Arden membenci wanita gendut yang merupakan teman masa kecilnya. Permusuhan itu semakin menjadi ketika Kayla bertunangan dengan pria bernama Steve. Selain kebencian, ada yang aneh dari sikap Arden ketika bertatapan dengan Kayla. Hasrat untuk memiliki wanita itu timbul dalam benaknya.
Sekuel dari Istri Rasa Simpanan.
Follow IG : renitaria7796
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersama Lauren
Suara indah mengalun merdu memenuhi ruangan tamu. Arden tersenyum ketika ia memandang Lauren tanpa sehelai benang di tubuh. Satu kaki berada di atas badan kursi, sedangkan satu lagi di atas meja. Sementara ada dua jari yang keluar masuk di bagian tengah.
Arden senang melihat wanita itu terus mengeluarkan suara serak dan berat. Ia membenamkan wajah di antara dua belahan jiwa yang tidak Arden sukai bentuknya.
Setiap pasangan harus menerima kekurangan pasangan lain. Tubuh Lauren memang kencang, langsing, tetapi bagian depannya berbentuk seperti buah pepaya. Sekencang apa pun membentuk otot depan. Buah ranum milik Lauren tidak akan berubah.
"Aku kesal dengan bentuk-ku ini," ucap Lauren tiba-tiba. "Aku seperti ibu-ibu yang telah menyusui."
Arden tersenyum. "Bukan masalah."
"Aku ingin memasang implan, tetapi tidak berani."
"Alami lebih baik," sahut Arden, lalu mengemut benda kecil yang mencuat.
Suara Lauren serak. Jari-jarinya menelusup ke sela-sela rambut Arden. Lauren menginginkan pria itu masuk. Mendesaknya dengan tempo cepat. Ia ingin merasakan ******* yang sebenarnya.
"Arden ... aku menginginkanmu," pinta Lauren.
Arden mengangkat wajah kemudian mengecup bibir Lauren agar wanita itu diam. Arden sendiri tidak mengerti kenapa ia sama sekali tidak berminat untuk melakukan hal lebih. Lauren dengan suka rela memberikan tubuhnya. Bukan hanya Lauren, tetapi gadis lain juga.
Arden menginginkan Kayla sebagai teman ranjangnya. Ia ingin tidur bersama wanita gendut itu. Astaga! Bersama Lauren saja ia bisa membayangkan Kayla. Sayang sekali teman kecilnya malah akan menikah dalam beberapa bulan ini. Arden menggeleng, ia tidak boleh memikirkan wanita yang sudah melupakannya.
Arden menarik diri. Melepaskan dua jari dari dalam sana yang sudah basah oleh lendir yang aromanya sangat khas dan menakjubkan.
"Aku cuci tangan dulu," kata Arden.
"Bawakan aku soda, Sayang."
"Oke," sahut Arden.
Lauren meraih tisu kering yang berada di meja. Ia membersihkan miliknya. Tisu dibuang begitu saja. Ia akan membereskan apartemen Arden setelah tenaganya terkumpul kembali.
Baru datang ke negeri Patung Liberti, Lauren sudah dijarah oleh Arden. Ia ingin tidur sekarang. Melemaskan semua otot yang meronta untuk istirahat.
"Soda," kata Arden yang telah kembali dari dapur.
Lauren meraih soda yang Arden letakkan di meja. Ia membuka cincin pengunci kemudian meneguk air dalam kaleng tersebut sampai setengah.
"Boleh aku istirahat?" tanya Lauren.
"Tidur saja."
"Jangan mengangguku."
Arden tertawa melihat ekspresi wajah memelas Lauren. "Maafkan aku. Kita tidur bersama. Aku janji tidak akan menganggumu."
Lauren mengiakan. Ia meraih segitiga katun yang terselip di sofa kemudian memakainya. Lauren dan Arden beranjak dari duduk mereka, lalu melangkah ke kamar.
Keduanya sama-sama menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Lauren masuk ke dalam pelukan sang kekasih. Ya, ia sudah menganggap Arden sebagai kekasih. Arden memeluk wanita itu. Bersama memejamkan mata sampai kantuk menghampiri.
...****************...
Besoknya, Arden membawa Lauren jalan-jalan menjelajahi pusat wisata yang berada di Amerika. Lauren sangat antusias bisa liburan secara gratis dan ia senang karena Arden menuruti segala permintaannya. Memang sangat nyaman punya pria dengan kantong tebal. Terlebih jika lelaki itu tidak pelit. Wanita sangat dimanjakan.
Mereka menyusuri Manhanttan. Di sana terdapat gedung-gedung pencakar langit yang sangat sayang untuk tidak dilihat. Jangan lupakan Patung Liberti yang menandankan jika sudah berada di Amerika Serikat.
Lalu, jalan kaki di Time Square yang sangat ramai. Billboard raksasa yang mewah dan megah menjadi pemandangan yang sayang untuk dilewatkan. Foto bersama pasangan menjadi moment yang harus dilakukan.
"Masih ingin jalan-jalan?" tanya Arden.
"Tentu saja. Waktuku sangat singkat di sini," jawab Lauren.
Mereka berdua sudah makan siang di cafe. Lauren seakan tidak lelah untuk terus menjelajahi negeri ini, dan memang kedatangan wanita itu untuk liburan.
"Kamu harus memberiku hadiah," kata Arden.
Lauren meletakkan dua tangan di meja, ia bangun dari duduk, lalu mencondongkan tubuh. Lauren mengecup bibir Arden setelah itu ia duduk kembali.
"Itu hadiahmu," ucapnya.
"Hanya kecupan sekilas. Aku mau yang lama," kata Arden.
"Kamu mau melakukannya di sini?" tanya Lauren tidak percaya.
"Kenapa tidak?"
Lauren bangun dari kursi. Ia menghampiri Arden, lalu duduk di atas pangkuan pria itu. Lauren dan Arden saling menyatukan bibir. Indra perasa mereka saling membelit, saling menyesap, dan menarik bibir.
Tidak peduli ada pengunjung cafe yang melihat mereka atau pelayan yang berlalu lalang. Karena memang mereka tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh sepasang insan yang kasmaran itu.
"Apa cukup?" tanya Lauren.
Arden tersenyum. "Sudah cukup. Aku akan membawamu ke Vegas."
...****************...
Besoknya, Arden dan Lauren sampai ke Vegas. Setelah check-in ke hotel, mereka tidak melewatkan untuk jalan bersama. Surga dunia yang mana terdapat pusat hiburan terbesar di sana. Resort, casino, pusat perbelanjaan semua memanjakan mata.
"Beli apa pun yang kamu inginkan. Malam ini kita akan ke casino. Pilih gaun yang sesuai karena aku ingin menguji keberuntunganku," kata Arden.
"Jangan khawatir. Aku akan pilih gaun paling menggoda khusus untukmu," sahut Lauren.
Gaun gemerlap warna hitam dengan tali satu jari menjadi pilihan dari Lauren. Ia juga membeli sepasang sepatu bertumit tinggi dan tas selempang warna emas.
Arden tinggal memberi kartu kredit tanpa batas kepada kasir dan semua barang yang dibeli oleh Lauren terbayar. Satu kecupan di pipi dan ucapan terima kasih ia dapatkan sebagai balasannya.
Malam hari, keduanya berkunjung ke casino elit. Arden mengenakan setelan jas rapi dengan dasi kupu-kupu dan Lauren dengan gaun hitam di atas lutut.
Pelayan mempersilakam Arden menuju kursi yang tersedia. Sudah ada tiga pria bersama pasangan mereka. Arden menyerahkan kartu untuk ditukarkan dengan chip.
"Tukarkan semua uang di dalam kartu ini dengan chip," pinta Arden.
"Baik, Tuan."
Tidak menunggu lama, setumpuk uang chip telah berada di depan Arden. Dealer mulai menyuruh pemain memasang taruhan mereka. Kartu dikocok, lalu dibagikan.
Arden membuka kartu miliknya. Memasang taruhan kembali yang membuat ketiga pemain mengerutkan kening. Satu per satu pemain juga memasang taruhannya. Arden tersenyum. Ia malah memasang semua uang di meja perjudian itu.
"Kamu serius?" tanya Lauren.
Arden mengecup sebentar bibir Lauren. "Malam ini aku sangat beruntung."
Dealer memerintahkan satu per satu pemain membuka kartu mereka. Arden tertawa karena ia mendapat kartu Royal Flush. Ini sungguh malam keberuntungan Arden.
"Maaf teman-teman. Uang ini semua milikku," ucap Arden.
Permainan dilanjutkan, tetapi Arden meminta pergantian pemain. Lauren yang akan bermain karena wanita itu ingin merasakan bermain kartu. Namun sayang, uang Arden habis karena kekalahan.
"Aku tidak mau bermain lagi," kata Lauren. "Aku kalah banyak."
"Aku yang kalah. Kamu menghabiskan semuanya," ucap Arden.
Lauren menyengir. "Maaf."
Jika kalah, tidak perlu bermain lagi. Jika keterusan sangat bahaya. Bukan kaya, tetapi malah buntung bermain kartu seperti itu.
Bersambung