NovelToon NovelToon
CAMARADERIE (CINTA DAN PERSAHABATAN)

CAMARADERIE (CINTA DAN PERSAHABATAN)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Leova Kidd

Guliran sang waktu mengubah banyak hal, termasuk sebuah persahabatan. Janji yang pernah disematkan, hanyalah lagu tak bertuan. Mereka yang tadinya sedekat urat dan nadi, berakhir sejauh bumi dan matahari. Kembali seperti dua insan yang asing satu sama lain.

Kesepian tanpa adanya Raga dan kawan-kawannya, membawa Nada mengenal cinta. Hingga suatu hari, Raga kembali. Pertemuan itu terjadi lagi. Pertemuan yang akhirnya betul-betul memisahkan mereka bertahun-tahun lamanya. Pertemuan yang membuat kehidupan Nada kosong, seperti hampanya udara.

Lantas, bagaimana mereka dapat menyatu kembali? Dan hal apa yang membuat Nada dibelenggu penyesalan, meski waktu telah membawa jauh kenangan itu di belakang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leova Kidd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Diam-diam Rival

 

Sesampainya di kantin, aku disambut sapaan ramah Satria, dan gurauan garing ala Ronald. Keduanya tak ada yang aku gubris. Bergegas kucari tempat duduk dekat jendela, yang mana dari jendela tersebut bisa memandang ke arah halaman depan dengan leluasa.

Di halaman depan yang biasa digunakan sebagai tempat parkir, aku melihat Raga dan Kevin tengah bersitegang. Raga bahkan menunjuk-nunjuk muka Kevin yang tampak sesekali menjawab, tapi lebih banyak menunduk. Hingga pada satu detik tertentu, bogem mentah melayang tepat ke wajah Kevin. Cowok berperawakan junkies itu jatuh terpelanting.

Spontan aku menjerit panik.

“Kenapa, Nad?" Satria mendatangiku, disusul oleh Ronald.

Aku tergagap hingga tak sanggup menjawab, hanya bisa menunjuk ke satu arah sambil menahan tangis. Kedua cowok di sebelahku mengikuti arah telunjukku.

“Ck, ngapain lagi mereka?” gumam Satria, lalu bergegas lari keluar kantin.

Tanpa banyak cakap, Ronald mengikutinya. Sementara Taufik yang sejak tadi berada di belakang etalase, tergopoh-gopoh keluar mendekatiku.

“Ada apa, Nad?”

“Mas Raga berantem sama Kevin."

“O, sudah biasa,” jawabnya santai. Aku mengernyitkan dahi memandangi cowok itu. “Kamu ke sini sama Kevin?”

“Dia bilang Mas Raga yang suruh jemput aku.” Tatapanku berganti dengan tatapan heran. “Memangnya kenapa?”

“Nggak apa-apa. Pantes aja mereka berkelahi.”

“Apa hubungannya?”

Taufik tergelak lirih. “Udah nggak usah dipikirin,” ujarnya seraya pergi meninggalkan aku, hendak kembali ke belakang etalase.

“Bentar, Fik!” Bergegas kucegat langkah cowok itu. “Koko ngejemput aku juga atas suruhan Mas Raga, ‘kan? Terus kenapa mereka malah berantem?”

“Kevin bilang begitu?”

”Iya.”

“Nggak tau, deh,” kilah Taufik sambil tersenyum misterius. “Aku nggak mau ikutan.” Cowok itu buru-buru lari ke belakang etalase.

Pada waktu bersamaan, Raga masuk bersama Ronald. Mereka hanya berdua, tanpa Kevin dan Satri. Raga tersenyum ketika tatapan kami bertemu. Senyumnya seakan ingin menyampaikan bahwa semua baik-baik saja. Namun, bagiku tak semudah itu. Mataku merekam langsung peristiwa pemukulan yang dia lakukan.

“Fik, kok Nada belum dibuatkan minum?” Raga bertanya kepada Taufik. “Gimana sih?” gerutunya yang disertai decak kesal.

“Mau minum apa, Nad?”

“Nggak usah, Fik!” tolakku dengan lantang.

“Lah, kenapa?” sergah Raga cepat. Sepasang matanya menyipit, menatapku lurus dengan dahi mengernyit. “Ini kantin, Dek. Minta saja! Nanti aku yang bayar.”

“I-iya. Sekarang belum haus,” dalihku dengan sedikit gugup.

Sejujurnya, aku sedang memikirkan Kevin. Di mana dia sekarang? Sakitkah bekas pukulan tadi? Lukakah dia? Beragam pertanyaan menyesaki batok kepala. Ingin rasanya kabur untuk mencari cowok itu. Namun, aku juga harus menghargai Raga. Posisiku betul-betul dilematik.

Raga mengajakku duduk, menyusul Ronald yang sudah lebih dulu nangkring di bangku pojok, menikmati kepulan asap laknatnya. Aku betul-betul benci sekali kepada perokok. Dekat mereka tuh rasanya alergi berat. Oleh karenanya, aku mengambil tempat yang sedikit menjauh dari cowok itu. Raga mengikutiku.

“Mau makan nggak? Atau minum aja? Mau minum apa? Es campur mau?” Dengan ceriwis Raga bertanya. Kujawab hanya dengan sebuah gelengan kepala. “Jadi mau apa?”

“Aku mau Mas Raga jujur, kenapa berkelahi dengan Koko,” ucapku tegas.

“Itu biasa terjadi. Nggak usah dibesar-besarkan. Nanti juga baik kembali.”

“Nggak!” ketusku. “Aku tahu ada yang terjadi antara kalian.”

“Nggak ada, Dek. Beneran,” bujuk Raga seraya merengkuh bahuku. Aku menepisnya dengan lembut. “Tadi itu cuma peringatan buat dia, biar nggak ngelunjak.”

“Maksudnya?” Aku menoleh dengan wajah judes.

“Sudahlah,” pungkas cowok itu seolah enggan untuk membahas masalahnya bersama Kevin. Dia menatapku lekat sembari tersenyum kalem. “Kamu tahu kan, aku dan Kevin udah kek saudara. Kalau dia salah, ya aku ingetin dong. Namanya ngingetin, kadang bisa dengan cara yang keras. Tapi tujuanku baik kok.”

Aku semakin tidak mengerti. Mengingatkan, cara keras, tujuan baik, apaan coba? Jelas-jelas tadi mereka bertengkar. Jelas-jelas Raga meninju Kevin tanpa perlawanan.

Bagiku, tak masalah mereka bertengkar model apa. Baku hantam sampai babak belur juga, aku tidak peduli. Yang ingin aku tahu cuma satu hal. Apa penyebabnya? Aku khawatir, pertengkaran tersebut terjadi karena aku. Itu saja.

“Aku nggak mau ngomong sama Mas Raga sebelum mendapat penjelasan apapun!” ancamku, ikutan keras kepala.

“Nada, hari ini kau sweet seventeen, ya?” Ronald tiba-tiba menyeletuk dari tempatnya duduk. Dia matikan rokok ke dalam asbak di hadapannya. Lantas, dia bangkit dan berjalan menghampiri kami. Macam orang tak tahu situasi, cowok itu duduk di hadapanku. “Sudah 17 tahun, ‘kan? Boleh dong pacaran?” godanya.

“Sok tau!” seruku jengkel.

“Loh iya 'kan? Kata Raga....”

“Apa sih, Boy?” Dengan kesal Raga memotong ucapan Ronald. “Nggak usah usik Nada, bisa nggak! Balik sana ke duniamu sendiri!”

“Duniamu sendiri, kau pikir aku jurig!” Ronald melirik Raga tajam.

“Makanya nggak usah rese!”

Ronald tetap ngeyel. “Nad, kalau sudah boleh pacaran nanti pacaran sama aku ya?”

“Ogah!” semprotku galak.

Si Don Juan terbahak-bahak mendapat reaksi demikian. Aku melirik Raga. Dia hanya diam, duduk tegak dengan tatapan terpaku ke arah meja di hadapan kami.

Aku rasa cowok itu melamun. Tubuhnya ada di situ, tapi angannya mengembara entah ke mana.

 

🍁🍁

 

Hampir setengah jam aku dan Raga duduk saling diam seperti orang tak kenal. Di posisi saat itu, keenggananku memulai obrolan lebih karena gengsi. Sebelum diberi penjelasan tentang perkelahiannya dengan Kevin, aku malas berbicara padanya. Itu prinsipku.

Senja mulai temaram. Sepertinya sebentar lagi waktu magrib tiba. Aku menengok arloji di pergelangan tangan. Pukul 17.45 WIB. Tanpa mengucap sepatah kata pun, aku beranjak dari tempat duduk. Awalnya, Raga diam melihat aku bersikap demikian.

Namun, ketika langkahku mulai terayun, tangan kirinya lekas mencekal pergelangan tanganku dan mencengkeramnya kuat-kuat. Aku menoleh, membalas tatapannya yang tengadah ke arahku.

“Ke mana?” Suaranya terdengar lemah. “Aku minta maaf kalo sikap tadi membuat Adek nggak nyaman."

“Aku mau sholat,” jawabku singkat.

Cengkeraman pemuda itu perlahan mengendur. Aku mengibaskan tangan hingga pegangannya betul-betul terlepas, lalu bergegas pergi.

Lewat sudut mata, dapat kutangkap Taufik memperhatikan kami dengan wajah sedih dari balik etalase. Ronald juga. Cowok bengal itu menghampiri tempat Raga duduk, berusaha menghibur sahabatnya.

Aku tak peduli.

Dalam sebuah hubungan, aku menjunjung tinggi yang namanya keterbukaan dan kejujuran. Sepahit apapun itu, jika diungkapkan dengan jujur pasti akan diterima sebagai kenyataan yang memang harus dihadapi. Aku tidak suka dengan sesuatu yang ditutup-tutupi.

 

🍁🍁

 

Meninggalkan kantin, aku terus berjalan menuju Masjid. Masjid Unmer terletak lumayan jauh di belakang gedung utama. Aku sedikit paham denah kampus tersebut, sebab pernah satu kali ke sana sebelum hari itu. Masjid besar yang berlokasi di areal belakang kampus tersebut berada di depan lahan kosong yang lumayan luas. Pada tahun 2001, lahannya masih kosong. Entah sekarang difungsikan sebagai apa.

Dari kejauhan, terlihat dua sosok duduk di serambi masjid. Menilik gesture tubuh mereka, sepertinya yang satu orang sedang menasihati orang satunya. Tampak yang satu tengah galau berat, duduk memeluk lutut dengan kepala telungkup. Sementara yang lainnya sedang berbicara serius.

Semakin dekat semakin jelas bahwa mereka adalah Satria dan Kevin. Kupercepat langkah untuk menghampiri keduanya. Itu merupakan momentum yang aku tunggu. Sejak tadi aku mencari mereka, dan nyaris putus asa memikirkan kemungkinan-kemungkinan tentang Kevin.

Ketika menyadari kedatanganku, Satria menghentikan wejangannya yang entah berisi apa saja—aku tidak sempat mencuri dengar. Dia memandangku sayu, tanpa senyum, tanpa kalimat sambutan. Sikapnya menyiratkan satu hal bahwa memang benar ada masalah yang berhubungan denganku.

“Vin, Nada ke sini,” ucapnya seraya menepuk bahu Kevin. Setelah itu, dia berdiri, dan tanpa berkata apapun meninggalkan aku berdua dengan sahabatnya.

Kevin mengangkat wajah, menatapku hampa. Tulang pipinya membiru lebam, wajahnya kusut masai. Dari ekspresinya, aku tahu bahwa dia tak suka melihat kehadiranku. Air muka cowok itu lebih asem daripada ketek orang yang tidak mandi berhari-hari.

Aku sudah membulatkan tekad. Semakin jutek Kevin kepadaku, semakin aku merasa bahwa benar dia kena hantam gara-gara diriku. Maka, dengan khusyuk aku bersimpuh di hadapannya.

“Untuk apa kamu ke sini?” Suara sinis menyapa gendang telingaku. Telinga yang mendengar, tapi dada yang bergetar. Sakit bagai ditusuk ujung belati.

Jika saja keadaan sedang tidak seperti itu, mendapat sambutan demikian, aku pasti tersinggung dan langsung pergi. Akan tetapi, saat itu aku memilih bertahan sebab menyadari penyebab kekacauan tersebut adalah diriku.

“Koko nggak pa-pa?” Kuberanikan diri menyentuh lengannya. Seketika ditepis dengan kasar. “Sebenarnya ada apa? Kenapa Mas Raga memukul Koko?”

“Dia tahu?” Bukannya menjawab pertanyaanku, Kevin justru balik bertanya, masih dengan nada kasar.

“Tahu apa?”

“Kamu ke sini!”

“Aku bilang mau sholat.”

“Ya udah sana sholat!” ketus cowok itu kemudian.

“Kan belum adzan.”

Kevin diam, melengos ke lain arah.

“Jawab dulu pertanyaan aku, Ko!”

“Pertanyaan apa?”

“Kenapa kalian berantem?”

“Tanya sama dia!”

“Mas Raga nggak mau kasih tau.”

Pemuda itu menikamku dengan sinis tatapannya. Tak lama kemudian, dia berucap lirih, “Raga aja nggak mau bilang, apalagi aku.”

“Tapi kalian berantem karena apa? Itu yang aku pengen tahu!” pekikku mulai kewalahan mengontrol emosi.

“Kamu seneng banget ikut campur urusan orang ya! Nggak usah sok peduli sama kami!”

Mendengar kalimat bernada makian tersebut, sontak aku terdiam. Nyeri di ulu hati kian menjadi-jadi. Tanpa diminta, air mataku menetes. Sakit rasanya, kepedulianku ditanggapi demikian oleh dia. Dia yang satu jam lalu begitu manis memperlakukan aku. Kenapa cepat sekali sikapnya berubah? Seolah apa yang aku alami dalam perjalanan tadi hanya selintas mimpi yang singgah dalam tidur malamku.

“Oke, aku pulang aja! Keberadaanku tidak diharapkan,” rajukku sambil beranjak berdiri, berharap Kevin menahan kepergianku.

“Pulang aja sana!” Ternyata aku malah diusir tanpa perasaan. “Siapa juga yang peduli!”

Ya Tuhan, sakit banget dibegitukan oleh Kevin. Jika orang lain yang bersikap demikian terhadapku, mungkin aku masih bisa abai. Namun, berbeda ketika yang melakukannya adalah dia. Hatiku betul-betul tidak bisa menerima.

Tanpa banyak cakap, aku berbalik dan meninggalkan tempat tersebut. Air mata di pipi, aku seka dengan kasar. Kuayunkan kaki dengan cepat menuju pagar kampus. Aku mencari becak yang banyak mangkal di sekitar sana, dan minta diantarkan ke tempat kerja Ibu.

 

🍁🍁

 

 

1
leovakidd
👍
Mugini Minol
suka aja ceritanya
leovakidd: masya Allah, makasih kakak 😍
total 1 replies
Kiran Kiran
Susah move on
leovakidd: pasukan gamon kita
total 1 replies
Thảo nguyên đỏ
Mendebarkan! 😮
leovakidd: Thanks
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!