Lastri selalu di injak harga dirinya oleh keluarga sang suami. Lastri yang hanya seorang wanita kampung selalu menurut apa kata suami dan para saudaranya serta ibu mertuanya.
Wanita yang selalu melayani keluarga itu sudah seperti pembantu bagi mereka, dan di cerai ketika sang suami menemukan penggantinya yang jauh berbeda dari Lastri.
Namun suatu hari Lastri merasa tidak tahan lagi dan akhir mulai berontak setelah ia bercerai dengan sang suami.
Bagaimana cara Lastri membalas mereka?
Yuk simak kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Perjalanan
Bab 21. Perjalanan
POV Lastri
Keesokan harinya.
Sesuai rencana yang di sepakati, Mbak Ayu menjemputku di rumah Pak Lek. Sementara rumah Bapak dan Ibu lagi di bangun, kami semua tinggal di rumah Pak Lek sambil bisa mengawasi pembangun rumah yang bersebelahan dengan rumah Pak Lek.
Memikirkan orang tuaku yang sudah semakin tua, aku tidak ingin terjadi apa-apa pada mereka. Karena Bapak dan Ibu orangnya tidak bisa berdiam saja tanpa kegiatan, untuk itu Bapak rencananya akan aku bangunkan kebun mini di belakang rumah, untuk mengisi kejenuhannya. Dan warung sembako di depan rumah, untuk kegiatan Ibu sehari-hari.
Semoga mereka senang dengan rencanaku ini. Semua itu aku lakukan agar mereka tidak perlu lagi ke sawah atau berkebun. Dengan tabungan yang ada, sudah sangat lebih untuk menikmati hari tua.
"Tidak masuk dulu Nak Ayu?" Tanya Ibu menyapa, melihat Mbak Ayu menunggu di depan pintu rumah.
"Lain kali saja Bu Imah, Lastri juga kayaknya sudah siap. Biar nanti sampai di sana tidak terlalu sore, jadi sempat mencari lokasi yang pas buat usaha kami nanti." Tutur Mbak Ayu.
"Ibu doakan, semoga kalian selamat sampai tujuan, dan semoga lancar urusan kalian di sana. Ibu turut senang kalian bangun usaha bersama. Semoga sukses ke depannya."
"Aamiin..." Jawabku dan Mbak Ayu serempak.
"Diah, Ibu pergi dulu ya Nak. Diah jangan bandel ya sama Nenek dan Kakek."
Pesan ku pada Diah, lalu memeluknya erat dan mencium kedua pipinya. Baru kali ini aku akan berjauhan dari Diah. Meski ia di tinggalkan bersama Bapak dan Ibu, tapi tetap saja aku khawatir dan merasa rindu akan berpisah sesaat dengannya.
"Iya Bu. Nanti Iyah mau ajak Om jalan-jalan lagi." Kata Diah dengan polosnya.
Sepertinya kekhawatiran ku sia-sia mencemaskan putriku yang akan rindu sosok ku untuk beberapa hari ke depan. Rupanya Fahri sudah mencuri hati anakku sehingga Diah terus menempel padanya.
Aku tersenyum dan mengusap lembut pipi anakku.
"Jangan sering-sering ya Nak
Kasihan sama Om Fahri. Ibu pergi dulu ya? Bu sampai kan pamit ku kepada Bapak."
"Iya, Bapak mu lagi pergi dengan Pak Lek mu. Nanti Ibu sampaikan. Kalian hati-hati ya.."
"Iya Bu."
"Mari Bu Imah." Pamit Mbak Ayu.
Diah dan Ibu melambaikan tangannya kepada ku. Ketika kami sudah memasuki mobil dan siap berjalan.
Mobil pun perlahan mulai melaju meninggalkan kampung halaman ku. Sepanjang perjalanan aku dan Mbak Ayu tidak hentinya mengobrol ringan dan sesekali membahas rencana usaha kami. Namun ketika obrolan berubah ke arah rumah tangga, aku lebih banyak diam tidak menanggapi. Aku takut dan malu bila rumah tangga ku yang jauh dari harmonis itu harus di ketahui oleh Mbak Ayu.
"Selain usaha rumah makan, kamu mau buat usaha apalagi Lastri?"
"Apa aku sanggup Mbak?" Tanyaku.
Dengan hanya tamatan SMA saja, rasanya aku tidak percaya diri. Apalagi mengurusi bisnis usaha untuk pertama kali.
"Loh kenapa?"
"Aku belum memiliki pengalaman di bidang bisnis maupun usaha Mbak." jawabku, jujur.
Mbak Ayu tersenyum.
"Kamu bisa menyerahkannya pada orang yang handal dan bisa di percaya. Yang jujur juga bertanggung jawab."
"Aku tidak memiliki banyak teman Mbak. Mau cari orang-orang seperti itu dimana?" Tanya ku bingung.
"Itu gampang Lastri. Buka lowongan kerja dan sesuaikan sama persyaratan yang kamu inginkan. Lalu, adakan tes wawancara. Dari sana kamu bisa memilih orang-orang yang akan bekerja untukmu."
"Walah..., seperti kantor besar saja Mbak." Kataku malu, padahal usahakan ku hanya rumah makan dan lainnya masih dalam rencana.
"Loh, harus itu Las. Jaman sekarang ini cari kerja itu susah. Apalagi jumlah penduduk dan kebutuhan hidup semakin hari semakin meningkat. Kalau nantinya kamu kesulitan untuk memilih, minta bantuan Fahri saja."
"Nanti malah ngerepotin Mbak."
Mbak Ayu terkekeh.
"Kalau kamu yang minta, dia tetap tidak akan kerepotan." Jawab Mbak Ayu dengan wajah santainya.
Perjalanan pun tidak terasa membosankan karena Mbak Ayu yang senang mengobrol. Sehingga menjelang siang, kami sudah sampai di rumahnya.
Tidak enak rasanya menginap di Mbak Ayu, sedangkan rumahku pun ada di kota ini. Namun aku terpaksa, karena tidak mungkin pulang ke rumah saat aku akan menjalankan rencana ku mencari informasi tentang Mas Hendra.
"Masuk Lastri, kamu bisa pakai kamar Nunik."
"Baik Mbak. Terima kasih sudah mau menampungku beberapa hari disini."
"Jangan sungkan begitu Lastri. Anggap saja rumah sendiri. Mbak senang ada kamu disini, jadi ada temennya. Nanti sore, kita meninjau 3 lokasi tempat usaha kita nanti ya. Mbak dapat beberapa informasi dari temen Mbak. Kamu istirahat saja dulu."
"Iya Mbak."
"Nah, ini kamar Nunik. Kamu bisa istirahat di dalam." Ujar Mbak Ayu.
"Ibu, Nunik laper." Kata Nunik.
"Eh iya kita belum makan siang ya, Ibu sampai lupa. Ya sudah, pesan makanan delivery aja biar cepet." Ujar Mbak Ayu.
Mbak Ayu pun terlihat memainkan handphonenya, sementara aku masuk ke kamar Nunik.
Ku rebahankan tubuh ini yang sedikit lelah karena terlalu lama duduk. Teringat aku belum menghubungi Mbak Yuli untuk rencana ku , aku pun mengeluarkan handphone ku dan menghubunginya langsung.
Tidak butuh menunggu lama, panggilan telepon ku pun di angkat.
"Assalamualaikum, Mbak Yuli."
"Waalaikumsalam. Sudah di kota ini Las?"
"Sudah Mbak. Tapi aku menginap di tempat kerabatku dari kampung."
"Kenapa tidak di rumah Mbak saja Las?"
"Loh, bukannya bahaya Mbak. Jadinya kan keluarga Mas Hendra bisa tahu nanti kalau aku sudah kembali ke kota."
"Oh iya, Mbak lupa. Ya sudah, kamu sudah bener disana saja. Tidak apa-apa, nanti biar Mbak jemput kamu. Kamu kasih tahu saja dimana lokasi mu."
"Iya Mbak. Maaf sudah merepotkan."
"Halah, cuma nganterin kamu repot apanya Las. Justru Mbak dengan senang hati membantumu. Mbak kasihan sama kamu Las.".
"Iya Mbak, terima kasih. Besok aku kabari lagi. Assalamualaikum."
Setelah mendengar jawaban salam dari seberang sana, baru lah telepon aku tutup.
Tidak dapat ku pungkiri hati ku berdebar-debar menanti hari esok dan berharap semua kabar yang selama ini aku dengar tidaklah benar adanya. Rasanya hatiku belum siap menerima luka selain kemarahan yang setiap harinya di berikan oleh Mas Hendra dan keluarganya. Tidak terbayang bagaimana hancurnya hatiku nanti jika kabar itu bukan terkaan semata.
Jika Mas Hendra benar-benar mengkhianati ku, maka Lastri yang ia kenal tidak akan pernah ia temui lagi.
Tanpa kusadari rasa kantuk menyerang kelopak mataku, hingga membuat aku kesulitan membuka mata. Dan lambat laun aku pun tertidur di atas kasur milik Nunik yang bersepraikan gambar boneka-boneka.
Bersambung...
Yang sudah like dan komen makasih banget 🙏🥺sangat berarti loh buat aku.