"Aku menyukainya. Tapi kapan dia akan peka?" ー Asami
"Aku menyukaimu, tapi kurasa orang yang kamu sukai bukanlah aku" ー Mateo
"Aku menyukaimu, kamu menyukai dia, tapi dia menyukai orang lain. Meski begitu, akan aku buat kamu menyukaiku lagi!" ー Zayyan
.
.
.
Story © Dylan_Write
Character © Dylan_Write
Cover © Canva
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dylan_Write, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pancingan Berbalas Perhatian
Pendekatan Asami pada Mateo berjalan mulus dan tidak sia-sia karena hasilnya sesuai ekspektasi, meski terkadang keduanya berselisih perihal OSIS karena pemikiran Asami kadang tidak sesuai dan relevan dengan pemikiran Mateo yang rasional.
Meski begitu, sekarang Mateo mulai memperlihatkan ketertarikannya pada Asami dengan cara-cara abstrak, contohnya seperti sekarang.
"Sasa bumbu racik, pinjem penghapus dong." ujar Mateo yang tiba-tiba datang ke meja Asami.
"Dari tiga puluh meja di kelas ini, cuma saya ya yang punya penghapus?" tanya Asami sedikit sarkas.
"Yang lain pelit, bilangnya nggak punya penghapus terus." Kilahnya cepat.
Asami mengambil penghapus dari dalam tempat pensilnya kemudian memberikannya pada Mateo, "satu menit lima ribu." candanya.
"Iya, nanti saya ngapus pake kecepatan cahaya cuma 0,05 detik." Sahut Mateo, bercanda juga. Ia berlalu kembali ke mejanya.
"Kalau hilang, beliin sekotak loh, Mat!" Teriak Asami.
"Kurang itu mah, pabriknya sini saya beli sekalian!"
Asami terkekeh. Beginilah cara keduanya berinteraksi sekarang. Mateo yang senang sekali menjahili Asami dengan nama-nama panggilan yang mereka buat juga senang sekali membuat Asami marah. Ya, Mateo senang melihat Asami tertawa salah tingkah karena dirinya.
Suatu hari, banyak anggota-anggota OSIS yang bersantai di Ruos termasuk Asami karena saat itu sedang jam istirahat. Rika, Argus dan Mateo juga berada di Ruos namun saat itu ketiganya sedang sibuk membuat Rincian Anggaran Biaya (RAB) untuk kegiatan OSIS yang berikutnya.
Tiba-tiba Mateo duduk di depan Asami, menatapnya dengan senyuman manis yang membuat hati Asami ketar ketir. Asami mencoba mengabaikan karena tidak mau kegeeran. Bukannya pergi kembali membantu Rika dan Argus, Mateo malah mengubah pose duduknya dengan tetap memandang Asami tanpa kedip!
Asami gelagapan, tentu saja. Ia berusaha sebisa mungkin menyembunyikan semburat merah jambu di wajahnya dengan menunduk dan tetap fokus main handphone. Namun Mateo tidak membiarkan hal itu. Mateo mengubah pose jadi tiduran, melirik Asami seraya tersenyum manis dan Asami tentu saja tidak mau kehilangan kesempatan itu dengan meliriknya diam-diam.
Tapi Asami kehilangan kesabaran. Ia akhirnya memilih pindah tempat duduk dan menghadap ke arah lain. Ia harus menyelamatkan hatinya yang tidak baik-baik saja.
Lagi, Mateo tidak semudah itu membiarkan Asami lolos dari pandangannya. Kini Mateo bangkit, lalu sengaja mengambil duduk di depan Asami lagi. Saat Asami mengubah posisi, Mateo juga ikutan. Mereka terus begitu selama kurang lebih sepuluh menit, sampai dititik dimana Mateo jengah karena tidak mendapat atensi dari Asami dan memilih mendekat secara langsung.
"Eh, kamu punya dokumen soal peminjaman aula? Waktu itu kamu sempat buat kan ya, kirimin dong kalo ada." Ujar Mateo basa-basi seraya mengeluarkan handphonenya.
Ia duduk di samping Asami, tidak tahu kalau Asami berusaha keras menstabilkan jantungnya yang berdegup tidak karuan.
"Ada kok, tapi di komputer saya kayaknya. Soalnya udah direset hp saya." Sahut Asami dengan manik yang masih tertuju pada handphonenya.
Sebenarnya Asami ingin sekali menatap mata berbinar Mateo yang jarang sekali melihatnya begitu, namun ia sedang menguji apakah Mateo benar-benar menatapnya atau bukan. Ini adalah ujian terakhir dari Asami, jika Mateo benar-benar tertarik dengan umpannya, maka sedari tadi Mateo benar sedang menatapnya dengan senyum dan mata berbinar itu.
Hening sejenak. Mateo melirik handphone Asami dengan alis menukik tajam, kesal karena tidak diperhatikan. Ia berusaha mengamati sebenarnya apa yang membuat Asami bisa begitu terikat dengan handphonenya.
Apa yang sebenarnya kau mainkan sampai begitu fokus dengan handphonemu sementara aku diabaikan? Padahal biasanya yang melihatku duluan itu kau, pikir Mateo kesal.
Jengah karena dua menit diabaikan, Mateo akhirnya refleks mengambil handphone Asami, namun sayangnya refleks Asami tak kalah cepat karena ia sudah lebih dulu mengangkat tangannya yang memegang handphone menjauh dari Mateo.
Sebenarnya sedari tadi Asami memerhatikan gerakan Mateo melalui sudut matanya. Makanya begitu Mateo hendak mengambil handphonenya, ia refleks menjauhkan tangan lebih cepat dari gerakan Mateo.
Situasi awkward terjadi selama satu menit, dimana Asami dan Mateo saling tatap-tatapan. Mateo yang malu karena incarannya tidak ia dapat, dan Asami yang bingung dengan apa yang baru saja terjadi.
Mateo pun berdeham untuk mencairkan suasana. Ia bangkit lalu pergi menghampiri Argus dan Rika guna menyusun kembali rasa malunya.
Asami menaikkan kacamatanya, lalu berbalik membelakangi Mateo. Ia menutup separuh wajahnya dengan sebelah tangan, tidak sanggup lagi menghadapi sikap Mateo yang hari ini begitu terang-terangan.
Berarti sedari tadi dia memang memperhatikanku. Senyuman itu berarti memang untukku dan yang barusan itu maksudnya apa?? Dia merasa kesal karena kuabaikan makanya hendak mengambil handphoneku? Ahh!! Aku tidak kuat! Dia terlalu tampan dan aku tambah menyukainya!
Asami bergelut dengan pikirannya sendiri. Lalu bak ada lampu yang menyala di kepalanya, ia memilih untuk membuktikan apakah yang dilakukannya barusan benar karena merasa kesal karena diabaikan.
"Aduhhh susah banget stage ini." Keluh Asami, sengaja membesarkan suara untuk menarik targetnya. Dan ya, umpannya dimakan karena Mateo tiba-tiba duduk kembali di samping Asami kemudian bertanya dengan penuh semangat.
"Stage apa?"
Asami berusaha santai, kalem dan cool meski aslinya ia berteriak kegirangan karena semua umpannya dimakan hari ini, "ini lho game teka-teki. Stage yang ini susah banget." Keluh Asami padahal ia sudah tahu cara menyelesaikannya.
Buru-buru Mateo mengambil alih handphone di tangan Asami, ada perasaan lega dan senang begitu Mateo mengambil handphonenya karena akhirnya ia tahu hal apa yang membuatnya diabaikan sedari tadi.
Mateo mengutak-atik handphone Asami dan dalam kurang dari satu menit, Mateo dapat menyelesaikan salah satu teka-teki stage itu dengan sempurna. Mata Asami berbinar, kagum dengan skill memecahkan masalah Mateo yang begitu cepat.
Mateo tersenyum miring, "Heh gampang begini." Ujarnya sombong.
Perempatan imajiner Asami muncul di dahinya, "kamu cuma selesaiin satu teka-teki bukan semua stage nya." ujar Asami kesal.
Mateo tersenyum, manis sekali sampai membuat Asami sesak napas saking tidak kuatnya menahan salah tingkah.
Karena sudah tidak diabaikan dan tahu apa yang membuat Asami begitu fokus dengan handphonenya, Mateo kembali ke Argus dan Rika yang masih membuat RAB. Meninggalkan Asami yang masih salah tingkah dan berusaha menstabilkan jantungnya yang tidak karuan.
...ΩΩΩΩ...
Asami tidak berhenti tersenyum saat merebahkan diri di kasurnya. Ia sampai melupakan handuknya yang masih di kepalanya saking bahagianya. Memorinya memutar kembali kejadian siang ini.
Ia tidak menyangka usahanya mendekati Mateo dapat membuat Mateo bersikap seperti itu. Sikap yang Asami pikir hanya akan terjadi di komik-komik yang dibacanya.
Hari itu, Asami tidak memikirkan status hubungannya dengan Mateo yang hanya sebatas rekan kerja karena baginya dapat mendapat perhatian khusus seperti itu dari Mateo meski hanya sebentar saja sudah lebih dari cukup.
...******...
Semangat ya🙂
pasti dia ngerasain hal itu tapi tetep berusaha buat nahan rasa sakitnya tanpa harus di luapkan.
Tak bisa berbicara juga tak ingin merasa sakit/Scowl/
semangat Zayyan kamu pasti bisa membuat Asami jatuh hati sama kamu. . .
masih jauh...saling support yaa
Ini karya pertamaku di sini. Hope this book can make all of you enjoy reading!
Masih banyak kekurangan dalam buku ini, tapi aku selalu berusaha memperbaikinya hari demi hari.
Mohon dukungannya~!
smgt thor💪