Rasa bersalah karena sang adik membuat seorang pria kehilangan penglihatan, Airi rela menikahi pria buta tersebut dan menjadi mata untuknya. Menjalani hari yang tidak mudah karena pernikahan tersebut tak didasari oleh cinta.
Jangan pernah berharap aku akan memperlakukanmu seperti istri, karena bagiku, kau hanya mata pengganti disaat aku buta - White.
Andai saja bisa, aku rela memberikan mataku untukmu - Airi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
Entah siapa yang memulai duluan, keduanya sudah sama-sama polos. Awalnya, memang Airi yang terkesan lebih agresif, sebenarnya bukan agresif, hanya memposisikan diri sebaik mungkin agar White tidak mengalami kesusahan. Namun seiring waktu berjalan, justru dia yang kualahan dengan serangan dari suaminya. Mungkin inilah yang dinamakan insting, meski tak bisa melihat, White bisa melakukannya dengan baik. Karena disini, White bukanlah seorang pendatang baru, dia sudah biasa melakukan ini dengan Raya.
"Mende sahlah, biar aku bisa membayangkan seperti apa ekspresimu saat ini." Padahal sejak tadi Airi menggigit bibir bawahnya agar tak bersuara karena malu. Tapi ternyata, White malah menginginkannya bersuara.
Akhirnya, desaahan itu lolos dari bibir mungil Airi. Meski tanpa melihat, White sungguh piawai membuatnya melayang. Pria itu tahu titik titik dimana saja yang membuatnya tak bisa berhenti mendeesah.
Nafas keduanya makin memburu seiring keringat yang yang terus keluar dari pori-pori kulit mereka. Sentuhan demi sentuhan membuat keduanya terbang melayang layang. Awalnya tak ada kesulitan sama sekali, namun saat hendak memulai penyatuan, disitulah mulai terasa sulit. Meski Airi sudah membantu, tapi White masih kesusahan menerobos milik istrinya tersebut.
"Apa ini yang pertama bagimu?" tanya White.
"I-iya Bang," sahut Airi gugup. Tadi semuanya memang terasa nikmat, tapi saat akan memulai inti, dia jadi gugup sekaligus takut. Banyak cerita yang dia dengar jika malam pertama itu sangat sakit.
"Mungkin akan terasa sedikit sakit, tahanlah sebentar."
"Hem," sahut Airi sambil mengangguk.
Bersamaan dengan pecahnya selaput didalam sana, Airi membekap mulutnya agar tak berteriak. Ternyata rasanya jauh lebih sakit dari yang dia bayangkan.
White terkejut saat meraba wajah Airi. Basah, wanita yang sedang ada dibawahnya itu menangis. "A-apa kau tak menginginkan ini?"
Airi menggeleng. "Bukan seperti itu."
"Lalu, kenapa kau menangis? Aku akan berhenti jika kau tak menginginkan ini. Aku tak mau kenikmatan sepihak." White hendak menarik tubuhnya tapi Airi langsung menahan dengan memeluk pinggangnya.
"Aku menangis bukan karena tak menginginkan ini, tapi karena sakit sekali."
White seketika merasa sangat bersalah. Sepertinya tadi dia terlalu memaksa dan terburu-buru. Harusnya dia bisa membuat Airi lebih rilex agar tak terlalu sakit.
"Maaf, aku akan lebih pelan lagi." White mencium bibir Airi sambil mulai bergerak. Ini pengalaman pertama bagi Airi, dan dia tak ingin meninggalkan trauma rasa sakit yang akan membuat Airi takut berhubungan lagi.
White tersenyum saat Airi mulai mengeluarkan suara sekksinya, itu tandanya, Airi sudah mulai menikmati.
"Ahhh.." Suara itu membuat White makin bersemangat. Apalagi saat bibir Airi keceplosan bilang lebih cepat Bang, White makin menggila. Meski dia sudah biasa melakukan ini, tapi dia tak bisa berbohong, jika milik Airi, jauh lebih nikmat dari milik Raya. Mungkin karena ini adalah pertama kalinya.
Dia pikir, tanpa melihat, sensasinya akan berbeda, tak akan senikmat jika bisa menyaksikan langsung kecantikan dan kemolekan tubuh wanitanya. Tapi pikiran itu langsung hilang karena White justru sangat menikmati penyatuan ini. Meski tak bisa melihat seperti apa ekspresi Airi, tapi suara seksenya mampu membuat seluruh tubuh White terasa terbakar. Belum lagi kemulusan dan keindahan lekuk tubuh yang dia raba, semua itu memunculkan imajinasi jika Airi sangatlah sumpurna. Dan satu lagi yang membuat White makin menggila, aroma tubuh Airi sangat memabukkan. Entah seperti apa wanita itu merawat tubuh dan bagian intinya, yang pasti semua itu membuat White ingin terus menciumi setiap inci tubuh Airi.
"Abang.."
"Ai.."
Keduanya menyebut nama pasangan saat sesuatu yang sejak tadi ditahan akhirnya meledak. Luar biasa, belum pernah Airi merasakan kenikmatan seperti ini. Seluruh tubuhnya terasa ringan, dia seperti terbang. Begitupun dengan White, meski sudah sering melakukan hal seperti ini, tapi pelepasann kali ini, terasa sangat luar biasa. Dia menggulingkan tubuh kesamping Airi sambil mengatur nafas dan detak jantung yang masih memburu.
"Apa kau lelah?" tanya White saat dia bisa mendengar suara deru nafas Airi.
Airi hanya menjawab dengan anggukan, dia sampai lupa jika White tak bisa melihatnya.
"Ai, apa kau baik-baik saja?" White kembali bertanya karena tak ada sahutan.
Airi menoleh kearah pria yang baru saja merenggut keperawanannya. Dia menggeser badannya mendekati White lalu memeluknya. Tubuh yang sama sama polos dan basah oleh keringat itu, kembali saling menempel.
"Makasih Bang."
White tersenyum mendengar Airi berterimakasih padanya. "Harusnya aku yang berterimakasih." White membelai punggung polos Airi. Dia bisa merasakan jika punggung itu basah oleh keringat. "Terima kasih karena telah memberikan sesuatu yang paling berharga pada dirimu untukku." White meraba wajah Airi lalu mencium keningnya cukup lama. "Apakah masih sakit?"
"Sedikit." sahut Airi sambil menyorokkan wajah diceruk leher White. Tangannya meraba raba dada bilang yang sejak tadi dia kagumi.
Entah kenapa, muncul rasa bersalah dihati White. Harusnya wanita yang bisa menjaga kehormatan seperti Airi, bisa mendapatkan pria yang lebih baik dari pada dirinya. Setidaknya, yang sama sama masih pertama kali, tak seperti dirinya, yang bahkan sudah biasa melakukan ini sejak masih kuliah.
"Bang.."
"Iya."
"Apa yang Abang rasakan tadi?"
"Maksudnya?"
"Apa Abang puas? Aku belum punya pengalaman untuk hal seperti ini. Aku tak tahu seperti apa yang disukai laki-laki saat diranjang. Aku minta maaf jika belum bisa melayani Abang secara maksimal." Airi merasa jika tadi, dia lebih banyak diam.
"Kau sudah membuatku sangat puas Ai. Tapi mungkin, kedepannya, kau bisa lebih nakal lagi," goda White sambil terkekeh pelan. Dia hanya iseng, ingin tahu apakah Airi bisa nakal saat diranjang.
"Nakal? Nakal yang seperti apa?"
"Lebih agresif," White berbisik didekat telinga Airi. Dan hal itu, membuat Airi langsung merinding.
"Apa seperti ini?"
White terkejut saat Airi menggenggam miliknya dibawah sana.
"Sial, kau membangunkannya lagi Ai."
"Be-benarkan?" Airi bangun lalu menatap sesuatu yang baru saja dia lepas dari genggamannya. Matanya melotot melihat senjata White yang tadi belum sempat dia perhatikan dengan seksama. Pantas saja, miliknya sakit sekali, ternyata sebesar itu tongkat yang tadi memasuki miliknya. Dan saat ini, miliknya langsung terasa ngilu.
"Ada apa Ai?"
"Besar sekali Bang." White seketika tergelak mendengar pujian Airi.
/Whimper//Whimper/
ai semoga selalu di beru kuatan
semangat ai