Gara-gara sahabat baiknya hamil menjelang kenaikan kelas 12, impian Alea untuk mengukir kisah kasih di sekolah dengan Dion, kakak kelasnya, harus buyar sebelum terwujud.
Dengan ancaman home schooling dan dilarang melanjutkan kuliah, Alea harus menerima keputusan ketiga kakak laki-lakinya yang mengharuskan Alea menikah dengan Yudha, sahabat Benni kakak keduanya.
Pernikahan tanpa cinta itu membuat hidup Alea kacau saat tidak satu pun dari kakaknya yang mau percaya kalau Yudha memiliki rahasia kelam sebelum menikahi Alea.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dukungan Benni
Seminggu lamanya Yudha tinggal di rumah keluarga Alea sampai kondisinya benar-benar pulih, sayangnya sikap Alea kembali berubah seperti semula hanya sedikit kalem.
Perubahan sikap Alea malah membuat Yudha lebih khawatir karena gadis itu tidak lagi mudah marah-marah atau merajuk sebagai bentuk protesnya pads pernikahan yang semakin dekat.
Alea lebih memilih menghindar dalam diam.
”Ternyata selama seminggu ini elo jadi pelarian ?” tanya Benni sambil duduk di kursi kosong yang ada di teras.
“Mama laporan apa ?”
“Nggak ngomong apa-apa cuma tumben aja telepon gue dan ngobrol panjang lebar ujung-ujungnya mau tanya gimana keadaan anak sulungnya yang menghilang.”
“Gue nggak kabur, udah pamit sebelum pergi.”
“Soal Alea ? Mama punya firasat kalau elo menyesal udah memilih Alea dan tujuan elo nginap di sini mau memastikan apa masih mau lanjut atau nggak ?”
“Pantes adiknya gampang nethink, ternyata kakaknya sebelas duabelas,” ujar Yudha sambil tertawa.
“Masih ada waktu….”
“Benni please, gue musti gimana supaya kalian yakin kalau keputusan gue nggak main-main.”
“Terus ?”
“Karina. Gue nggak tahu kapan dia datang menemui mama untuk minta maaf sambil bilang kalau dia sangat menyesal dengan keputusannya 2 tahun lalu. Elo tahu kan gimana pintarnya tuh drama queen kalau akting.”
“Jadi mama lebih suka dia jadi menantu daripada Alea ?”
“Mama hanya minta gue meyakinkan hati sebelum pernikahan terlaksana karena beliau melihat gue kelihatan stres belakangan ini dan mama tahu kalau Alea jarang berinisiatif menghubungi gue duluan.”
“Akhirnya ada yang sepemikiran sama gue kalau elo bakalan stres menghadapi sikap Alea.”
“Ben, bukan Alea yang bikin gue stres tapi masalah kerjaan.”
“Nggak usah buka cabang di Jakarta kalau belum siap.”
“Memang bakalan gue tunda dulu tapi bukan karena itu doang. Sepertinya firasat elo soal Kemal benar, kerjasama ini tujuannya untuk Karina juga. Terlalu banyak masalah dan setiap kali udah mentok, Kemal ngajak gue ketemuan tapi tetap nggak ada solusi karena pembicaraan selalu melantur kemana-mana dan pada akhirnya Kemal menyerahkan keputusan sama anak buahnya.”
Benni hanya tertawa mendengar keluhan Yudha
“Dan sekarang gue nggak tenang melihat Alea memilih diam daripada ngomel-ngomel atau merajuk. Gue lebih suka membujuknya kalau sedang ngambek daripada mendapat jawaban tidak apa-apa saat bertanya.”
“Boleh gue jujur sebagai teman dan calon kakak ipar ?”
“Alea curhat apa sama elo ?”
“Sepertinya mama sempat mengatakan sesuatu sama Alea yang membuat dia semakin yakin kalau pernikahan kalian adalah keputusan yang salah.”
“Gue sudah tahu,” sahut Yudha sambil menghela nafas panjang.
“Mama bilang apa sama Alea ?” Yudha menggeleng.
“Maksudnya gue tahu kalau mama sempat ngomong sesuatu sama Alea tapi gue nggak peduli. Gue sedikit kecewa karena sejak awal mama sudah tahu siapa Alea dan gue juga minta restu baik-baik, hanya karena Karina, mama jadi goyah dan ragu dengan keputusan gue.”
“Sebetulnya kita bertiga juga mengkhawatirkan hal yang sama, Yud, sempat nggak percaya waktu elo bilang mau menikah sama Alea..”
“Ben, please. Tolong berikan gue kepercayaan. Tidak ada alasan lain yang membuat gue memutuskan untuk menikahinya, gue mencintai Alea bukan sebagai adik elo, Ben. Rasanya gue nggak rela melihat Alea sama orang lain, sorry kalau menurut lo gue terlalu egois.”
“Tapi Yud…”
“Gue janji akan melepaskan Alea jika suatu saat dia memutuskan untuk meninggalkan gue karena tidak pernah bisa mencintai gue, Ben. Please, tolong berikan gue kesempatan.”
“Lalu bagaimana dengan mama ? Gue tahu banget kalau selama ini elo selalu berusaha untuk tidak menyakiti hati mama.”
“Mama hanya bereaksi karena nggak tega sama gue tapi sebetulnya sayang banget sama Alea jadi cuma waktu yang bisa membuktikannya.”
Suasana sempat hening sejenak, keduanya membisu dalam pikiran masing-masing.
“Gue titip Alea, Yud. Gue nggak akan berhenti meyakinkan Alea kalau elo adalah pilihan yang tepat, tapi awas kalau elo berani macam-macam ! Bukan cuma putus hubungan, kemana pun elo bersembunyi, gue bakal uber untuk minta pertanggungjawaban !”
Yudha tertawa sambil mengangguk-anggukan kepala, bebannya terlihat lebih ringan.
“Terima kasih kakak ipar.” Yudha beranjak lalu membungkukan badan di hadapan Benni.
“Geli ! Lebay banget !” gerutu Benni.
***
“Belajar yang rajin, calon istri,” ledek Yudha sambil memegang kepala Alea yang dikuncir ekor kuda. Gadis itu sempat cemberut namun tidak menepis tangan Yudha.
Alea paling tidak suka kepalanya dipegang seperti anak kecil.
“Mulai sekarang belajar berkeluh kesah pada calon suamimu ini, jangan merengek atau merepotkan kakak-kakakmu. Jangan ragu-ragu menghubungiku kalau membutuhkan sesuatu.”
“Siapa yang suka merengek sama mereka, lagian sekalipun aku nangis sambil gesor-gesor, keputusan mereka tidak akan bisa kutolak termasuk soal pernikahan ini,” gumam Alea dengan wajah cemberut.
Yudha tertawa, rasanya ingin merasakan lagi manisnya bibir yang sedang mengerucut itu tapi akan lebih baik kalau ia menahan diri sampai mereka resmi menikah sekitar sebulan lagi.
“Sampai ketemu bulan depan. Rasanya aku sudah tidak sabar tinggal seatap denganmu seumur hidupku. Seminggu ini aku sangat bahagia bisa melihatmu setiap bangun pagi dan mengucapkan selamat malam sebelum tidur.”
“Lebay,” gerutu Alea sambil menoleh ke samping sementara Yudha malah tertawa.
“Aku turun dulu.” Alea melepaskan sabuk pengamannya.
“Nggak ada ciuman untuk memberi semangatku di jalan ?”
Alea tidak menjawab malah buru-buru turun dan berlari kecil menuju gerbang sekolah. Yudha tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia masih menunggu Alea menghilang di antara anak-anak berseragam yang mulai ramai berdatangan.
Tanpa Yudha sadari, Alea sempat berhenti dan mengintip dari balik gapura, melihat mobil Yudha kembali melaju menuju kota Semarang.
Sampai di depan kelas Alea menautkan alis melihat ketiga temannya berdiri dengan wajah sangar seperti sedang menunggunya.
“Kalian lagi ngapain sih ?”
Rangga menghalangi Alea yang hendak melewati mereka.
“Kita nggak ada yang percaya kalau cowok itu cuma sekedar teman baik Kak Benni.”
“Cowok yang mana ?” Alea pura-pura tidak mengerti maksud ucapan Eva.
“Kagak udah drama deh, gue sama Rangga sudah melihat cowok itu keluar masuk rumah elo. Dia nginap di sana kan ?” cecar Tio dengan wajah sok cool.
“Dan pagi ini untuk ketiga kalinya cowok itu nganter elo ke sekolah. Kalian pasti ada apa-apa elo anteng aja pas dia pegang-pegang kepala lo, biasanya udah ngamuk kayak banteng siap nyeruduk,” timpal Rangga.
“Kalian stalking gue ?”
Mata Alea melotot sambil bertolak pinggang menatap sahabatnya satu persatu.
“Bukan stalking tapi membuktikan kalau firasat kita bertiga benar. Elo dijodohin sama dia ?” tanya Eva.
Alea melengos kesal dan melewati Rangga sambil menyikut bahu cowok itu dengan sedikit dasar.
“Dasar teman-teman kepo !” omel Alea dengan wajah cemberut.
lanjut..lanjut