Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 34
Mita malam ini memutuskan untuk bermalam di rumah Ayahnya. Ia enggan pulang ke rumah ayah tirinya karena ia juga merasa kesal dengan Ibrahim.
Ponsel yang ada di nakas sudah berbunyi beberapa kali, tapi Mita tetap enggan mengangkatnya. Ia masih setia berbaring, entah sudah berapa lama.
Terdengar Aisyah memanggil namanya seraya mengetuk pintu kamarnya. Kamar yang dulu ditempati Ariana saat masih tinggal disini.
"Iya bun, masuk aja", sahutnya.
Aisyah membuka pintu seraya tersenyum.
"Kita makan malam yuk, Ayah sama Aris dah nunggu tuh", ajaknya.
Ya, Aris masih di sini karena dia merasa tak tega meninggalkan kedua orangtuanya saat ada masalah seperti sekarang. Sementara isteri dan anak-anaknya, juga Ariana bersama keluarganya sudah kembali ke Australia. Pekerjaan mereka sudah menunggu.
"Mita gak lapar bun. Makannya nanti aja ya?", sahutnya malas.
Aisyah menghela nafas kemudian duduk di tepi tempat tidur.
"Kenapa? Lagi sedih?", tanya Aisyah pelan.
Kemudian ponsel Mita berdering lagi. Aisyah meliriknya. Terlihat tulisan My Hubbie di layarnya. Mita buru-buru mengambilnya dengan wajah memerah.
"Gak diangkat?", tanya Aisyah.
Mita hanya menggeleng lemah.
"Lagi ngambek?", tanyanya lagi.
Mita hanya diam.
"Pengantin baru kok ngambek?", sambung Aisyah.
Ponselnya berbunyi lagi.
"Mit, isteri itu wajib menjawab panggilan suami, meskipun cuma lewat telpon. Dosa lo kalo gak", ucap Aisyah mengingatkan.
Mita kaget, kemudian seperti merasa bersalah.
"Ya sudah, bunda keluar dulu. Kalo nanti mau makan, minta aja sama Bik Ratih ya?", kemudian Aisyah keluar dari kamar.
Beberapa saat kemudian ponsel itu berbunyi kembali entah untuk ke berapa kalinya. Mita meraih ponselnya.
"Assalamualaikum"
"Maaf"
"Di rumah Ayah"
"Mau ngapain?"
"Gak jadi aja, lagi malas nonton"
"Lagi gak mau ngapa-ngapain"
"Gak usah, malu sama orang rumah"
Kemudian ia menutup panggilan itu.
"Apa-apaan sih ni orang. Bikin kesel melulu", keluh Mita.
Kemudian ia berusaha untuk tidur, karena ia juga merasa sangat lelah hari ini.
Entah berapa lama ia tertidur, tapi sepertinya baru beberapa jam. Dan saat ia terbangun, sepertinya hari juga belum tengah malam.
Tiba-tiba Mita merasa lapar, ia memutuskan ke dapur untuk mengambil sesuatu yang bisa dimakan.
Saat sampai di dapur, ia melihat cahaya di ruang tamu. Ia juga mendengar ada yang bercakap-cakap, sepertinya Ayahnya dan Aris sedang membicarakan sesuatu.
Setelah mengambil sepotong kue yang dia temukan dalam kulkas, ia kemudian memutuskan untuk bergabung. Ia mengira kedua lelaki itu pasti sedang membicarakan masalah Arya.
Setelah sampai di ruang tamu, alangkah kagetnya ia. Ternyata di situ juga ada Rizal yang terlihat sama kagetnya dengannya. Bagaimana tidak? Mita tampil polos tanpa make up dan hijab.
Mita sontak menjerit kemudian lari ke atas untuk kembali ke kamarnya. Sementara Rizal, Wira dan Aris hanya ternganga melihat kelakuan Mita.
"Kenapa tu anak? Lagi kerasukan, apa?!", ucap Aris tak paham dengan kelakuan adiknya.
Wira menegur perkataan Aris, sementara Rizal hanya bisa tersenyum mendengarnya.
"Kalau begitu saya pulang dulu. Kalau ada perkembangan lagi, Insya Allah secepatnya akan saya beritahu", ujar Rizal seraya berdiri.
"Lho, gak nginap di sini? Mita kan juga lagi di sini. Ris, kamu anterin Rizal ke kamar Mita sana", suruh Wira pada Aris.
Rizal kontan kelabakan mendengarnya. Tak mungkin ia bisa melakukan itu. Alamat bakal ada perang dunia tengah malam begini.
"Gak, gak usah Yah. Saya pulang ke asrama aja. Biar Mita aja yang nginap di sini. Kebetulan saya juga masih ada urusan. Nanti besok saya ke sini lagi sekalian jemput Mita", sahutnya sungkan.
"Oo.. Gitu ya. Ya sudah. Hati-hati di jalan", ucap Wira tersenyum.
"Iya Yah, saya permisi. Assalamualaikum", sambungnya.
Sepanjang perjalanan pulang, Rizal tak bisa menghilangkan senyum di wajahnya. Ia masih teringat kejadian di rumah mertuanya tadi. Secara tak sengaja ia melihat Mita dalam wujud aslinya. Ia meyakinkan dirinya kalau sosok indah yang dilihatnya tadi memang isterinya.
Sementara Mita sendiri tak henti-henti mengutuk dirinya. Mengapa dia begitu lengah hingga akhirnya harus menahan malu karena sudah menampakkan dirinya dengan tampilan acak-acakan di hadapan Rizal. Mita meringis, berprasangka kalau kini Rizal pasti ingin muntah gara-gara melihatnya tadi. Akhirnya ia hanya bisa merengek tak jelas di dalam selimutnya.
Terdengar notifikasi pesan di ponselnya. Dengan malas ia meraihnya kemudian membukanya. Sebuah pesan dari Rizal!
"Besok pagi kujemput. Gak perlu dandan berlebihan. Kamu bahkan lebih cantik tanpa make-up"
Mita ternganga membacanya. Apa dia tidak salah? Tak sadar bibirnya tersenyum mendapat pujian dari Rizal.
Tapi tunggu. Ini adalah Rizal. Pria terjutek dan paling menjengkelkan yang pernah ia temui. Bagaimana kalau itu adalah sebuah sindiran? Atau hanya akal-akalan untuk mengerjainya? Bagaimana kalau saat ini Rizal tengah terbahak karena mengira telah berhasil mengelabui Mita?
Wajah Mita berubah dari merona jadi merah padam. Dilemparnya ponsel di tangannya, kemudian dia memilih tidur dengan perasaan dongkol yang sebenarnya tak beralasan.
********
"Assalamualaikum", pagi-pagi sekali Rizal sudah datang ke rumah Wira.
"Wa'alaikumussalam. Rizal? Ayo masuk", ajak Aisyah.
"Ayo kita sarapan dulu. Ratih.. minta piring satu lagi", ujarnya dengan raut senang.
"Tunggu, bunda panggilin Mita dulu. Tadi sih dia sudah bangun. Moga gak ketiduran lagi", sambungnya seraya naik ke lantai dua.
"Zal, sudah lama?", tanya Aris baru dari halaman belakang.
Kelihatannya dia baru selesai olahraga.
"Gak, baru aja kok Ris", sahut Rizal.
Kemudian Aisyah turun lagi.
"Sebentar lagi Mita turun, tunggu ya?", ujarnya, kemudian menuju kamar tidurnya.
"Ngapain nunggu di sini? Sana kamu susul aja ke atas, kaya orang lain aja", ucap Aris seraya duduk di meja makan lalu mengambil nasi goreng.
"Kamarnya yang mana?", tanya Rizal saat sudah berdiri.
"Di atas. Paling ujung sebelah kiri. Depan pintunya ada tulisan Ariana Cute", sahut Aris yang sudah menyuap nasi gorengnya dengan lahap, sia-sia sudah olahraga yang tadi dia lakukan.
"Makasih", sahut Rizal seraya menaiki tangga menuju kamar yang dimaksud.
Setelah di depan kamar itu, Rizal mengetuknya perlahan. Terdengar suara dari dalam.
"Masuk bun, gak dikunci kok", ucap Mita salah sangka.
"Assalamualaikum", ucap Rizal saat sudah membuka pintu dan melihat Mita sudah rapi seperti tampilan biasanya.
Rizal sedikit kecewa karena sebenarnya ia mengharapkan bisa melihat Mita seperti tadi malam, karena itulah pagi-pagi ia sudah ke sini.
"Kamu? Kenapa nyusul ke sini?", tanya Mita kaget saat melihat Rizal di ambang pintu.
"Tadi disuruh Aris. Ya sudah, aku ke sini", jawabnya enteng.
"Duduk dulu, sebentar lagi aku siap" ujar Mita seraya melanjutkan kegiatannya menyiapkan tas dan keperluannya di butik nanti.
Rizal hanya melihat semua gerak-geriknya. Memperhatikan wajah Mita lalu teringat tampilan Mita tadi malam.
"Apa kau terbiasa berdandan seperti ini setiap hari?" tanya Rizal tiba-tiba.
Mita mengerutkan dahinya.
"Ya, tentu saja", sahutnya.
"Untuk apa?", tanya Rizal lagi.
"Tentu saja supaya terlihat cantik", sahut Mita lagi, tak paham dengan jalan pikiran Rizal.
"Tapi menurutku kau jauh lebih cantik seperti tadi malam", ucap Rizal terlihat sedikit salah tingkah.
Mendengar itu, Mita hanya tersenyum sinis. Sepertinya Rizal ingin mengulang tipuannya tadi malam.
"Kau kira aku percaya? Kau hanya mau mempermainkan aku kan? Cuma orang bodoh yang lebih menyukai tampilan dekil seperti itu ketimbang dandanan rapi seperti ini", sahut Mita.
Rizal mengerutkan dahinya. Ternyata Mita hanya menganggap itu lelucon. Pantas saja tadi malam tak ada tanggapan apapun setelah ia mengirimkan pesan.
"Lagian kenapa kamu tadi malam ke sini? Kan aku sudah bilang gak usah", protes Mita.
"Ya terserah aku lah. Aku ada perlu sama Ayah dan Aris, makanya tadi malam aku tetap ke sini", sahut Rizal tak mau kalah.
"Lain kali jangan asal nimbrung kaya tadi malam. Untung tamunya aku, coba kalau orang lain. Bahaya kan?!", sambung Rizal mengingatkan.
Mita terlihat kesal, tapi dalam hati membenarkan ucapan Rizal.
"Aku sudah siap, ayo turun", ajaknya.
Rizal mengikuti Mita dengan tak semangat.
Saat sarapan pun Rizal lebih banyak diam, nasi goreng spesial yang disiapkan Ratih pun tak menarik hatinya sama sekali. Rasa laparnya tiba-tiba lenyap.
"Mita berangkat dulu ya Bun, Yah", ucap Mita seraya berdiri lalu mencium tangan keduanya.
Melihat itu Rizal sontak ikut berdiri dan mengikuti apa yang dilakukan Mita.
Sesampainya di luar wajah Rizal masih terlihat tak semangat.
"Mungkin sebaiknya aku berangkat sama Alin aja. Aku perlu singgah ke tempat meeting dulu, baru ke butik. Kamu langsung ke kantor aja, nanti terlambat", ucap Mita.
Mendengar itu, mood Rizal tambah jatuh. Ia datang pagi-pagi ke sini karena ingin mengantar Mita. Tapi tanggapan yang di dapatnya benar-benar di luar ekspektasi.
"Mit, aku pagi-pagi ke sini sengaja buat jemput kamu. Kenapa sekarang kamu malah mau berangkat sama Alin? Atau kamu sebenarnya memang malu di antar ke tempat meeting sama aku? Kalau memang begitu, ngomong langsung aja. Aku paham kok kalau kamu harus menjaga reputasimu. Aku mengerti kamu bakal kesulitan menjelaskan ke mereka, bagaimana seorang anak konglomerat seperti kamu bisa sampai menikah dengan polisi rendahan sepertiku", sahut Rizal tak tahan lagi.
Mendengar itu Mita hanya menghembuskan nafas kasar. Dadanya tiba-tiba terasa sesak. Dan dengan mata berkaca-kaca ia mendekati Rizal.
"Kurasa aku tak akan kesulitan. Aku tinggal bilang kalau polisi rendahan itu menikahiku karena kasihan. Anak konglomerat ini membuatnya kasihan sebab sebelumnya gagal menikah karena calon suaminya mencintai wanita lain. Sedangkan yang lain ingin menikahinya hanya karena uang dan kedudukan. Ya, anak konglomerat ini menikah bukan karena dicintai. Mungkin hal itu bisa membuat mereka prihatin dan, ya.. kemudian membeli barang butikku sebanyak-banyaknya, karena ka..si..han!", ucap Mita dengan suara bergetar dan wajah yang sudah basah dengan air mata walau tak terlihat seperti sedang menangis.
Rizal terdiam mendengar kalimat panjang Mita. Tak menyangka kalau ternyata Mita menyimpan perasaan seperih itu.
Mita kemudian berpaling hendak menuju mobil, tapi Rizal menahannya.
"Maafkan aku. Aku.. tidak bermaksud membuatmu sedih", ucapnya menyesal.
"Kau tak perlu minta maaf. Seharusnya aku yang meminta maaf karena sudah melibatkanmu dalam kegilaan ini. Nasibku memang jelek, tapi aku malah mengorbankan kehidupan orang lain untuk bisa menyelamatkan kehidupanku sendiri. Ya, bukan kau yang jahat di sini. Tapi aku!", sahut Mita, kemudian segera menuju mobil.
Rizal kembali tak bisa berkata-kata, hanya bisa melihat kepergian Mita dengan tatapan sedih.
Salam kenal
Terus semangat Author
Jangan lupa mampir ya 💜
Bagus...