Raline dijodohkan dengan pria pilihan ayahnya demi baktinya pada orang tua. Konflik muncul setelah Raline bisa menerima dan mulai mencintai suaminya. Perselisihan dengan mertua dan ipar serta mantan Raline pun hadir.
Akankah pernikahan mereka yang diawali dengan perjodohan dapat berjalan dan berakhir bahagia?
.....
Season 2...
Ini menceritakan kisah Halin, putra dari Raline dan Devan. Diselingkuhi saat ingin merayakan anniversary. Mana yang lebih sakit lagi?
Halin pun dikirim untuk melanjutkan sekolah bisnis ke negara Belanda. Lima tahun kemudian dia pulang ke tanah air dan menjadi sosok yang semakin dewasa juga berkharisma.
Setelah sukses, apakah sang mantan akan menyesal? Dapatkah Halin menemukan kebahagiaannya?
.....
Hai kak, ini karya pertama saya. Mohon dukungannya ya kakak2 semua. Salam hangat
Salam dari Ponorogo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KENZIE 7 store PONOROGO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa Lalu dan Masa Depan
Pramudya merasa Raline masih marah padanya. Dia terlihat murung saat putrinya justru membenci dirinya.
"Sayang, Ayah dari tadi bertanya padamu loh." Ujar Devan.
"Aku mau istirahat sebentar ke kamar ya Bun." Raline malah berlalu ke kamarnya. Devan meminta maaf pada Pramudya atas sikap Raline.
"Maafkan Alin ya Yah. Biar Devan nasehati Alin." Devan pamit pada Pramudya dan Lestari menyusul Raline ke kamarnya.
Dengan langkah cepat, Devan pun mensejajari Raline. "Kamu kenapa Sayang?"
"Kenapa apanya Dev?" Tanya balik Raline.
"Sikapmu ke Ayah. Ada masalah apa?"
"Tidak ada. Aku hanya lelah." Elak Raline. Masa iya aku mau bilang kalau aku ngambek sama Ayah gara-gara dijodohkan sama kamu sih Dev. Batin Raline.
"Aku mengajakmu kesini karena ku pikir kamu merindukan Ayah dan Bunda setelah sebulan tidak bertemu."
"Aku hanya lelah Dev. Percayalah."
"Baiklah kalau begitu istirahat dulu. Malam ini kita menginap di sini saja ya."
"Tidak perlu. Kita kembali saja nanti setelah petang."
"Baiklah asal kamu bahagia apapun akan kuturuti." Ucap Dev kemudian mengecup pucuk kepala Raline.
Raline pun memejamkan matanya menikmati perlakuan lembut Devan.
.
.
.
"Ayah sedih Bun. Alin sepertinya masih marah sama Ayah. Dia bahkan mengabaikan Ayah." Ucap Pramudya lesu.
"Mungkin Alin masih lelah Yah. Nanti biar Bunda bicara sama Alin." ujar Lestari menenangkan Pramudya. "Mudah-mudahan Devan berhasil membujuk Alin." Lanjut Lestari.
"Hahh~ Ayah tidak berharap banyak Bun. Sikap Alin sudah menjawab pertanyaan Ayah." Pramudya berjalan menuju tangga. Dia ingin ke kamarnya.
Saat akan membuka pintu kamar, Raline keluar dari kamarnya dan berjalan menghampiri Pramudya.
Dia memeluk Ayahnya dengan erat sambil menangis bahagia. "Terima kasih Ayah." Ucapnya di sela-sela isak tangisnya.
Devan yang melihat dari depan pintu kamar Raline pun ikut terharu.
Ya. Raline tadi memutuskan untuk menceritakan mengenai kenapa dirinya marah sama Pramudya. Bukannya marah, Devan justru tertawa tergelak. Devan juga merasa bersyukur karena dulu tidak menolak perjodohan Pramudya.
.
.
"Sayang ceritakan padaku tentang hubungan kalian dulu. Aku penasaran kenapa Ayah tidak mengijinkan kalian menikah dan malah menjodohkan denganku." Ucap Devan saat mereka sudah berada di kamar.
"Tidak. Yang ada nanti kamu cemburu lagi." Goda Raline.
"Tidak akan. Dia kan hanya masa lalumu." Bujuk Devan.
"Janji nggak akan marah?"
"Tidak akan."
Raline pun mulai bercerita tentang sosok Alan. Mereka berkenalan saat Raline masih duduk di bangku kelas dua SMA.
Saat itu Alan yang buru-buru hendak pergi bekerja tidak sengaja menabrak Raline.
"Ah~ Maaf ya Dek. Kakak tidak sengaja." Ucap Alan penuh sesal.
"Iya Kak tidak apa-apa."
Setelah itu Alan langsung pergi begitu saja. Hal itu membuat Raline sedikit kesal. Pasalnya, Raline terjatuh karena benturan tadi lumayan keras.
"Harusnya kan dia bantuin aku dulu. Malah main pergi aja. Nyebelin." Omelnya entah pada siapa. "Tapi dia ganteng banget. Badannya juga kekar." Pujinya pada Alan.
Raline pun bangun dan menepuk-nepuk roknya yang sedikit kotor. "Pantas perih ternyata lecet." Ucapnya saat menyadari telapak tangannya sedikit terluka.
"Tunggu dulu Sayang. Kalau tubuh dia kamu bilang bagus. Bagaimana dengan tubuhku? Bagusan punya siapa?" Tanya Devan memotong cerita Raline karena sedikit cemburu. Dia tidak terima kalau Raline bilang bahwa tubuh laki-laki lain bagus.
"Ya! Tuan pencemburu. Tadi katanya tidak akan cemburu, nyatanya apa?" Teriak Raline protes. "Itu kan pemikiranku dulu saat masih SMA." Lanjutnya.
Devan langsung membekap mulutnya. "Ups..!!! Maaf. Baiklah, lanjutkan lagi."
"Nggak mau. Sudah cukup sampai disini saja. Katanya dia hanya masa laluku." Tolak Raline.
"Tapi aku penasaran Sayang~ " Rengek Devan.
"Lain kali saja. Ini sudah malam. Sebaiknya kita tidur." Ajak Raline sambil menguap.
"Baiklah Sayang. Tidurlah." Ujar Devan sambil mengecup puncak kepala Raline. "Mimpi indah Sayang."
"Mimpi indah juga untuk Suamiku ~"
Mereka akhirnya memutuskan untuk tidur karena waktu juga sudah menunjukkan angka dua belas malam.
.
.
Pagi ini keluarga Pramudya sedang melakukan sarapan. Pramudya bahagia melihat kedekatan anak dan menantunya. Mereka terlihat sudah saling mencintai.
"Ayah senang kalau sekarang kamu sudah bisa menerima Nak Devan, Sayang." Ujar Pramudya disela-sela acara sarapan paginya.
Raline hanya mengangguk dan tersenyum pada Pramudya. Dirinya benar-benar sangat beruntung memiliki orang tua yang sangat perhatian padanya.
Selesai sarapan, semuanya berkumpul di ruang keluarga. Lestari datang dari dapur membawakan minum dan camilan.
"Nak Devan kapan akan bekerja lagi?" Tanya Pramudya kemudian.
"Kemungkinan lusa Yah." Jawab Devan pasti.
"Kalau terlalu lama ijin, takutnya ketahuan direktur dan Nak Devan akan dipecat." Ujar Pramudya mengingatkan.
"Iya Yah. Devan mengerti. Terima kasih sudah diingatkan." Jawabnya sambil tersenyum. 'Mana bisa direktur memecatku. Kalau dia berani, berarti dia yang akan dipecat.' Batin Devan.
"Kami pamit ke kamar dulu ya Ayah, Bunda." pamit Raline lalu menggandeng tangan Devan, mengajaknya untuk ke kamar.
Devan hanya menurut saja ditengah rasa bingungnya. Karena tiba-tiba Raline menarik tangannya.
"Ada apa sih Sayang?" Tanya Devan saat mereka sudah sampai di dalam kamar.
"Memang Ayah belum tahu kalau perusahaan itu milikmu?" Raline malah bertanya balik setelah memastikan dia sudah mengunci pintu kamarnya.
"Belum. Jangan kasih tahu Ayah ya Sayang. Biar ini jadi rahasia." Jawab Devan dengan santai.
"Tapi kenapa? Apa alasannya?" Cerca Raline penasaran.
"Karena aku tidak ingin Ayah merasa lebih rendah. Aku ingin terlihat biasa saja dimata Ayah dan Bunda. Bukan sebagai orang yang berkuasa Sayang~ " Jelas Devan jujur.
Raline terharu mendengar penuturan Devan. Dia tidak menyangka jika Devan orangnya sangat rendah diri dan rendah hati.
Ya. Raline memang sudah mengetahui bahwa perusahaan tempat Ayahnya bekerja adalah milik Devan. Dia tahu karena diberitahu oleh Bu Ambar dan juga Devan sendiri sudah menceritakan siapa dirinya. Hanya yang di Ibukota saja yang Devan sembunyikan kebenarannya.
"Kenapa kamu malah menangis? Apa aku menyakitimu Sayang?" Devan panik saat Raline malah menangis.
"Tidak ada. Aku hanya terharu. Karena ternyata suamiku orangnya sangat rendah diri dan rendah hati." Ucap Raline sambil memeluk Devan.
"Hanya kepada orang yang kusayang saja kok." Ucap Devan merendah sambil mengusap punggung Raline.
Raline pun melepas pelukannya dan menatap Devan penuh damba. "Terima kasih ya Sayangku." Cup. Raline mengecup bibir Devan.
"Sudah berani ya sekarang!" Ucap Devan kaget. "Nakal ya!"
"Kenapa tidak? Sama suami sendiri juga. Wleee...!" Balas Raline sambil memeletkan lidah, mengejek Devan.
"Jangan salahkan aku kalau besok tidak bisa jalan." Devan kemudian langsung melumat bibir Raline penuh nafsu yang menggebu.
Mereka berdua saling melumat dan bertukar saliva. Menyalurkan rasa cinta yang menggelora. Devan menuntun Raline menuju ranjang dan membaringkannya.
Setelah melakukan for*epla*, mereka pun mulai melakukan ibadah inti. Devan begitu bersemangat karena kali ini Raline yang berinsiatif untuk memulai terlebih dahulu.
Sesuai perkataannya tadi, Devan membuat Raline kualahan. Tenaga Devan seolah-olah tidak ada habisnya.
"Aku mencintaimu Raline." Bisik Devan disela-sela kegiatan panas mereka.
"Aku juga mencintaimu Dev." Balas Raline dengan diiringi desahan panasnya. Membuat semangat Devan semakin membara.
Bersambung....
Mohon maaf ya author tidak pandai mendeskripsikan adegan di ranjang. hehehe. Jadi tolong gambarkan sendiri-sendiri ya.
Terima kasih atas dukungan kalian semua. Mohon maaf kalau ada kesalahan dalam bahasa dan penulisan. Mohon koreksinya juga ya teman-teman semua.
Salam sayang dari bumi reog #Love banyak-banyak 😘😘😘😘