Di balik kehidupan mereka yang penuh bahaya dan ketegangan sebagai anggota organisasi rahasia, Alya, Alyss, Akira, dan Asahi terjebak dalam hubungan rumit yang dibalut dengan rahasia masa lalu. Alya, si kembar yang pendiam namun tajam, dan Alyss, yang ceria serta spontan, tak pernah menyangka bahwa kehidupan mereka akan berubah drastis setelah bertemu Akira dan Asahi, sepupu yang memimpin di tengah kekacauan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azky Lyss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Pagi yang Aneh
Pagi berikutnya, suasana di apartemen Alya dan Alyss tampak tenang, setidaknya di luar. Namun, di dalam, Alya duduk di meja makan dengan segelas kopi di tangan, menatap kosong ke arah jendela. Pikirannya masih melayang ke peristiwa semalam, terutama momen-momen canggung ketika ia bersama Asahi.
Alya mendesah, mencoba menyingkirkan semua itu dari pikirannya. Mengapa harus merasa aneh? Ini hanya Asahi. Tidak ada yang perlu dipikirkan lebih jauh.
Tiba-tiba, pintu kamar Alyss terbuka, dan adik kembarnya muncul dengan gaya santai, mengenakan kaos kebesaran dan celana pendek. Rambutnya acak-acakan, jelas baru bangun tidur.
"Selamat pagi," sapa Alyss dengan senyum mengantuk, sebelum mengambil tempat duduk di seberang Alya. "Bagaimana semalam?"
Alya hanya mengangkat bahu. "Kau ke mana semalam? Kau menghilang begitu saja."
Alyss tertawa kecil, menggeliat untuk meregangkan tubuhnya. "Aku cuma keluar sebentar, ada urusan kecil. Lagipula, aku tahu kau bisa pulang sendiri."
Alya mendesah. "Kau selalu bertindak seenaknya."
"Aku tahu kau khawatir. Tapi kau tidak perlu khawatirkan aku. Aku ini Alyss, ingat?" Alyss menatap kakaknya dengan tatapan lembut yang jarang muncul, namun hanya sebentar sebelum ia kembali ke sikap cerianya. "Tapi ngomong-ngomong, kau pulang dengan siapa? Sendirian?"
Alya terdiam sejenak. "Asahi mengantarku."
"Oh?" Alyss mengangkat alis, sedikit terkejut. "Kau tidak bilang apa-apa tadi malam."
"Apa yang perlu aku katakan?" jawab Alya cepat, sedikit defensif. "Dia cuma mengantarku karena kau tidak ada."
Alyss tersenyum penuh arti, meski tidak mengatakan apapun lagi. Hanya ada keheningan sejenak di antara mereka, sebelum Alyss berdiri dan mulai mencari sesuatu di dapur.
Alya menyesap kopinya, mencoba tidak memikirkan lebih jauh tentang apa yang mungkin dipikirkan Alyss. Sementara itu, ponselnya bergetar, menandakan pesan masuk.
Itu dari Asahi.
"Bagaimana pagimu? Ada rencana untuk hari ini?"
Alya menatap pesan itu beberapa detik sebelum mengetik balasan singkat. "Biasa saja. Tidak ada rencana."
Beberapa detik kemudian, balasan dari Asahi masuk. "Mau latihan di markas nanti? Aku dan Akira akan ada di sana."
Alya terdiam lagi. Sebagai sniper, latihan adalah hal yang biasa baginya, tapi memikirkan bertemu Asahi dan Akira lagi, apalagi setelah malam sebelumnya, membuatnya sedikit enggan. Namun, sebelum ia bisa memutuskan, Alyss yang baru saja selesai membuat roti panggang menoleh ke arahnya.
"Ada pesan dari siapa?" tanya Alyss penasaran.
"Asahi," jawab Alya, tanpa menoleh. "Dia mengajak latihan di markas nanti."
Alyss mengangguk pelan, tampak memikirkan sesuatu. "Kenapa tidak? Latihan bisa membantu mengalihkan pikiranmu."
Alya mendesah." Darimana kau tahu aku sedang banyak pikiran? "
Alyss tertawa kecil. "Kita ini kembar loh. Aku bisa sedikit merasakan apa yang kau rasakan."
Mungkin Alyss benar. Lagipula, latihan bisa membantunya menyingkirkan perasaan canggung yang mulai muncul belakangan ini.
"Baiklah," jawab Alya, akhirnya memutuskan. Dia membalas pesan Asahi. "Oke, aku akan datang."
---
Siang harinya, di ruang latihan kampus yang penuh dengan peralatan modern, Akira dan Asahi sudah bersiap dengan pakaian latihan mereka. Ruangan itu dilengkapi dengan simulator dan berbagai alat canggih untuk latihan fisik dan strategi.
"Alya bilang dia akan datang?" tanya Akira sambil mempersiapkan alat simulasi.
Asahi mengangguk. "Iya. Seharusnya sebentar lagi sampai."
"Apa kalian bicara banyak tadi malam?" Akira bertanya tanpa menoleh, suaranya tenang namun penuh rasa ingin tahu.
"Sedikit," jawab Asahi, menjaga nada santainya. "Dia tetap seperti biasanya, agak sulit diajak bicara."
Akira hanya tersenyum tipis. "Itulah Alya."
Beberapa menit kemudian, pintu ruangan terbuka, dan Alya masuk dengan langkah mantap. Meski ia terlihat tenang, di dalam hatinya masih terasa sedikit canggung. Ia menyapa Akira dan Asahi dengan anggukan singkat sebelum mulai bersiap.
"Siap latihan?" tanya Asahi dengan senyum santai.
Alya mengangguk. "Selalu siap."
Latihan hari itu dimulai dengan latihan fisik dasar, diikuti dengan simulasi strategi dan pertempuran virtual. Meski semuanya berjalan seperti biasa, ada momen-momen ketika Alya dan Asahi bertukar pandang singkat saat berlatih, namun keduanya tidak mengatakan apa-apa.
Akira, yang memperhatikan dari kejauhan, tampak tenang namun sesekali melirik mereka berdua. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda di antara mereka, meski keduanya berusaha keras untuk menutupinya.
Setelah beberapa jam latihan, mereka semua duduk di bangku di samping lapangan latihan, berkeringat namun puas.
"Latihan hari ini cukup berat," kata Alya sambil mengusap keringat dari dahinya.
"Tapi kau melakukannya dengan baik," ujar Asahi, tanpa bermaksud memuji berlebihan. "Kau semakin cepat dengan reaksi tembakanmu."
Alya hanya mengangguk, sedikit tersipu tapi tetap berusaha tenang. Ia tidak suka menerima pujian secara langsung, terutama dari Asahi.
Akira, yang duduk di samping mereka, tertawa kecil. "Aku bisa lihat kalian berdua makin kompak. Kalau ada misi mendadak, aku yakin kalian bisa jadi tim yang solid."
Alya tidak mengatakan apa-apa, hanya tersenyum tipis. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan campur aduk. Dia tahu, meski mereka berdua selalu bekerja sama dengan baik dalam misi, ada sesuatu yang mulai berubah.
Sesuatu yang, entah bagaimana, dia tidak siap untuk menghadapinya.
Terua semangat Author
Jangan lupa mampir 💜