Karena dendam pada Seorang pria yang di yakini merebut wanita pujaannya sejak kecil, Alvino Maladeva akhirnya berencana membalas dendam pada pria itu melalui keluarga tersayang pria tersebut.
Syifana Mahendra, gadis lugu berusia delapan belas tahun yang memutuskan menerima pinangan kekasih yang baru saja di temui olehnya. Awalnya Syifana mengira laki-laki itu tulus mencintainya hingga setelah menikah dirinya justru mengetahui bahwa ia hanya di jadikan alat balas dendam oleh sang suami pada Kakak satu-satunya.
Lalu, apakah Syifana akan terus bertahan dengan rumah tangga yang berlandaskan Balas Dendam tersebut? Ataukah justru pergi melarikan diri dari kekejaman suaminya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurma Azalia Miftahpoenya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lamaran
Setelah dikira ngelindur oleh sang kakak. Syifana pamit ke kamar mandi. Gadis itu merasa malu karena sang kakak justru mengejeknya. Budenya tidak berada di Rumah Sakit itu, lalu yang di katakan oleh laki-laki yang baru saja menyatakan perasaannya itu, apakah dia berbohong?
Banyak prasangka yang berputar di kepala gadis remaja itu. Dari kebohongan Vino tentang sang bude, hingga pernyataan cinta laki-laki tersebut. Dia mengira bahwa Vino hanya bercanda saat menyatakan cinta padanya.
Syifana tersenyum kecut, dia sadar mungkin dia memang layak di permainkan. Dia merasa tidak pantas untuk laki-laki tampan yang senyumannya begitu memabukkan tersebut.
"Harusnya tidak perlu bercanda seperti ini, Bang. Mungkin Bang Vino suka bermain, tapi Fana bukan mainan." Gadis remaja itu mendongak, menatap langit-langit plafon kamar mandi.
Mencoba menahan air mata yang hampir terjatuh dari matanya. Dia sama sekali tidak mau terlihat lemah hanya karena laki-laki. Lagipula usianya masih sangat muda untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Selama ini, dia tidak pernah tertarik untuk dekat dengan laki-laki lain walaupun sebagian besar temannya sudah berpacaran.
Gadis itu keluar dari kamar mandi saat sudah berhasil menetralkan perasaannya. Saat pintu terbuka, dia sangat terkejut saat tiba-tiba melihat wanita paruh baya dan seorang laki-laki tampan berdiri di depan toilet.
"Bude, Bang Vino!"
Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali, mengira bahwa kedua orang yang tepat berada di hadapannya hanyalah ilusi. Akan tetapi sampai matanya merasa lelah, kedua orang itu tidak menghilang dari pandangannya.
"Ini beneran kalian?" tanya gadis itu memastikan.
Vino menahan tawa, sedangkan bude nur melayangkan cubitan di perut sang keponakan. Hingga gadis itu mengaduh kesakitan. Walau mendengar teriakan sang ponakan, Bude Nur sama sekali tidak berniat melepaskan cubitannya itu.
"Bude, sudah! Nanti calon istri Vino kesakitan."
Syifana mendelik saat mendengar ucapan Vino. Laki-laki itu sepertinya suka sekali membuat dirinya kaget setengah mat*. Setelah mengungkapkan perasaan, kini tiba-tiba mengumumkan bahwa dia adalah calon istrinya.
"Iya, iya, yang udah ngelamar." Bude Nur melepaskan cubitannya.
Syifana belum juga paham dengan ucapan kedua orang di hadapannya. Gadis itu masih melongo dan tidak berniat meladeni guyonan kedua orang itu. Setelah Vino mengatakan dia calon istrinya, kini sang bude justru mengatakan bahwa laki-laki itu sudah melamarnya.
"Hei, Syifana! Kenapa malah melamun?"
Gadis itu baru sadar dan berniat meninggalkan kedua orang yang sejak tadi bicara melantur itu. Dia berjalan menuju kursi tunggu yang juga masih di huni oleh orang tua dan kakaknya. Dia berjalan cepat dan langsung duduk di tengah ayah dan kakaknya.
"Kamu kenapa?" tanya Ali ketika tiba-tiba sang adik tanpa permisi duduk di tengah antara dia dan sang ayah.
"Enggak apa-apa!"
"Syifa, Bude mana? Tadi bukannya dia susulin kamu ke toilet?" tanya Ara ketika tidak mendapati sang bude kembali ke tempat itu.
Gadis cantik dengan wajah polos itu membulatkan matanya, jadi yang tadi di toilet bukan halusinasi? Melainkan kenyataan. Lalu maksud dari kata calon istri dan melamar itu apa?
Saat Syifana akan menjawab pertanyaan kakak iparnya, dari belakang orang yang sedang di bahas tengah berjalan santai menuju ke arahnya. Bukan hanya Bude Nur, tetapi juga Vino.
"Bocah nakal! bude sama calon suami di tinggal!" seru Bude Nur saat sampai di depan keluarganya.
Syifana hanya diam tanpa menjawab satu katapun. Dia benar-benar belum paham arah pembicaraan mereka. Hingga sang ayah menariknya ke dalam pelukan.
"Kamu sudah punya calon, kenapa tidak bilang pada kami?" tanya Ayah Hendra sambil mencium ujung kepala sang anak.
"Ayah, Ali tidak terima kalau Syifa menikah dengan laki-laki itu."
Syifana melerai pelukan sang ayah. Gadis itu menoleh ke arah sang kakak di samping. Memang kenapa sampai sang kakak keberatan kalau dia menikah dengan Vino?
"Sudahlah, Al, ini permintaan ibu kamu. Ayah tidak ingin kalau ibu semakin drop karena memikirkan Syifana," ujar sang ayah dengan lembut.
Mau tidak mau, terima tidak terima. Ali sudah kalah, ini semua keputusan ayah dan ibunya. Laki-laki itu akhirnya menerima keputusan sang ayah yang merupakan permintaan dari ibunya.
Ara yang berada di samping sang suami hanya diam. Tidak menanggapi apapun tentang rencana itu. Dia memutuskan untuk pergi dari tempat itu, sebelumnya dia sudah meminta ijin dulu dari suaminya.
Vino hanya menatap punggung Ara yang semakin menjauh darinya. Hatinya benar-benar masih menginginkan wanita itu, tetapi untuk merebutnya. Dia merasa sudah tidak mampu, bukan kalah kekuatan, melainkan kalah perasaan.
Tidak lama sejak kepergian wanita berperut buncit itu, ponsel milik Vino berdering. Sebuah panggilan dari nomor tidak di kenal masuk, laki-laki itu akhirnya meminta izin untuk menerima telfon lebih dulu.
"Hallo,"
"Temui aku, di taman!"
Setelah kata itu, panggilan berakhir. Vino yang sangat mengenali pemilik suara itu segera pergi dari tempat itu. Laki-laki itu berjalan cepat menuju taman rumah sakit. Begitu sampai, dia mengedarkan pandangan. Menemukan seorang perempuan tengah duduk di tepi taman itu. Dia segera melangkah mendekati perempuan itu.
"Bee," panggilnya dengan lembut.
Ara menoleh, menatap tajam pada laki-laki yang masih berani memanggilnya dengan panggilan itu. Panggilan yang mereka gunakan saat mereka dekat dulu, panggilan yang saat ini begitu asing di telinganya.
"Kau punya maksud apa, Kak? Mendekati adikku? Untuk apa?" tanya Ara menuntut.
"Aku mencintai dia," jawab Vino menatap lurus ke depan.
Sebenarnya dia tidak ingin menyakiti wanita ini, dengan pura-pura mencintai wanita lain. Tetapi dia begitu ingin egois dan membalas semua rasa sakit hatinya.
Ara bangkit lalu menatap tajam laki-laki yang lebih dewasa darinya itu. Dia sama sekali tidak percaya jika laki-laki itu mencintai wanita lain, terlebih Syifa. Gadis remaja yang ceroboh dan jauh dari kriterianya. Lagipula, Ara masih yakin bahwa laki-laki itu belum juga bisa merelakannya. Obsesi yang ada di dalam diri laki-laki itu untuknya masih terlalu besar.
"Aku tidak percaya!" seru Ara dengan suara keras.
"Terserah kalau kamu tidak percaya, Bee! Itu tidak akan merubah keputusanku. Lagipula ayah dan ibu kalian sudah menyetujui lamaranku." Vino berjalan meninggalkan Ara sendiri.
Setelah kepergian Vino, Ara kembali terduduk di kursi taman. Wanita itu mengusap wajahnya kasar. Meladeni Laki-laki itu memang harus ekstra sabar, apalagi sekarang dia sudah bukan dia yang dulu. Alvino Maladeva yang sekarang, kejadian yang menimpa keluarganya itu cukup membuat laki-laki itu benar-benar di luar kendali.
"Semoga kamu tidak menyakiti adikku, Kak Al."
Bersambung...