NovelToon NovelToon
Tabib Pilihan Langit : Ditemukan

Tabib Pilihan Langit : Ditemukan

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Spiritual / Pusaka Ajaib / Ilmu Kanuragan / Penyelamat
Popularitas:8.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mardi Raharjo

Pemuda tampan yang sakit-sakitan dan pengangguran di usianya yang telah 30 tahun meski bergelar sarjana, ia dicap lingkungan sebagai pengantin ranjang karena tak kunjung sembuh dari sakit parah selama 2 tahun.

Saat di puncak krisis antar hidup dan mati karena penyakitnya, Jampi Linuwih, mendapat kesempatan kedua.

Jemari petir, ilmu pengobatan, hingga teknik yang tak pernah ia pelajari, tiba-tiba muncul dalam pikirannya. Ia dipilih langit untuk mengemban tugas berat di pundaknya.

Mampukah ia memikul tanggung jawab itu? Saksikan perjalanan Jampi Linuwih, sang Tabib Pilihan Langit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32_ Akar Awang

Sore itu, mereka berdua sampai di rumah bersamaan dengan pak Budi yang membawa beberapa ikan hasil kerambanya. Nampak senyum di wajah pak Budi, membuat Jampi mengernyit.

Mereka bertiga pun duduk bersama, menikmati ikan masakan Rani.

"Bagaimana nak?", tanya pak Budi sembari menyantap hidangan sore itu. Rani melihat ke arah pak Budi kemudian menunduk dengan wajah merona malu.

"Menarik pak. Saya belajar mengenal herbal", jawab Jampi apa adanya sembari melahap makanannya tanpa memperhatikan wajah pak Budi.

"Apa kamu bersedia menikahi putriku?", tanya pak Budi tiba-tiba membuat Jampi hampir tersedak dan menjatuhkan sendoknya ke piring.

" Uhk, em, maksud bapak? Saya, saya sudah beristri", jawab Jampi terus terang kemudian meneguk setengah gelas kecil air putih di sampingnya.

"Lelaki bisa menikahi lebih dari satu perempuan. Itu terserah kamu", ujar pak Budi semakin membuat Jampi bingung.

"Apa yang ada di otak bapak dan anak ini? Bukannya orang tua akan marah kalau anaknya dimadu?", batin Jampi yang menghentikan makannya dan diam memikirkan cara menanggapi ucapan pak Budi.

" Rani ini gadis yang baik, cantik, apa adanya, dan berbakti. Sebaiknya bapak menjodohkan dia dengan pria lajang di dekat sini. Agar ia tetap bisa merawat bapak di masa tua", ungkap Jampi lugas setelah diam beberapa saat.

"Menurutku, kamu pemuda yang baik. Bahkan Rani sudah menyampaikan kepada bapak, bahwa kamu sudah memberinya mahar berupa emas yang bernilai tinggi", ungkap pak Budi.

" Eh, itu, saya cuma beruntung menemukannya. Saya berikan kepada Rani sebagai ucapan terimakasih saja", ujar Jampi memperjelas agar mereka tidak salah sangka. Kini ia sedikit menyesali idenya memberi hadiah semahal itu.

"Heh, kukira, kenapa tidak sekalian saja?", ucap pak Budi terhenti sejenak. Nampak wajahnya sedikit kecewa dengan jawaban Jampi.

" Justru karena aku sudah menua, putriku tinggal Rani saja. Jika kamu mau menjaganya seumur hidupmu, apa yang perlu kukhawatirkan saat aku mati nanti", jelas pak Budi.

Ucapan pak Budi membuat Jampi bingung harus menjawab bagaimana lagi. Ia kehabisan akal untuk menolaknya. Pemuda itu menduga, inilah alasan mereka memperlakukan dirinya dengan baik tanpa mengenal identitasnya terlebih dahulu.

"Penduduk desa ini hanya tinggal aku dan Rani. Semuanya sudah mengungsi karena lokasi ini dinilai tidak layak huni.

Jika bukan karena mendiang Vani dan ibunya, aku pun akan membawa Rani pergi dari kampung kosong ini", lanjut pak Budi setelah menghela nafas panjang.

"Kampung kosong?", batin Jampi yang tiba-tiba teringat sosok tua menyerupai pak Budi yang beberapa kali menegurnya.

" Tunggu sebentar. Apa bapak melarangku keluar rumah setelah isya' kemarin sore?", tanya Jampi menyela ucapan pak Budi.

"Tidak, aku sudah tidur malam itu", sanggah pak Budi. Jawaban itu membuat bulu kuduk Jampi berdiri.

" Lalu, subuh tadi, apa bapak mencegahku datang ke tebing tinggi itu?", tanya Jampi lagi.

"Untuk apa? Aku membantu Rani mempersiapkan sarapan. Tanyakan saja kepada Rani", jawab pak  Budi membuat Jampi semakin merinding. Meski ia sudah pernah berhadapan dengan jin, ia masih juga merinding mengalami hal mistis seperti ini.

" Apa yang sebenarnya ingin kamu tanyakan", tanya pak Budi yang merasa bahwa Jampi hanya ingin mengalihkan pembicaraan.

"Oh, tak apa pak. Hanya merasa sedikit aneh", jawab Jampi.

"Apa kamu bertemu orang selain kami dan para penjahat itu?", heran pak Budi.

"Entah lah pak. Orang itu berwajah dan bersuara mirip bapak. Tapi, ia selalu hilang usai ucapannya selesai", ujar Jampi dengan bulu kuduk sedikit merinding.

"Mungkin saja itu jin yang menyerupai aku. Tidak ada lagi penduduk di desa ini selain kami. Lalu, bagaimana nak?", jelas pak Budi kemudian mengembalikan topik pembicaraan, memastikan sekali lagi dengan tatapan penuh harap karena sedari tadi Jampi hanya diam atau mencari-cari alasan.

"Nikahi lah dan bawa putriku pergi dari sini, maka aku akan tenang", ujar pak Budi kemudian menghela nafas panjang. Ia meletakkan sendoknya dan menggenggam tangan Rani.

" Saya, saya..", jawaban Jampi terhenti. Ia tak tahu harus bagaimana menolak.

"Bagaimana jika Rani kukenalkan dengan rekan atau saudaraku yang masih lajang? Ada banyak pria baik yang lajang di sana", ungkap Jampi. Namun, itu nampak sebagai kata tidak bagi mereka.

" Jangan bohong! Aku sudah melihat banyak pria. Selain bapak, aku tak pernah melihat yang sebaik dan sepolos kamu", Rani pun angkat bicara karena Jampi terus mencari alasan untuk menolak.

Jampi pun diam beberapa saat, mencari solusi terbaik untuk mereka.

"Huh, begini saja. Saya akan sholat istikharah. Bapak dan Rani, islam kan?", ungkap Jampi. Mereka berdua pun menganggukkan kepala.

" Bagus lah. Mari kita sholat istikharah masing-masing selama tiga hari. Jika hasil dari istikharah kita memang jodoh, saya akan menikahi Rani", ungkap Jampi. Ia benar-benar tidak ingin berpoligini kecuali orang itu memang ada dalam mimpinya dan ada unsur urgensi.

Mereka pun sepakat. Nampak senyum merekah di wajah mereka berdua.

"Tapi, jika hasilnya bukan, maka saya akan berusaha mencarikan Rani, jodoh yang baik", pungkas Jampi, membuat senyum mereka berdua sedikit memudar.

Malam itu, usai sholat isya' berjamaah, Jampi mengajarkan cara sholat istikharah. Mereka pun segera tidur dalam keadaan memiliki wudhu.

Tanpa terasa, tiga malam pun berlalu. Selama tiga hari ini, Jampi memperhatikan kondisi saat malam hari, para pria bersenjata itu tidak lewat lagi.

"Sebenarnya siapa mereka dan apa tujuan mereka meneror warga kampung?", batin Jampi yang begitu penasaran dengan motif kejahatan mereka.

Keesokan paginya, mereka bertiga pun sarapan bersama.

" Jadi, bagaimana nak? Kami berdua memimpikan hal yang sama, yakni kamu dan Rani melakukan ijab qabul selama tiga hari ini", ungkap pak Budi dengan gembira. Berbeda dengan raut wajah Jampi yang datar saja.

Jampi meletakkan sendoknya dan menelan makanannya. Setelah diam sejenak, pemuda itu menyampaikan mimpinya.

"Huh, maaf pak. Berbeda dengan mimpi saya. Memang kami akan ijab qabul, namun Istri saya datang dan memporak porandakan pernikahan sebelum acara ijab qabul selesai", ujar Jampi.

Jawaban Jampi membuat kedua orang itu mengernyit kebingungan.

"Lantas, apa artinya itu?", ujar pak Budi.

" Tandanya kami memang bisa berjodoh, namun pernikahan ini masih belum memiliki nilai urgensi, karena Rani masih lajang, baik dan menarik. Pasti ada jodoh yang pas dengannya selain saya. Jika dipaksakan, ini tidak akan baik", ungkap Jampi berusaha mentakwil mimpinya.

Mereka berdua nampak kecewa dengan jawaban Jampi. Pemuda itu diam sejenak agar mereka berdua bisa menelaah ucapannya.

"Pak, Rani, maafkan saya. Apakah bapak ridho jika dalam bahtera rumah tangga, Rani terus tersakiti? Mimpi saya menggambarkan hal itu. Ia mungkin bahagia menjadi istri saya. Tapi, berapa lama ia bisa bertahan dalam pedihnya luka jika ia dan Nia selalu berseteru meski berbeda rumah? Semua orang punya batasnya, begitu pun Rani.

Lebih baik saya nikahkan dia dengan orang yang lajang. Tentu bapak dan Rani bisa istikharah lagi agar usaha sejalan dengan petunjuk langit", ungkap Jampi masuk akal.

" Saya harap, bapak ikut ke kota membersamai Rani sementara. Jika ia sudah bersuami, terserah bapak, mau pindah ke kota atau kembali ke sini.

Memori itu, Vani dan ibunya, akan selalu ada di ingatan bapak. Namun doa lah yang paling mereka harapkan. Pasti mereka juga tak ingin bapak dan Rani kesusahan karena mereka", tambah Jampi agar pak Budi tidak berkeras hati dan menyusahkan diri mereka sendiri.

Pak Budi terdiam sejenak setelah mendengar ucapan Jampi.

"Ya, kamu benar nak. Baik lah, bapak akan temani Rani ke kota Jahe bersamamu", setuju pak Budi sembari menganggukkan kepala.

" Tapi, bagaimana dengan rumah dan keramba bapak? ", tanya Rani.

" Tak apa. Kamu lebih berharga nak", jawab pak Budi sembari memeluk putrinya.

"Nah, baik lah kalau begitu. Tapi, izinkan saya menyelidiki para pria bersenjata itu terlebih dahulu", ujar Jampi, sontak membuat mereka berdua melotot.

" Jangan gegabah. Kamu, bisa jadi kamu takkan kembali dengan selamat", cegah pak Budi tak ingin kehilangan pemuda seperti Jampi meski tidak bersedia dijadikan menantu.

"Tak apa, saya akan berhati-hati", jawab Jampi dengan tersenyum agar mereka tidak khawatir.

" Tapi, melihat sanca saja kamu ketakutan. Mereka semua bersenjata api,  bukan ketapel!", sanggah Rani dengan khawatir.

"Mana ada? Itu kan cuma akting", elak Jampi.

" Keringat dingin pun akting?", ucapan Rani membuat Jampi terdiam sejenak.

"Itu, itu karena aku belum bersiap. Aku ini ahli bela diri loh. Sudah lah. Bapak dan Rani tenang saja. Saya akan kembali dengan selamat insyaa Allah", ujar Jampi kemudian izin berjalan-jalan ke pantai, menolak menemani Rani mencari herbal agar tidak terus ditanyai.

Malam itu, setelah isya', Jampi kembali memantau kondisi di depan rumah. Tidak setiap hari rombongan bersenjata itu lewat. Hanya saja, tak ada jadwal tetap sehingga mereka harus tetap waspada.

" Itu mereka", gumam Jampi mengintai para pria bersenjata itu melewati depan rumah pak Budi.

Jampi pun membaca basmalah dan merogoh kantong semar, membayangkan alat untuk menghindari peluru tajam.

Saat ia mengeluarkan tangannya, ia hanya mendapati sejenis akar yang tidak ia kenal.

"Itu akar awang!", suara pak Budi terdengar di belakang Jampi. Ia memang memantau Jampi, khawatir menantu potensialnya bertindak gegabah.

" Apa bapak tahu untuk apa ini?", tanya Jampi penasaran.

"Siapa kamu sebenarnya?", tanya pak Budi nampak sedikit ketakutan.

1
ahmad nabawi
ceritanya menarik, original
Jimmy Avolution
hadir
Aman 2016
lanjut Thor 💪
Aman 2016
top top markotop lanjut Thor 💪
Aman 2016
mantab Thor 💪
anggita
hadiah iklan lagi buat thor.
anggita
like👍☝iklan, semoga novelnya lancar jaya.
Tabuut: aamin. terimakasih./Smile/
total 1 replies
anggita
si Jampi jadi Sakti👏💪
31_PUTU WIDIARTA
Keajaiban kata
Yoko Littner
Wah, gak kerasa sampe akhir. Makasih thor!
Alexo. ID
Keren abis, pengen baca lagi!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!