Notes : Bukan untuk bocil.
"Panggil aku Daddy, Gadis Manis."
Abercio Sanchez. Andai Lucy tak menikah kontrak dengan pria itu, mungkin ... putrinya Ciara tak akan terjebak dalam kegilaan Abercio yang berstatus ayah sambung dari anak tersebut.
Ciara A. Garnacho. Seorang gadis polos yang kekurangan kasih sayang dari sosok ayah kandungnya. Kelemahan tersebut malah dimanfaatkan oleh Abercio yang menjadi ayah sambung dari gadis tersebut.
Hal apakah yang Abercio lakukan sehingga Ciara menuruti semua kegilaan Abercio saat menjadi ayah sambungnya?
Yuk, subscribe novel ini dan baca kelanjutan kisah Abercio dan Ciara!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Menyentuh Rubah Kecilku!
..."Dasar bajingan sialan! Sejak kapan aku mengizinkanmu menyentuhnya?!!!" – Abercio Sanchez...
Ciara bersembunyi di balik pintu kamarnya saat ia mendengar derap langkah kaki Abercio yang menapaki tangga. Karena kamarnya dan kamar Abercio bersebelahan, ia dapat menguping apa yang akan terjadi antara Megan dan Abercio.
Blam!
Abercio menghempaskan pintunya dengan sangat kuat sehingga Ciara terperanjat kaget dengan tubuh yang tersentak ke belakang.
Tak lama kemudian, terdengar bunyi derap langkah seseorang dari lantai satu menuju lantai dua.
"Megan?!" gumam Ciara sambil memegang dadanya.
Tak dapat ia pungkiri bahwa jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Apalagi saat mengetahui Megan benar-benar masuk ke dalam kamar Abercio dan terdengar bunyi pintu dikunci dari dalam.
"A-apa yang harus aku lakukan?" gumam Ciara lirih. Ia benar-benar panik setengah mati tapi tak tahu harus berbuat apa.
Jika ia tiba-tiba mengetuk pintu dan memanggil Abercio, bukankah hal itu lucu? Dia yang tadinya menolak mentah-mentah 'Good Night Kiss' yang menjadi rutinitas harian saja sudah sangat aneh bagi Abercio. Tapi ... ia memiliki alasan sendiri kenapa menolak melakukan rutinitas tersebut.
Beberapa menit berlalu. Ciara yang sempat mematung karena bingung harus berbuat apa, ia memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan menempelkan telinganya ke pintu kamar Abercio.
"Nghhh ... ahh ... ahh ... Pak Abercio. Oh yes, mmhhh ...."
"Oh faaakkk! Emh ... yes. Uh ... ahh ... ahh ...."
Desa.han, rinti.han dan lengu.han Megan terdengar begitu nyaring di telinga Ciara. Ciara menggigit bibirnya sambil mengepalkan kedua tangannya. Tanpa sadar ia merem.as ujung dress tidurnya malam itu karena menahan rasa sakit yang begitu menyesakkan dada.
Mata Ciara berkaca-kaca. Dadanya terasa penuh dan begitu sesak.
"A-aku harus merekam ini. Dan ... dan mengadukannya ke Mommy," tekad Ciara dalam hati. Meskipun ia tak yakin hal tersebut ia lakukan untuk Lucy.
Ciara langsung berlari ke dalam kamarnya. Kemudian ia mengambil ponselnya dan berniat merekam suara rin.tihan Megan.
"Pak Abercio. Malam ini ... mhhh ... Bapak bersemangat sekali ... ahhh..."
"Mhhh ... Megan ...."
Ciara terbelalak saat mendengarkan suara berat Abercio. Airmatanya tak lagi mampu tertahankan. Dia benar-benar sudah di batas akhir kesabarannya. Seketika, semuanya tumpah dan mengalir dengan sangat deras.
"D-Daddy Cio ... j-jahat!" isak Ciara sambil menyeka kasar airmatanya.
Ciara tak sanggup berlama-lama di depan pintu tersebut. Ia memutuskan untuk meninggalkan pintu kamar Abercio dan berlari menuruni tangga menuju lantai satu. Kemudian Ciara berlari ke halaman luar.
"Mbak Ciara?"
Desis beberapa orang pengawal yang berjaga di depan pintu masuk sekaligus Bart yang juga ada di sana saat itu.
Ciara tak mempedulikan orang-orang di sana. Kemudian ia berlari menuju ke taman yang ada di samping rumah mewah tersebut. Taman yang gelap tanpa cahaya lampu. Sepertinya taman tersebut tak terurus.
"Kalian jaga di sini. Biar aku yang menyusulinya," perintah Bart kepada bawahannya. Kemudian ia berlari menyusuli Ciara.
...❣️❣️❣️...
"Ciara ..." panggil Bart mencoba mendekat ke arah Ciara yang saat itu sedang duduk di kursi panjang yang ada di taman tersebut.
Ciara tak mempedulikan Bart. Ia menangis tanpa mengeluarkan suara. Ia juga tak henti-hentinya mengcengkeram kasar ujung bajunya seolah-olah ingin mencabik-cabik dress tidur tersebut.
"Ciara... a-aku tak tahu apa yang terjadi, tapi aku tak akan mengganggumu," bujuk Bart pelan.
Bart tak kunjung menyerah mendekati Ciara. Perlahan, pria bertubuh tegap berkulit sawo matang itu duduk di sebelah Ciara.
"Nangis aja sepuasnya. Aku tak akan melihatmu," ucap Bart dengan pandangan yang lurus menyatu dengan kegelapan malam itu.
Ciara yang merasa tak sanggup menahan rasa sakit dan sesak di dadanya, ia langsung memeluk tubuh Bart. Entah kenapa ia tak merasa khawatir memeluk tubuh pria itu. Tapi yang jelas ia tahu bahwa Bart tak akan menyakiti atau melecehkannya.
"Bart... hiks... hiks..."
Bart terbelalak saat menyadari Ciara memeluknya. Lalu, bagaimana gadis itu bisa mengetahui namanya?
Diam-diam, Bart merekam suara Ciara yang saat itu sedang menangis, ia berniat memberikan rekaman tersebut kepada Abercio nantinya. Lalu satu tangannya lagi ia gunakan untuk menenangkan Ciara dengan membelai lembut kepala gadis itu.
"Bart. Rasanya sakit sekali. Seperti luka yang basah disiram cuka. Dadaku rasanya sesak. Tapi ... tapi aku nggak tau harus berbuat apa," isak Ciara tersedu-sedu.
Di saat yang sama, saat di mana Ciara sedang menangis di pelukan Bart, saat itu juga lah Abercio telah selesai menuntaskan nafsu binatangnya. Ia keluar ke balkon untuk menghirup udara segar karena kamarnya yang begitu pengap setelah bercinta.
"Haaa... saking lamanya tak bercinta, aku sampai lupa bahwa rasanya senikmat ini," gumam Abercio pelan.
Megan telah kembali ke kamarnya karena di usir Abercio setelah pria itu selesai menuntaskan gairahnya yang tertahan. Yah ... fungsi Megan di sana memang bukan hanya koki, tapi merangkap sekaligus menjadi pelacur saat Abercio tak bisa keluar rumah karena memikirkan Ciara.
Saat Abercio sedang menghirup udara malam di balkon, sorot matanya terfokuskan ke sebuah titik. Sebuah titik di mana ada dua sosok tubuh yang tak asing di matanya meski kedua sosok tubuh tersebut sedang menyatu dalam kegelapan.
"Bajingan!" umpat Abercio penuh amarah.
Pria yang baru saja menuntaskan syah.watnya itu, ia bergegas meninggalkan balkon dan menuju ke pintu kamarnya. Lalu, ia berlari meninggalkan kamar dan menuruni tangga dengan amarah yang meluap-luap.
"BART!!!" teriak Abercio dengan lantang. Suara geramannya terdengar begitu mengerikan.
Teriakan dan geraman Abercio tersebut menggema di taman yang gelap gulita itu. Bart yang saat itu sedang memeluk dan menenangkan Ciara, ia mendadak tersentak dan terkejut. Begitu juga dengan Ciara.
Abercio langsung mendekat ke arah Bart. Kemudian ia menarik kerah baju Bart sampai pria yang semula duduk itu berdiri dengan paksa.
"Dasar bajingan sialan! Sejak kapan aku mengizinkanmu menyentuhnya?!!!" kecam Abercio penuh amarah.
Buk!!!
Sebuah hantaman melayang ke wajah Bart.
...❣️❣️❣️...
...BERSAMBUNG......