Alvin sosok pria dingin tak tersentuh telah jatuh cinta pada keponakannya yang sering dipanggilnya By itu.
Sikapnya yang arogan dan possesive membuat Araya sangat terkekang. Apalagi dengan tali pernikahan yang telah mengikat keduanya.
"Hanya aku yang berhak untukmu Baby. Semua atas kendaliku. Kau hanya milikku seorang. Kau tidak bisa lepas dariku sejauh manapun kau pergi. Ini bukan obsesi atau sekedar rasa ingin memiliki. Ini adalah cinta yang didasari dari hati. Jangan salahkan aku menyakiti, hanya untuk memenuhi rasa cinta yang berarti."
-Alvin-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebentar Lagi
Hari ini untuk pertama kalinya Aya menjalankan puasa di Indonesia. Gadis itu masih tertidur pulas meski sudah memasuki waktu sahur.
"By... Bangun. Sahur..." Alvin mencium pipi Aya beberapa kali.
"Aku nggak sahur Om."
"Mana boleh begitu. Ayo dong By....kamu susah banget di bangunin. Atau mau makanannya di bawa ke sini?"
"Ih...Aku ga lapar Om. Aku mau tidur aja."
"Belum bangun juga Vin?" tanya Mommy.
"Lihat sendiri. Susah banget di banguninnya."
"Sayang bangun dong. Sahur, kamu harus minum obat juga. Masa kalah sama Adek Adek kamu."
"Aku ngantuk Mom. Minum obat aja. Ga usah makan."
"Mana boleh begitu."
"By..bangun dong."
"Iya iya...."
Aya baru selesai cuci muka langsung menuju ke ruang makan bersama Omnya.
"Kakak masih ngantuk?" Tanya Darren.
"Iya...."
"Ayo makan. Keburu Imsak nanti."
"Iya Mom."
" Vin. Kapan kamu nikah?"
"Ya nanti Yah."
'Kalo sama By' lanjutnya dalam hati.
"Dari dulu bilangnya nanti mulu. Ujung ujungnya juga ga nikah nikah."
"Mau nikah sama siapa calon aja ga punya." kata Dady menyahuti Ibunya.
"Kamu cari yang gimana sih Vin?"
" Kenapa sih tanya tanya itu mulu. Aku bakalan nikah kok. Santai aja."
"Enak kamu bilang santai aja. Ibu sama Ayah kamu ini udah tua. Pengen punya cucu juga."
"Kan udah punya cucu banyak Kek."
"Dari Om kamu kan belum."
"Iya iya nanti. Tenang aja aku bakalan nikah kok."
"Udah udah, bahas Alvin mau nikah bisa panjang ceritanya." Tutur Daddy menyudahi obrolan mereka.
Siang hari tampak terik. Selesai sholat dhuhur tadi Aya bermalam malasan dengan kedua adiknya di ruang keluarga sambil menonton TV.
"By. Kamu ga tidur siang?"Tanya Alvin sambil duduk di samping Aya.
"Belum ngantuk."
"Adek kamu ketiduran tuh." tunjuknya pada Darren dan Ano yang tertidur pulas di sofa.
"Iya mereka dari tadi emang tidur."
"By..ikut Om yuk."
"kemana?"
"Ke apartemen Om."
"Enggak ah. Enakan di rumah."
"Ayo dong By. Nanti kamu boleh minta apapun."
"Alah Om emang gitu. Kemaren kemaren aku minta sepeda di tarik lagi."
"Kamu kan jatuh waktu itu."
"ya maklum dong. Terakhir aku naik sepeda umur 7 tahu. Om yang ga ngebolehin. Lagian cuman lecet sedikit. Balikin Om sepedanya." Rengek Aya.
"Enggak By." Tegas Alvin.
"Yaudah."
"By ayo dong temenin Om. please...."
Alvin terus merengek minta ditemani Aya untuk pergi ke apartemennya hingga gadis itu merasa jengah.
"Yaudah Ayo." putus Aya.
"Ayok berangkat sekarang."
Alvin melajukan mobilnya menuju ke apartemen setelah berpamitan pada semua orang.
Perjalanan memakan waktu cukup lama karena lalu lintas sedikit padat hari ini.
Aya langsung mendudukkan diri di sofa ruang tengah setelah sampai di sana.
"By Om mau cari berkas dulu ya."
"Iya. Aku tunggu sini."
Alvin memasuki ruang kerjanya. Laki laki itu tampak mencari sesuatu.
Ia mendudukkan diri di kursinya setelah mendapat apa yang di cari. Senyum mengembang menghiasi wajahnya yang tampan. "Sebentar lagi." gumamnya.
"Aku akan mendapatkanmu malaikat kecilku." lanjutnya dengan tatapan penuh tekad.
Tangannya bergerak meraih ponsel yang tergeletak di atas meja kerjanya.
"Atur strategi agar wasiat itu dibaca oleh Ibuku." perintahnya pada orang di ujung sana. Beberapa saat kemudian panggilan di akhiri sepihak olehnya.
Alvin keluar dari ruang kerjanya. Kakinya melangkah menuju ruang tengah untuk melihat apa yang dilakukan Aya sekarang. Alvin berjongkok menatap lekat gadis yang tengah tertidur pulas di sofa itu. "Sabar Vin. Lagi puasa." Tuturnya pada diri sendiri.
Ia menggendong Aya. Memindahkannya ke ranjang agar tidurnya lebih nyaman. Alvin keluar, tak menunggu atau ikut tidur seperti biasanya. Ia cukup tau diri sekarang harus menahan dirinya untuk sekedar mencium atau mendekap seperti yang Ia biasa lakukan. Ia sebisa mungkin menahan diri selama berdekatan dengan Aya.
Alvin mengajak Aya pulang setelah selesai sholat ashar.
"Lagi bikin apa Mom?" Tanya menghampiri Mommy nya yang sedang sibuk di dapur.
"Eh sayang udah pulang. Mommy lagi bikin sup buah buat buka puasa."
"Aku bantuin Mom."
"Ga usah. Ini udah mau selesai tinggal kasih susu aja."
"By. Kamu belum mandi juga?"
"Belum."
"Mandi gih. Keburu magrib."
"Ntar dulu."
"By..."
"Iya iya mandi." Aya bergegas pergi untuk mandi daripada harus berdebat dengan Om nya.
Selesai sholat magrib semua keluarga besar dan para pekerja berkumpul untuk buka puasa bersama. Mama, Papa, Kakak dan Ipar Aya juga datang. "Sayang kapan kamu nginep lagi di rumah Mama?"
"Belum tau." Jawab Aya masih fokus menyantap makanannya.
"Gimana kalo malam ini dek, besok kan masih libur."
"Enggak."
"Om kenapa sih. Aya kan belum jawab. Gimana dek?"
"Aku tidur di rumah." putus Aya membuat raut wajah mereka sedih seketika.
Memasuki waktu Isya semuanya menuju ke masjid rumah.
"By jangan lari nanti jatuh." Tegur Alvin melihat Aya berlari kegirangan bersama kedua adiknya untuk sholat tarawih bersama keluarga dan pekerja.
Gadis cantik yang tengah memakai mukena itu tidak menanggapi sama sekali.
"By..." Suara Alvin sedikit meninggi.
"Iya Om..." Aya berjalan, menuruti perintah Omnya.
Pukul 10 malam Alvin ingin melihat Aya. Menghawatirkan gadis itu dihantui mimpi buruk lagi. Ia membuka pintu, Aya masih duduk di ranjangnya.
"Belum tidur By?" tanya Alvin memasuki kamar Aya.
"Belum Om."
"Ini udah jam 10 Lo. kamu belum tidur, nanti sahurnya males bangun."
"Ngga bisa tidur Om."
Alvin duduk di samping Aya.
"Kenapa?? Mimpi buruk lagi?"
Aya mengangguk pelan. Akhir akhir ini Ia pergi ke psikiater namun traumanya belum hilang juga.
"Om temenin kamu sampai tidur. Om disini. Om ga akan pergi By."
"Makasih Om." Aya membaringkan tubuhnya sedangkan Alvin masih duduk di ranjang Aya.
Ia mencium kening gadis itu dan menepuk punggungnya lembut. Beberapa saat berlalu, Aya sudah tertidur pulas. Alvin membaringkan tubuhnya menghadap Aya. Menatap gadis itu dengan lekat. kedua tangannya bergerak merangkul Aya dalam dekap nya. Alvin memejamkan mata merasakan kenyamanan yang tiada duanya. Perlahan tapi pasti manik matanya semakin dekat dengan gadis itu. Dan kini, tepat saat ini bibirnya telah menyatu dengan bibir manis yang membuatnya selalu menginginkan. Bukan hanya sekali. Alvin mengulangi kecupannya beberapa kali. Angan angan yang Ia pendam sedari siang sudah terlaksanakan. Ada rasa puas dan lega di dalam hatinya. Bibir mungil itu bukan hanya sebuah keinginan. "Bibir cantikmu adalah sebuah kebutuhan. Menjadi candu yang membuat aku ketergantungan." batinnya sambil mengusap bibir Aya lembut dengan ibu jarinya.