Pembaca baru, mending langsung baca bab 2 ya. Walaupun ini buku kedua, saya mencoba membuat tidak membingungkan para pembaca baru. thanks.
Prolog...
Malam itu, tanpa aku sadari, ada seseorang yang mengikuti ku dari belakang.
Lalu, di suatu jalan yang gelap, dan tersembunyi dari hiruk-pikuk keramaian kota. Orang yang mengikuti ku tiba-tiba saja menghujamkan pisau tepat di kepalaku.
Dan, matilah aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Misteri Dibalik Hilangnya Naya. 6
Sudah lima hari semenjak aku makan Mie pangsit di warungnya Lenny Anggraini. Hari ini pagi hari di hari Jum'at. Pak Jatmiko, malam hari di hari kami makan Mie pangsit, dia pamit keluar kota. Rumahnya yang ada di Jember mau di beli oleh seseorang. Aku tidak tahu siapa orangnya. Dan aku juga tidak mau tahu tentang urusannya Pak Jatmiko yang lain selain Hilangnya Naya Revina, sang istri beliau.
Saat aku menutup pintu rumahku, sekelebat aku melihat ada seseorang sedang berlari menjauh dari jalan yang menuju ke arah rumahnya Pak Jatmiko yang ada di kali Gimun. Aku beberapa kali bertemu dengan dia. Tapi tidak tau namanya. Yahh, aku tidak banyak mengenal orang orang dewasa di sekitar rumahku. Aku terlalu sibuk bersekolah dan belajar. Apa lagi ada satu buku yang sangat aku ingin baca. Tapi aku tidak bisa membacanya sama sekali.
Ya. Buku harian milik Mr Jansen. Het Dakboek Van Mark Jansen. Buku yang aku Warisi dari Mbah Di. Di SMP masih tidak ada mata pelajaran bahasa asing selain bahasa Arab dan Inggris. Jadi, sampai sekarang aku masih belum bisa membaca buku itu.
Suatu saat, pasti aku akan.... Bukan, suatu saat pasti aku harus bisa membaca buku itu. Buku itu di wariskan kepadaku, dan aku yakin, ada misteri di dalam buku harian tersebut.
Orang yang tadi keluar dari jalan kali Gimun, sudah berada di perempatan jalan Mulyorejo. Dan saat ini aku berada di depan rumahnya Udin. Udin muncul dari dalam rumahnya.
"Tumben agak siangan dikit?" tanyaku kepada Udin.
"Kemarin malam ada film bagus. Jadi begadang." jawabnya.
"Kamu tau nama Pak tua itu?" aku menunjuk ke arah orang tua tadi.
"Oh, Pak Buang. Dia adik kandung bapakku. Kenapa emangnya?"
"Ah, ga kenapa napa kok. Cuma penasaran saja."
"Hemm.. Ok, ok."
Nex
Pulang sekolah hari ini aku lewat jembatan yang ada di kali Gimun. Sambil merekam video suasana di sana. Berharap ada sesuatu yang terekam kamera untuk di jadikan satu petunjuk.
Entah kenapa pohon nangka raksasa itu menari perhatianku. Aku merekamnya cukup lama, dari akar hingga dedaunan yang ada di atas sana. Pohon ini sudah cukup tua, tapi tidak se tua sepengetahuanku. Karena, di jamannya sapi penasaran, pohon nangka ini masih belum ada.
Di ujung jalan, Lenny sudah menunggu ku sambil tersenyum aneh. "Heem. Ga di pamerkan di sekolah handphone nya?" dia melirik saku ku dimana aku menaruh handphone Nokimen N93i.
"Hahaha. Tidak lah. Toh ini bukan milikku." Jawabku. "Kalo boleh tau, kamu mau kemana?"
"Kerumahmu, aku tadi berusaha mengejar mu pas pulang. Tapi, Pak Nur mengajakku ngobrol. Jadi... Yah, aku ke rumahmu, eh taunya kamu masih belum pulang. Jadi aku berniat untuk pulang, eh taunya kamu ada di kali itu sambil cengar cengir merekam sana sini."
"Berisik!! Tu nde poin gitu ah jawabnya. Ga usah ngeledek segala. Jadi, ada keperluan apa? Ayok mampir ke rumah ku yang berantakan."
Nex
Lenny tertegun melihat televisi jumbo yang ada di ruang tamu. Mengambil remote nya, dan tanpa permisi langsung menyalakan tipi itu. "Kamu punya televisi sebesar ini?"
"Punya pak Jatmiko. Di titipkan di sini."
"Ha?"
"Dia menginap di sini selama dia di malang."
"Dia sanak saudara kamu?"
"Bukan." lalu aku menceritakan Pak Jatmiko dari A sampai Z.
"Hee... Serem juga ya? Kamu benar benar tahu banyak tentang hal hal gaib ya? Jadi dia tidak ada hubungan darah denganmu?"
"Hahaha, begitulah. Waktu kecil aku ini anak indigo. Bisa melihat setan jin dan sebangsanya. Tapi, akhir akhir ini sudah tidak pernah. So. Ada perlu apa?"
"Nanti malam bisa ke warung?" jawab Lenny dengan wajah serius.
"Kenapa? Ada apa?"
"Sudahlah, pokoknya datang ke sana ya?" lalu Lenny Anggraini fokus dengan televisi yang dia tonton. Aku pergi ke kamar dan ganti baju. Sekitar tiga puluh menit, dia pamit pulang.
Nex
Karena tidak ada kegiatan apapun yang bisa aku lakukan. Aku pergi ke rumahnya Lenny, dia dan Pak de nya sedang mempersiapkan rombong yang dia pakai untuk jualan Mie pangsit. Eh, Dika juga membantunya.
"Eeh. Lho.. Nanti di warung!" teriak Lenny ketika melihat aku menghampiri dia.
"Ga ada kerjaan. Angga juga sedang keluar dengan keluarganya. Udin entah kemana. Dan, Dika sudah lama ga pernah muncul di rumah. Jadi, aku kesini untuk mengisi waktu luang."
"Yo, Yono. Maaf bro, Akhir akhir ini aku sibuk membantu Lenny." kata Dika. "Yos. Mumpung Elu ada di sini, yok bantu kita juga."
Nex
Saat ini, aku sudah duduk manis di warungnya Lenny. Dudun berdua bareng dia, karena sejak buka tadi, ga ada satu pun pelanggan yang masuk untuk membeli.
Nex
Jam delapan malam. Lagi asyik asyik nya melototin Handphone, aku mencium bau rokok. Lenny notis dengan ekspresi ku. Lalu dia berkata. "Kamu menciumnya juga?"
"Iya." Aku memeriksa sekeliling warungnya Lenny. Ga ada orang terlihat di dekatnya.
"Akhir akhir ini aku mencium bau asap rokok." Kata Lenny.
"Sudah berapa lama?"
"Semenjak warungku jadi sepi pembeli."
"Hem.. Sepertinya memang ada yang ingin usahamu sedikit bermasalah."
"Sedikit? Sudah hampir satu bulan warungku sepi. Bahkan sampai tekor."
"Ok, biasanya ada sesuatu media yang di pakai untuk menutupi usaha seseorang."
"Media?"
"Biasanya bungkusan yang isinya kembang tujuh rupa. Atau sikep. atau juga kain yang berisikan tulisan Arab, tapi tulisannya tidak terbaca, cuma di buat seperti tulisan arab saja."
"Benar. Tadi waktu aku bersih bersih, aku menemukan ini." Lenny mengeluarkan bunga tidak tujuh rupa sih. Tapi, aku beranggapan kalau itulah media yang di pakai oleh seorang untuk menutupi usahanya Lenny.
"Lebih baik minta tolong ke ustadz saja. Atau ulama yang lebih mengerti tentang hal ghaib begini. Dan mintalah doa supaya pagar gaib yang menutupi warung kamu bisa segera di buka."
"Ustadz?"
"Di masjid Al-Barkah pasti banyak ustadz. Cobalah ke sana dan carilah pertolongan. Aku hanya bisa membantu sampai di sini saja."
"Baik. Besok, sepulang sekolah kamu bisa antar aku ke sana?"
"Ajak Dika saja kenapa?. Sepertinya kalian cukup lama berteman. Dan kalian sangat akrab. Aku masih ada urusan yang lain."
"Ih, kamu ini. Dika orangnya suka minta bayaran kalau di mintai tolong. Minta tolong sama kamu saja ya? Kalau kamu ga mau, aku sebarin kalau kamu punya Handphone nya sultan."
"Iya iya iyaa!!" Aku menjitak dia lupa kalau dia itu cewek, penampilannya benar benar mirip Mas Mas deh.
Nex
Sekitar jam sembilan malam, warung Lenny akhirnya ada yang mampir, dan di saat itulah Pak De nya Lenny juga datang kesana. Jadi, saat itulah aku pamit pulang.
"Riyon. Thanks ya atas sarannya." kata Lenny. "Nih, buat kamu." dia memberikan satu bungkus Mie pangsit buatannya. Aku menolak, tapi sudah terlanjur di buatkan dan kalau tidak di terima, itu bisa mubazir. Jadi, akhirnya aku menerimanya.
"Lain kali ga usah ada bayarannya segala ya. Kalau ada bayarannya, aku ga mau bantu lagi."
Nex
Keesokan harinya, Angga Dika Udin dan Lenny menjemput ku untuk berangkat ke sekolah bareng. Kami lewat kali Gimun, Lenny dan Dika penasaran dengan cerita Udin. Terkhusus Lenny, dia penasaran dengan rumah yang aku explore itu.
Dan, yang membuat kami sangat terkejut ketika kami berada di bawah pohon nangka raksasa yang ada di depan rumah tua itu adalah.
Ada sosok mayat wanita tergantung di salah satu dahan pohon nangka raksasa itu.