SURAT CINTA DARI BU DOSEN

Bugh

Bugh

"Bajinnggaaan! Kamu itu sudah memiliki perempuan tapi masih deketin Viola. Jangan dekati dia lagi kalau kamu sendiri nggak bisa jaga diri!" Cakra benar-benar emosi melihat Ramon yang keluar tanpa pakaian. Dengan pedennya bertelanjjang dada dan sudah dapat diduga apa yang pria itu lakukan di dalam sana. Apa lagi jika bukan untuk memuaskan diri. Begitu masih mengejar Viola padahal sudah mencari kepuasan sendiri.

Meskipun harus mendapatkan tinjuan balik tetapi Cakra puas sudah membuat hidung Ramon berdarah.

"Siapa kamu ngurusin hidup orang? Bukan urusan kamu saya pergi dan tidur dengan siapa! Pergi kalian dari sini! Saya tidak kenal dengan kalian berdua! Siaalan!" sentak Ramon tetapi tak digubris oleh Cakra dan Topan. Terlihat Topan celingukan melihat ke dalam. Dia penasaran dengan wanita yang bersama dengan Ramon sedangkan Cakra terfokus pada pria yang ada di hadapannya karena sebelumnya pun sudah lancang mengajak jalan istri orang.

"Saya akan pergi kalau anda berjanji tidak akan lagi mengganggu Viola!"

"Perduli apa kamu? Atau jangan-jangan kamu itu menyukai Viola? Saya tau kamu itu hanya pacar pura-pura Viola. Ingat anak ingusan! Saya yang lebih dulu kenal dengan Viola dan saya tau kriteria pria yang disukai Viola itu seperti apa. Dia suka pria yang dewasa bukan anak kecil seperti kamu yang bisanya main tangan!"

 "Owh  belum tau dia. Oke, jika dibanding dengan anda orang tua. Saya akan menjadi anak kecil tapi anda tidak tau apa yang paling besar dalam diri saya. Saya jamin Viola akan lebih suka. Belum pernah buat Viola ketagihan 'kan? Payah!" sahut Cakra sontak membuat Topan yang tadi begitu sibuk sendiri kini menoleh ke arah Cakra dan turun melirik ke arah pangkal paha Cakra.

"Si Jago udah punya kandang?" bisik Topan.

 "Diam aja kamu! Otw punya," jawab Cakra dengan berbisik dan itu membuat Topan menggelengkan kepala.

"Edan, diem-diem kanyut."

"Menghanyutkan, Cok!" sahut Cakra. Di tengah obrolan mereka terdengar  suara langkah seseorang yang mendekati hingga membuat Cakra dan Topan menoleh ke arah Ramon lagi.

"Siapa sich, Om? Lama!" protesnya lalu menoleh ke arah dua orang pria yang menjadi tamu tak diundang.

"Cakra!"

"Hay Lan, piye? Enak? Kamu handal ternyata. Aku pikir cupu ternyata suhu. Widih aku yang nggak tau."

Cakra berdecak lalu menggelengkan kepala melihat sendiri jika wanita yang bersama Ramon teryata Lani. Mendadak dia teringat akan perkataan Viola tadi. Jadi ini maksudnya, berarti Viola tau jika Lani adalah simpanan dari Ramon.

"Cakra aku..."

"Nggak apa-apa. Aku malah suka. Kamu memang pandai sekali. Pacarnya siapa sich begitu? Jagoan, kayaknya aku dech yang harusnya berguru sama kamu. Minder aku, sepertinya memang lebih baik kita putus aja kali ya. Aku nggak pantas. Permisi," ucap Cakra dengan sikap legawa padahal dalam hati dia misuh-misuh karena telah dibohongi habis-habisan oleh Lani.

"Cakra tunggu, Cakra!" panggil Lani. Dia yang hanya mengenakan tank top nekat mengejar tetapi dengan cepat Ramon menarik tangannya.

"Om..."

"Biarkan! Tidak perlu kamu kejar. Kita masih ada kegiatan yang lebih penting, Baby!"

"Tapi pacar aku marah, Om!"

"Biarkan saja! Lagi pula tidak perlu kamu khawatir. Ada Om untuk kamu."

"Tapi aku butuh cinta bukan hanya butuh uang Om aja! Om tuh taunya tanggung jawab dengan materi bukan kasih sayang!"

"Kamu pikir kamu akan kenyang hanya dengan cinta? Come on, Baby! Berpikirlah jernih untuk itu."

Ramon adalah teman lama ayahnya. Berawal menitipkan sebelum sang ayah tiada justru tersesat setelah mereka sering bersama. Awalnya memang Lani suka dengan Ramon. Namun mengingat umurnya dengan Ramon yang berbeda jauh dan Ramon pun sudah memiliki kekasih membuat Lani mundur kemudian mencari pacar hingga bertemu dengan Cakra.

Lani mencintai Cakra hingga memutuskan untuk menikah setelah mereka berhasil. Tanpa disangka dia justru hanyut dalam hubungan yang salah sejak Ramon melampiaskan inginnya saat pria itu pulang dalam keadaan mabuk. Cakra pun tak tau jika Lani sudah menyerahkan semuanya pada Ramon.

"Cakra kamu sakit hati nggak?" tanya Topan membuat langkah panjang Cakra terhenti. Dia menoleh dan menatap jengah wajah Topan.

"Kamu ngelawak? Kamu pikir hatiku rumah kura yang keras kayak batu? Sakitnya bikin aku pengen ngacak-ngacak pasir tetangga tau nggak?"

"Mau eek?"

"Bukan! Mau nyariin eek kucing. Balik aku, ini kan yang sebenarnya mau kamu kasih tau ke aku? Makasih kadonya, aku terkesan karena dengan ini aku tau siapa Lani itu sebenarnya." Ya, jika bukan karena Topan yang memberitahu mungkin dia tidak akan pernah tau dan masih dipusingkan dengan janjinya pada Lani.

"Aku duluan."

"Mau aku antar nggak?"

"Nggak usah, aku masih ingat jalan pulang. Lagian kasihan itu Ibumu sudah menunggu. Mau nyambel, anaknya malah ngabur ngegepin anak orang. Dapat amukan dari Makmu kapok."

"Astaga... Iya, cabe mau dibuat sambel rujak sama tetangga. Udah diiris-iris itu buah yang ada garing semua. Aku duluan ya. Kamu jangan belok! Patah hati boleh, bodoh jangan."

"Wis meneng! Kamu berisik!"

Cakra pun segera menaiki motornya. Hati siapa yang tidak sakit. Jelas sakit tapi Cakra merasa ini lebih baik dari pada sudah berjuang dan kecewa tengah jalan. Mendadak lupa dengan istri hingga dia tak hadir dalam acara tahlilan malam ini.

"Cakra belum datang, Nduk?" tanya Ibu pada Viola setelah acara tahlilan selesai. Hati Viola sudah jauh lebih baik. Sudah bisa membantu mertuanya untuk menyiapkan dan merapikan rumah setelah tahlilan. Namun pertanyaan Ibu mertuanya mendadak membuatnya teringat akan Cakra yang tadi pergi setelah memaksa meminta haknya.

"Iya Bu, Viola nggak lihat dari tadi. Cakra pamit tadi katanya ada perlu. Mungkin belum selesai." Mengapa mendadak kepikiran begini? Apakah Cakra pun akan berakhir seperti Ramon.

"Cakra kemana sich? Kok udah mau larut  belum pulang. Sebenarnya dia mau kemana tadi? Kok aku malah jadi curiga seperti ini. Apa jangan-jangan lagi pacaran sama Lani dan..."

"Astagfirullah..." Viola segera masuk kamar setelah Ibu dan Bapak mertuanya pulang. Mereka pun kepikiran dengan Cakra yang tak ada kabar dan dihubungi  pun tidak bisa.

"Loh Bu, bukannya itu motor Cakra? Dia pulang to? Apa lagi marahan sama Viola sampai pulang ke rumah padahal udah  tau kalau ada acara tahlilan."

"Iya, bocah iki masih gede ambek apa gimana ya, Pak." Ibu pun bergegas mencari Cakra di kamar hingga beliau melihat sendiri apa yang sedang Cakra lakukan.

"Astagfirullah, Cakra!"