hati Aurora luluh. Batinnya tak bisa mempercayai kalimat Saga yang manis namun terkesan licik. Aurora tak merasakan cinta yang tulus dari Saga. Sikap Saga selama ini padanya tak memperlihatkan rasa cinta sedikitpun. Saga tak pernah menghargai Aurora ataupun bersikap romantis.

Saga hanya menyentuhnya saat ia butuh pelampiasan batin. Lalu mengabaikannya begitu saja jika hasratnya telah tersalurkan. Tidakkah Saga seorang pria yang ambisius? Dia hanya berambisi untuk memiliki Aurora, dan rasa cinta nya memudar saat ia telah mendapatkan apa yang ia inginkan.

Aurora hanya seperti mainan bagi Saga, tak boleh disentuh dan dimiliki orang lain, namun tak dirawat dan dijaga. Dan Satria? Karakter mereka ada kesamaan juga, ambisius! Namun Aurora bukan mainan bagi Satria. Selama ini, Satria selalu menjaga perasaan nya. Hanya saja, kekecewaan dan sakit hati telah merubah Satria menjadi manusia yang tak punya perasaan lagi.

.

.

.

BERSAMBUNG