" Dia tidak mencintaimu, dia mencintaiku. Dia tidak ingin menikahi mu, akulah satu-satunya wanita yang ingin dia cintai. Kami saling mencintai, tapi karena beberapa hal kami belum bisa mewujudkan mimpi kami, berhentilah untuk menolak percaya, kami sungguh saling mencintai hingga nafas kami berdua amat sesak saat kami tidak bisa bersama meski kami berada di ruang yang sama. " Begitulah barusan kalimat yang keluar dari bibir indah wanita cantik berusia tiga puluh tahun itu. Tatapan matanya nampak begitu sendu dan ya tega mengatakan apa yang baru saja dia katakan. Rasanya ingin marah Ana mendengarnya, tapi bisa apa dia karena nyatanya memang begitu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
Jordan kembali ke kamar dengan perasaan kesal yang luar biasa. Seumur hidup, ini untuk pertama kalinya dia diminta untuk melakukan pekerjaan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Jordan, anak laki-laki satu-satunya di minta untuk memunguti pecahan vas bunga? Kekesalannya bukan hanya karena itu saja, tapi karena tahu benar jika semua itu dilakukan Ana sebagai peringatan untuknya. Iya, itu sama artinya jika Jordan adalah orang yang seharunya mendapatkan luka, karena dia yang bersalah atas semuanya.
Jordan semakin tak bisa menahan kesal melihat Soraya yang begitu ketakutan kalau sampai Kendra tahu apa hubungan mereka sebenarnya. Padahal kalau hanya uang tentu saja Jordan punya lebih banyak, tampang juga Jordan bisa di bilang tak kalah dari Kendra. Hanya karena orang tuanya Soraya menyayangi Kendra, apakah itu sebuah alasan yang masuk akal terus bertahan dalam ikatan pernikahan meski tak mencintai Kendra? Bukankah dia juga bisa bersikap baik agar orang tuanya Soraya juga bisa menyayanginya?
Jordan menoleh ke arah pintu yang kini sedang terbuka, dan itu adalah Ana. Karena kemarahan yang tidak mendapatkan pelampiasan sebelumnya, segera Jordan meraih lengan Ana, menariknya dan menyudutkan Ana hingga tubuh gadis itu membentur dinding kamarnya.
" Ah! " Pekik Ana tapi tak begitu lantang suara ya, iya apapun akan dia tahan agar tidak mengganggu Ayahnya.
" Kau ini kenapa hah?! " Tanya Ana kesal.
Jordan meninju dinding yang ada di dekat wajah Ana, dia menatap Ana dengan tatapan yang terlihat sangat marah hingga wajahnya ikut memerah serta mengeluarkan keringat yang lumayan banyak.
" Kau sengaja kan? Kau sengaja menggangguku tadi! Kau sengaja ingin memperingati ku?! "
Ana mengepalkan kedua tangannya. Sungguh dia sangat tidak terima di tatap dengan begitu tajam oleh Jordan. Sangat tidak pantas untuk Jordan melotot tajam seperti itu, Jordan adalah tokoh yang bersalah, Jordan seharusnya meminta maaf dan memperbaiki kesalahannya, kenapa dia bersikap seolah dia adalah orang yang tidak bersalah, kenapa dia tidak bisa melihat bagaimana Soraya begitu takut ketahuan yang artinya dia masih tidak ingin bercerai sekarang ini? Tidakkah dia bisa melihat jika dia adalah racun dalam hubungan rumah tangga seseorang?
" Kau marah karena gagal mendapatkan kepuasan? Atau, kau marah karena melihat dimana posisi mu sebenarnya? "
Jordan meraih leher Ana, dan mencengkeramnya tali tidak begitu kuat.
" Kau terlalu ikut campur! "
Ana terkekeh meski dia merasa tidak nyaman dengan tekanan di lehernya yang membuat nafasnya sedikit kesulitan.
" Aku akan ikut campur sebanyak yang aku bisa, aku akan melakukan apapun untuk menggagalkan rencana indah kalian berdua, aku akan menjadi mimpi buruk untukmu, dan untuknya. Aku, tidak akan segan-segan melakukan apapun agar kalian terus terusik. "
" Diam! Tutup mulutmu, dan jangan pernah melakukan apapun! Kalau tidak, "
" Apa? Memukul ku? Mencekik? Atau membunuh? Kau ahli yang mana dari tiga itu?
Jordan semakin kesal, dia menguatkan cengkraman tangannya hingga Ana terlibat kesulitan bernafas, urat di wajahnya juga terlihat begitu jelas, tak mau membunuh orang, Jordan dengan segera menjauhkan tangannya sehingga Ana bisa bernafas lega meski dia harus tersengal beberapa kali dan itu cukup lama berlangsung.
" Kau tahu benar jika aku tidak akan main-main dengan ucapan ku kan? " Jordan menatap dengan tatapan mengancam kepada Ana. Sungguh dia hampir kehilangan akal tadi, tali untunglah melihat wajah Ana yang kesakitan dia mulai tak tega dan takut kalau sampai tangannya ternodai jika dia mati.
" Aku, juga tidak main-main dengan ucapan ku tadi. " Ucap Ana, dia sebenarnya sangat takut, dia juga kesakitan hingga merasa sakit leher ya saat bicara, tapi, apa yang dia lakukan ini sudah kepalang tanggung, dan dia tidak ingin menyerah tanpa hasil begitu saja.
" Aku tidak pernah bertemu wanita yang sangat menyebalkan sepertimu. " Ujar Jordan kembali menahan marah.
" Aku juga, aku tidak pernah bertemu dengan pria yang sangat brengsek sepertimu. "
Jordan berjalan mendekati Ana, dia meraih lengan Ana dan membuat tubuh mereka saling berhadapan, terutama kedua bola mata mereka saling menatap dengan berani tak kenal yang namanya takut.
" Kau wanita pertama yang membuatku memiliki keinginan membunuh. " Ucap Jordan dengan tatapan serius dan tajam.
" Bunuh saja, tunjukan betapa brengseknya dirimu padaku. "
Jordan semakin kesal, kesal, dan sangat kesal mengahadapi mulut Ana. Dia mendorong tubuh Ana ke atas tempat tidur. Dia menatap Ana dengan tatapan licik, dia juga menyeringai dengan begitu menakutkan.
Ana, gadis itu hanya bisa membalas tatapan semacam itu dengan tatapan berani. Sejujurnya dia sangat takut, tatapan Jordan, senyum aneh itu, semuanya sungguh sangat menakutkan, tapi ketakutan yang paling besar hanyalah melihat Ayahnya payah hati, apalagi seperti kebanyakan orang patah hati pada pria yang sulit jatuh cinta biasanya akan memilih untuk bunuh diri, maka Ana tak bisa, lebih tepatnya tidak boleh mundur satu jengkal pin tidak boleh.
" Baiklah, akan ku tunjukkan benar-benar, lihat dan rasakan betapa brengseknya diriku ini. " Jordan menindih tubuh Ana, menciumi lehernya, juga mengigit lumayan kuat hingga Ana meringis kesakitan. Tak berhenti disana karena Ana mencoba untuk mendorong tubuh Ana menjauh, pada akhirnya Jordan menahan tangan Ana di atas kepala, menciumi bibirnya dengan sangat kasar, dan lagi-lagi Ana harus merasakan perih karena bibirnya kembali terluka dan berdarah. Satu tangan Jordan bergerak dengan cepat menyusup menyentuh bagian dada Ana yang seperti biasanya saat tidur tak menggunakan penahan benda kembarnya itu.
" Ah! " Pekik Ana kesakitan karena memang Jordan memijatnya dengan kuat. Masih merasa belum puas menyiksa, Jordan mengangkat baju Ana ke atas, lalu mengigit ujung benda kenyal kembar milik ana lumayan kuat hingga Ana harus mengigit bibir bawahnya menahan sakit yang bisa dibilang hampir dia tak tahan untuk menangis.
Masih melihat Ana tak terlihat tersiksa, Jordan dengan sengaja meninggalkan banyak sekali tanda merah. Mulai dari rahang, leher, ujung telinga, dada, lengan, perut, hingga sampailah di bagian bawah yang masih menggunakan penutup. Jordan dengan kasar membuka penutup itu.
Ana, gadis itu hanya bisa menangis di dalam hati menerima perlakuan menyakitkan dari Jordan yang sudah menghancurkan harga dirinya tak tersisa.
" Ah! " Pekik Ana merasa ngilu saat Jordan memasukkan jarinya di bawah sana. Bukan hanya itu saja, tapi pergerakan hatinya itu cukup membuat Ana, atau lebih tepatnya hati gadis sembilan belas tahun merasa begitu tersakiti, dan membuatnya merasa begitu hina hingga berdoa di dalam hati,
Aku ingin mati saja, aku ingin mati, dan matikan juga pria ini agar tak mengganggu rumah tangga Ayahku, agar tak menjadi duri di dalam kebahagiaan Ayahku.
Bersambung.
..maaf Thor AQ tinggal dulu ya sebenarnya suka tp masih kurang greget