NovelToon NovelToon
Hyacinth

Hyacinth

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Hujan kristal misterius tiba-tiba menghujam dari langit bak ribuan peluru. Sebuah desa yang menyendiri. Jauh dari mana pun. Terletak di ujung hutan dekat tebing tak berdasar. Tak pernah ada orang dari luar desa yang pernah berkunjung sejak desa tersebut ada. Asing dari mana pun. Jauh dari mana pun. Sebuah desa sederhana yang dihuni ratusan orang. Dipimpin oleh ketua suku turun temurun. Walaupun begitu, mereka hidup rukun dan damai.

Sampai pada akhirnya fenomena dahsyat itu terjadi. Langit biru berubah menjadi warna-warni berkilau. Menciptakan silau yang indah. Indah yang berujung petaka. Seperti halnya mendung penanda hujan air, maka langit warna-warni berkilau itu penanda datangnya hujan aneh mematikan. Ribuan pecahan kristal menghujam dari langit. Membentuk hujan peluru. Seketika meluluhlantakkan seluruh bangunan desa berserta penghuninya. Anehnya, area luar desa tidak terkena dampak hujan kristal tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bercerita

Sementara di tempat Cashel berada.

Malam pertama tanpa kehadiran Finley. Hanya seekor burung putih raksasa.

Duduk bersandar pada pohon besar. Mereka membawa banyak bekal buah beri dari tempat Nixie. Juga air.

"Jangan makan terlalu banyak, burung putih. Perjalanan kita masih panjang. Entah di mana lagi bisa menemukan makanan sebanyak di bukit itu," ucap Cashel kepada burung putih.

Burung itu tak menjawab, namun ia menuruti permintaan Cashel dengan hanya memakan beberapa buah yang diberikan. Setelah itu, ia kembali diam dan duduk manis.

Finley yang saat ini masih bersama manusia saja tiba-tiba banyak diam karena memikirkan Cashel. Apalagi Cashel yang saat ini hanya bersama dengan seekor burung putih raksasa yang tidak bisa berbicara. Hanya mengerti. Cashel sendiri sebenarnya sudah bosan. Padahal baru sehari.

Biasanya, mereka selalu berdebat dan tidak pernah senyap. Sekarang, ia tak dapat melakukan hal yang sama dengan hewan besar itu.

Sesaat, ia merebahkan tubuhnya di atas tanah. Sambil memakan buah beri dengan perasaan hampa.

"Hei, apakah selama ini perjalananku penuh semangat karena adanya Finley?" tanya Cashel kepada burung.

Burung itu menurunkan sayapnya. Seperti hendak menawarkan jalan untuk Cashel agar ia naik ke punggungnya dan berbaring di sana.

"Ah, iya. Kau jelas tidak mengetahui solusinya. Aku burung, tidak mengerti perasaan manusia sepertiku. Memang kusadari, aku juga seperti burung. Sama-sama tidak berperasaan. Aku tahu, seperti itulah isi pikiran Finley kepadaku."

Cashel tetap tak bergeming. Tidak tertarik dengan tawaran burung putih raksasa untuk menaiki punggungnya. Padahal, ketika bersama Finley. Mereka sampai tidak ingin turun dari punggung burung itu.

Ia memilih untuk tidur di atas tanah. Membiarkan tubuhnya kotor. Burung yang mengerti itu langsung menaikkan kembali sayapnya.

"Jika aku menemukan orang lain seperti Finley yang bersama Nixie sekarang, apakah suatu saat kami bisa bertemu dan berpetualang bersama lagi? Atau kami akan fokus dengan teman baru masing-masing? Hei, burung. Jawablah. Sejujurnya, perjalananku hampa tanpa gadis cerewet itu."

Pagi yang tenang itu tak sepenuhnya menjadi saat yang tepat menemani hati Cashel yang tengah merenung. Sebab tiba-tiba terdengar suara raungan kencang entah di mana. Namun, suara itu dekat sekali.

Dengan cepat, burung itu menurunkan sebelah sayapnya lagi agar dinaiki oleh Cashel. Kali ini ia langsung naik dan tak perlu waktu lama mereka melesat menuju ketinggian udara.

Jika saja mereka tidak terbang, maka Cashel akan terkena serangan dari hewan-hewan dengan raungan kencang itu.

Ada kawanan berbagai macam hewan buas di bawah sana. Entah bagaimana mereka begitu kompak berjalan beriringan. Mulai dari harimau, singa, beruang, babi hutan, serigala, macam tutul dan masih banyak lagi. Tak terbayang apa yang terjadi jika yang bersamanya hanya Finley. Burung putih raksasa itu benar-benar menyelamatkannya.

"Banyak sekali. Aku tak pernah melihat kawanan hewan sebanyak itu. Ke mana mereka hendak pergi, burung?"

Tentu saja burung itu tidak menjawab. Cashel tahu itu namun ia tetap bertanya karena rasa bosannya tanpa teman untuk bercakap-cakap.

"Ke mana kita akan pergi sekarang?"

Sebagai jawaban, burung putih raksasa itu terbang cepat mengikuti langkah kawanan hewan-hewan buas itu. Membuat wajah Cashel seketika pucat.

"Apa yang akan kau lakukan, burung? Kau ingin melawan ratusan hewan buas itu? Jangan! Kembali cepat. Kita harus melanjutkan perjalanan!"

Burung putih raksasa itu tidak mendengarkan permintaan Cashel. Ia tetap terbang cepat mengikuti langkah hewan-hewan buas itu. Cepat sekali hingga ia melangkahi barisan terdepan. Bedanya, ia tetap lewat udara. Saat itulah, burung tersebut mengurangi kecepatan. Ia berada di ketinggian tiga meter saja.

Cashel menatap ngeri ke arah ratusan hewan buas itu. Tak terbayang apa yang akan terjadi jika ia tak bersama burung putih raksasa.

Sambil sesekali ia melihat ke depan untuk memastikan tempat yang ditujukan sehingga membuat burung putih raksasa mengikuti.

Belum sampai satu menit mereka mengikuti laju ratusan kawanan hewan buas, tiba-tiba burung putih raksasa itu kembali terbang dengan kecepatan tinggi dan mendarat tepat di depan barisan hewan buas paling depan untuk menghadang.

PLAKKK!

Sayap burung itu mengibas keras sekali hingga membuat beberapa ekor hewan yang terkena langsung terbanting ke belakang. Mengenai kawanannya.

PLAKKK!

PLAKKK!

PLAKKK!

PLAKKK!

PLAKKK!

Serangan bertubi-tubi selanjutnya tanpa henti. Tidak membiarkan para hewan bernapas dan sempat melawan. Dalam waktu singkat. Separuh dari seluruh kawanan hewan buas itu berhasil dilumpuhkan.

Cashel yang menyaksikan itu bergidik ngeri bercampur takjub. Hewan tunggangannya itu benar-benar sangat kuat. Kalau dengan burung putih raksasa itu, pasti akan sangat mudah mudah mengalahkan belasan ahool tempo hari.

PLAKKK!

PLAKKK!

PLAKKK!

Lagi dan lagi. Burung besar itu benar-benar mengamuk. Cashel merasakan gerakan dahsyat dari punggungnya. Sehingga ia mencengkram bulu burung kuat-kuat.

Tersisa kurang dari puluhan. Tidak melawan lagi. Mereka semua kabur menyelamatkan diri. Burung besar itu jelas bukan tandingan mereka.

Cashel menarik napas lega. Akhirnya selesai.

"Itu keren sekali, kawan. Andai saja Finley melihatnya. Ia pasti menyesal karena telah menolak untuk mengikuti petualangan kita."

Terdengar seperti sayup-sayup suara tawa. Pendengaran tajam Cashel tergelitik. Lantas menatap ke depan sambil menyipitkan mata.

Hei, itu jelas sebuah desa. Ada banyak rumah-rumah yang terbuat dari kayu. Mirip rumah-rumah yang ada di desanya dulu. Bedanya, rumah yang ia lihat saat ini bukanlah rumah panggung. Ukurannya juga lebih besar.

"Yang benar saja. Ratusan hewan buas itu hendak membuat kekacauan pada pemukiman itu. Hei, benarkah. Setelah sekian lama. Aku benar-benar menemukan desa lain selain desa Hyacinth," ujar Cashel dengan air mata mengalir.

Lelaki itu memeluk burung putih raksasa.

"Terima kasih banyak. Aku sangat berterima kasih. Kau telah membantu pada penduduk itu. Sekaligus membantuku menemukan manusia lainnya lagi. Ah, ini sangat mengharukan. Biarkan aku menangis sejenak. Selagi tidak ada Finley di sini. Sebelum kita masuk ke desa itu."

Jarak desa itu masih beberapa meter lagi. Mereka tidak mengetahui bahwa tadi ada pertarungan luar biasa dari seekor burung raksasa dengan ratusan hewan buas.

Makin dekat, makin terlihat bahwa desa itu lebih luas dan penduduknya lebih banyak dibanding desa Hyacinth.

Akhirnya, Cashel memasuk gerbang. Orang menengok ke arahnya. Itu membuatnya sedikit kikuk. Lalu, ia baru menyadari bahwa burung putih raksasa itu tidak ikut bersamanya.

Di mana burung itu?

"Ada apa, Nak? Kenapa tatapanmu begitu bingung?" Seorang pria dewasa mendatangi Cashel ke gerbang masuk.

Pria itu berambut panjang terurai. Kumis dan janggutnya lebat. Namun, ia memiliki aura yang ramah.

"Aku adalah pengembara," jawabnya.

Para penduduk lain mulai berdatangan lagi lebih ramai. Lantas melihat sekujur tubuh Cashel. Penuh luka dan bekasnya, tubuh kekar, wajah penuh cemong, rambut berantakan, pakaian dari kulit hewan yang dibuat seadanya, tombak tua di pinggang. Seperti itulah penampilan Cashel.

"Hei, Nak. Sudah berapa lama kamu mengembara?" tanya seorang wanita yang rambutnya mulai memutih, dengan tatapan prihatin.

"Sudah lebih lima tahun," jawab Cashel.

Seketika ekspresi orang-orang yang mendatanginya terkejut.

Lebih banyak lagi lontaran pertanyaan yang diajukan untuk Cashel.

Mulai dari kenapa, dengan siapa, sejak kapan, karena apa, apakah ia baik-baik saja, di mana keluarganya, di mana ia tinggal dan lain sebagainya. Hingga mereka telah mengetahui detail perjalanan Cashel yang disebabkan oleh fenomena hujan kristal itu. Juga diakhiri dengan perpisahan dengan Finley yang memilih untuk tinggal di bukit hijau muda penuh beri milik Nixie.

Dari penduduk itu pula Cashel mengetahui nama hewan besar mirip kelelawar itu. Ahool.

1
mochamad ribut
lanjut
adie_izzati
Permulaan yang baik👍👍
Chira Amaive: 🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍
Chira Amaive: 🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍
total 3 replies
Ucu Borneo.
nice...
Chira Amaive: 🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!