Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
"Non Sifa ya" ucap pria di luar pagar menunjukkan foto dan nama di kertas. Tetapi pria itu agak bingung karena dalam foto tersebut rambutnya tidak pirang.
"Iya Pak" Sifa pun sudah dihubungi Alvin bahwa supir pribadinya akan menjemput ke bandara.
"Mari Non" Supir ambil alih koper yang Sifa tarik. Sambil berjalan menuju mobil, Sifa pun berbincang-bincang dengan pria yang seusia dengan abah.
Ingat abah, Sifa merasa bersalah karena sudah hampir dua tahun tidak mengunjungi nya. Namun begitu, doa Sifa untuk kedua orang tuanya tidak pernah putus. Untuk saat ini, Sifa harus kuat menahan rindu. Sesungguhnya kepergian Sifa ke Jakarta dua tahun yang lalu tidak disetujui abah dan emak. Tetapi Sifa nekat karena tidak mau melihat mantan suaminya yang seolah selalu memamerkan kemesraan dengan istri baru. Sifa pun kini sadar, ternyata seorang anak jika akan melakukan sesuatu harus mendapat persetujuan orang tua. Karena ridho orang tua juga ridho Allah.
"Masuk Non" Supir membuka pintu tengah menyadarkan Sifa bahwa ia sudah berada di samping mobil.
"Terimakasih Pak" Mobil pun melaju sedang menuju kediaman Alvin.
"Cepat sedikit jalannya Pak" pekik Sifa tiba-tiba. Hati Sifa terasa tersayat sembilu ketika mobil yang dia tumpangi itu melalui jembatan dimana 8 bulan yang lalu dia hampir terbunuh.
"Ada apa Non" Supir menatap dari kaca spion.
"Pokoknya cepat Pak" Sifa tutup wajahnya dengan dua telapak tangan, tidak mau menatap sekitar jembatan yang bawahnya kali.
Tidak mau banyak tanya lagi supir melaju lebih kencang. Di dalam mobil tidak ada lagi percakapan seperti ketika sebelum melewati jembatan.
Hingga tiba di rumah mewah, supir menekan klakson. Wanita paruh baya mendorong pagar. Sifa yang terpejam dari jembatan beberapa menit yang lalu akhirnya membuka mata begitu mendengar suara pagar.
"Bibi..." Sifa segera turun dari mobil. Ia tentu mengenal bibi karena sebelum berangkat operasi ke negara K, tinggal beberapa hari di rumah ini.
"Siapa ya?" Bibi bingung menatap wanita cantik dan rambut pirang itu merasa tidak mengenal.
"Aku Sifa Bibi..." Sifa tersenyum.
"Non Sifa... benarkah ini Non Sifa..." Bibi termangu menatap Sifa.
"Bibi..." Sifa pun menangis dipelukan bibi, ingat ketika menginap di tempat ini, bibi tidak merasa takut melihat wajahnya yang buruk rupa.
"Ya Allah... Non Sifa..." bibi pun turut menangis, wajah jelas tidak sama, tetapi suara Sifa tidak bisa bibi lupa.
"Iya Bi, Bibi sih... lupa" Sifa lepas pelukan lalu mengusap air mata dengan jari. Keduanya lantas bersama-sama masuk ke dalam rumah.
"Non Sifa ke kamar dulu ya, biar kopernya diantar Pak Widi" ujar bibi ketika menunjukkan kamar yang akan Sifa tempati. Widi yang bibi maksud adalah supir.
"Terimakasih Bi" Sifa pun masuk ke kamar luas yang dulu pernah dia tiduri. Keadaan kamar tersebut nampak lebih cerah rupanya belum lama di cat.
"Alhamdulillah..." Sifa pun merebahkan tubuhnya di kasur.
Di garasi, bibi menemui pak Widi. "Kang, kopernya Sifa antar ke kamar sekalian" bibi pun balik badan.
"Tunggu Bi" Widi menghentikan langkah bibi. "Wanita itu siapa sih Bi? Calonnya Den Alvin ya?" Pak Widi ingin tahu.
"Saya nggak tahu Kang, tapi dulu pernah menginap disini" bibi menceritakan 8 bulan yang lalu ketika Sifa baru datang wajahnya buruk tetapi sekarang sangat cantik.
"Aneh ya Bi" Widi pun menukar cerita ketika melewati jembatan Sifa ketakutan.
"Nggak tahu Kang, mungkin Non Sifa takut ketinggian" bibi menutup pembicaraan lalu ke dapur membuat minuman.
Selama tiga hari Sifa tinggal bersama Alvin tentu di kamar masing-masing. Walaupun di rumah ini ada bibi, Sifa tidak mau terlalu lama tinggal bersama pria. Sifa bukan munafik karena selama 6 bulan pun tinggal di rumah Alvin, tetapi di sana ada tante Minji dan om Adhitama.
Lagi pula tempat ini terlalu ramai, untuk sementara ini Sifa akan mengasingkan diri sambil menyusun rencana untuk membalas dendam.
"Aku harus bicarakan dengan Alvin" Sifa memantapkan diri mencari kost atau kontrakan.
Suatu malam setelah makan, Sifa menghampiri Alvin yang memetik gitar. "Sambil nyanyi dong Al" ucapnya menghentikan suara gitar.
"Kamu dong yang nyanyi Sif" Alvin tersenyum lalu menarik tangan Sifa hingga duduk di sofa sebelahnya.
"Aku nggak bisa nyanyi Al" Sifa menarik bokongnya tidak mau duduk terlalu dekat dengan Alvin. Alvin memang selama ini baik kepadanya, tetapi Alvin juga manusia yang mempunyai nafsu. Sudah cukup dua pria yang membuat hidupnya hancur, membuat Sifa harus hati-hati.
"Kamu takut amat sama aku sih?" Sudah beberapa bulan bersama Sifa walaupun tinggal satu rumah pun, Sifa selalu menjaga jarak.
"Tidak apa-apa Al" Sifa tentu tidak mau jujur karena menjaga perasaan Alvin.
"Al, ada yang ingin aku bicarakan" Sifa menarik napas sebelum melanjutkan ucapanya yang sebenarnya berat.
"Ada apa Sif, serius amat" Alvin memeluk gitar menatap Sifa lekat.
"Terimakasih selama ini kamu sudah membantu aku Al, tapi mulai saat ini sudah waktunya aku mandiri"
"Maksudnya apa Sif?" Alvin memotong ucapkan Sifa, lalu meletakkan gitar di atas meja.
"Besok... aku akan mencari tempat tinggal yang baru Al" Sifa mengutarakan niatnya walaupun sebenarnya berat. Jelas Alvin keberatan karena selama beberapa bulan ini Alvin diam-diam menaruh hati dengan Sifa, tetapi ia pada akhirnya menghargai keputusan Sifa.
"Tapi kamu tetap kerja sama aku kan Sif" Alvin tentu membutuhkan karyawan seperti Sifa.
"Ini juga yang ingin aku katakan Al, aku ingin mulai usaha sendiri" Sifa sebenarnya tidak enak mengatakan hal ini. Bukan kacang lupa kulit karena dia banyak belajar di perusahaan papa Adhitama. Namun, jika dia bekerja di perusahaan Alvin, cepat atau lambat identitasnya akan di ketahui Felix. Bukan tidak mungkin jika Alvin dan Felix saling mengenal karena sesama pengusaha. Sifa tidak mau misinya untuk membalas dendam pada akhirnya gagal.
"Sif, sepertinya kamu menutup diri untuk orang lain, sebenarnya ada apa?" Alvin bukan tidak curiga jika Sifa mempunyai rahasia besar yang disembunyikan darinya, tetapi Alvin selama ini hanya diam. Untuk tidak mencari tahu dari orang lain. Berharap Sifa sendiri yang bercerita tetapi hingga kini Sifa menutup rapat.
"Maaf Al, jika sudah waktunya nanti aku akan cerita sama kamu" Sifa tetap dalam pendirian.
"Okay... aku mendukung kamu" Alvin pun menyetujui tetapi dengan catatan ia ingin tahu dimana Sifa tinggal.
Begitulah, pagi harinya Sifa pun mencari kontrakan yang agak jauh dari hiruk pikuk ramainya kota Jakarta. Di tempat itu ia akan memutar otak untuk menjalankan bisnis kecil-kecilan.
"Kalau kamu membutuhkan sesuatu jangan sungkan-sungkan mengatakan padaku Sif" Alvin sebenarnya bingung dan khawatir, mengapa Sifa justru memilih kost di tempat yang sepi seperti ini.
"Tentu saja Al"
"Sifa, sebelum aku pergi, boleh aku mengutarakan sesuatu?" Alvin ingin mengutarakan isi hati.
"Apa Al?" Sifa penasaran karena Alvin nampak serius.
Alvin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil senyum-senyum, ternyata tidak semudah yang ia bayangkan mengucap kata cinta.
"Apa sih Al, kok malah senyum-senyum" Sifa yang sudah menunggu jawaban, gemas dengan tingkah pria yang usianya hanya berbeda satu tahun dengannya itu yang justru lucu.
"Aku mencintaimu Sif" jujur Alvin. Perasaan ini sudah Alvin rasakan sejak 6 bulan yang lalu saat di negara K.
...~Bersambung~...