Kisah ini berasal dari tanah Bugis-Sulawesi yang mengisahkan tentang ilmu hitam Parakang.
Dimana para wanita hamil dan juga anak-anak banyak meninggal dengan cara yang mengenaskan. Setiap korbannya akan kehilangan organ tubuh, dan warga mulai resah dengan adanya teror tersebut.
Siapakah pelakunya?
Ikuti Kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sesuatu
Auuuuuuung..... Auuuuung....
Suara lolongan anjing kembali menggema dimalam nan sunyi.
Binatang yang tadinya menghadap rumah Daeng Cening, kini berbalik arah menuju ke rumah Takko yang sudah tak lagi bertuan, dan kini sedang dihuni oleh dua orang Polisi yang sedang mengintai apa yang akan dilakukan oleh Daeng Cening.
Akan tetapi, mereka dikejutkan oleh sosok mengerikan yang saat ini sedang merayap diatas plafon ruang tempat dimana mereka mengamati layar CCTV.
Keduanya membeliakkan mata saat melihat sosok makhluk berbulu tebal dengan wajah mengerikan sedang menatap mereka dengan senyum seringai yang memperlihatkan dua taring tajam.
"Hah!" keduanya tersentak kaget, dan bergegas beranjak dari duduknya, lalu menarik pistol yang ada dibagian sisi kanan dari sarungnya, dan mengarahkannya pada sosok tersebut.
Namun, saat mereka menarik pelatuknya tangan mereka bergetar dan terlihat tremor.
Jangankan untuk melepaskan tembakan, menekan tombol pelatuknya saja mereka tak mampu.
Tubuh mereka seolah membeku, dan keringat dingin mengalir dari pelipis keduanya dengan cukup deras.
"A-apa itu?" tanya Jhony dengan wajah pucat, dan suaranya terdengar bergetar.
"P-Parakang," ucap Beny dengan tak kalah takutnya.
Saat bersamaan, sosok tersebut melompat kearah keduanya, menerkam secara bersamaan, sehingga membuat keduanya terpental ke lantai, dan pistol yang tadi mereka genggam terlempar jauh dari keberadaan mereka.
Luka cakaran diwajah keduanya menimbulkan rasa perih dan cukup menyakitkan.
Keduanya mencoba bergerak untuk dapat menggapai senjata api milik mereka, dan gerakan yang cukup lamban membuat keduanya terlihat kepayahan.
Sementara itu, Andi Enre sudah menuju pulang ke rumah.
Rasa lelah setelah seharian berada ditambang, membuatnya ingin cepat tiba dirumah, dan bayangan akan sang istri yang tampil cantik mempesona untuk menyambutnya sudah terbayang dipelupuk matanya.
"Pria itu mencoba menghubungi sang istri berulang kali, akan tetapi tidak pernah diangkat, dan membuatnya semakin gelisah.
"Sayang, kamu dimana, sih? Kenapa tidak angkat teleponku?" gumamnya dengan lirih. Hatinya terlihat gelisah, ia berharap jika sang istri baik-baik saja.
Ditempat yang berbeda, terlihat sosok Parakang sedang menghampiri dua orang Polisi yang saat ini sedang menghampirinya.
Semakin lama, sosok yang merupakan jelmaan kucing hitam bertubuh besar tersebut kembali melesat, dan kali in ia menerkam tubuh sang Polisi.
Saat tangannya sudah melayang, ia mengendus aroma tubuh seseorang, lalu menghentikan aksinya dan melesat pergi dengan cepat bagaikan sebuah kilatan cahaya.
Kedua Polisi tersebut saling pandang, dan mereka menatap sekitarnya, tak ada ditemukan sosok yang tadi menyerang mereka.
"A-apakah ini nyata?" Jhony menepuk pipinya, ia merasa jika apa yang baru saja dilaluinya sangat begitu menakutkan.
Hal itu bukan tanpa sebab, karena selama ini mereka hanya memburu para penjahat tanpa pernah terbayangkan sedikitpun akan menghadapi hal yang cukup mengerikan seperti itu.
Beny tak menyahut, ia mencoba merangkak dan menggapai pistol yang terlempar dilantai.
Setelah mendapatkan ya, ia menyarungkannya kembali, dan tergeletak dengan pasrah.
Deguban didada keduanya memburu dan nafas mereka tersengal dengan keringat dingin yang mengalir dari pelipis.
"Bagaimana ini, Pak. Apakah kita tetap lanjut untuk menyelidiki kasus ini?" Beny terlihat ragu untuk meneruskan penyelidikan, sebab ia merada jika nyawanya terancam dan bisa saja akan menjadi korban yang sama seperti mereka.
"Itu hanya seekor kucing raksasa, apakah kita harus kalah darinya? Kita akan mempersiapkan senjata yang lebih besar untuk menangkapnya," sahut Jhony dengab antusias.
"Tapi itu bukan kucing biasa, Pak itu Kucing jelmaan Parakang, kita tidak dapat menangkapnya, kecuali memiliki ilmu kebathinan yang cukup kuat." Beny berusaha untuk bangkit, meski sangat kepayahan.
Petugas itu meraih dinding, dan berdiri dengan tubuh yang lemah. Ia seolah merasa energinya seperti dihisap oleh sesuatu yang sangat kuat.
"Dia hanya kucing biasa, mengapa harus takut." Jhony berusaha menjaga image nya sebagai seoeang pimpinan, sebab dalam hal ini, ia tidak boleh terlihat menyerah atau takut dalam menghadapi sosok yang baru saja menyerangnya.
Beny yang sudah berdiri, menarik nafasnya dengan sangat dalam, lalu menghelanya dengan berat. "Kita bukan menghadapi manusia Pak." ia menoleh kearah sang pimpinanan. "Manusia yang kita hadapi adalah sosok penganut ilmu hitam, dan harus kita Ingat, dimanapun kita berada, ada sesuatu hal yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah," ucapnya dengan sangat lemah.
Pria berseragam coklat itu mencoba mengingatkan sang atasan, agar dapat menerima masukan tentang hal yang dianggap tidak masuk akal.
"Kau terlalu percaya Takhyul. Ini dunia modern, dan tidak ada hal yang perlu ditakutkan," pria itu kembali berdiri, wajahnya terasa perih, dan dibagian hidungnya masih terdapat luka menganga yang melintang dan cairan pekat mengalir membasahi hidungnya.
Beny hanya menggelengkan kepalanya sembari berdecak kesal. Ia tahu, jika pria juga sama takutnya, tetapi berusaha menutupi ketakutannya agar terlihat berwibawa, sedangkan ia juga sudah terluka parah seperti itu.
Dengan langkah gontai, ia menuju layar CCTV yang tergantung didinding, sembari mengusap cairan pekat darah yang terus mengalir.
Saat ia sudah berada dekat, ia melihat camera area pintu depan, tiba-tiba saja satu sosok mengerikan memperlihatkan wajahnya dengan sangat jelas dan gerakan yang cukup cepat, dan tiba-tiba saja camera buram dan tidak lagi berfungsi.
"Hah!" Jhony tersentak kaget, hingga membuatnya tersurut langkah kebelakang, lalu mengusap dadanya karena rasa keterkejutan yang cukup membuat detak jantungnya hampir terhenti.
Sedangkan Beny sudah tidak lagi berada diruangan tersebut.
"Kemana, Dia?" Jhony mengedarkan pandangannya ke segala arah mencari keberadaan rekan kerjanya dengan hati penuh debaran.
"Ben, Beny," panggilnya dengan suara yang cukup pelan, karena takut didengar oleh orang lain.
Sunyi, tak ada sahutan, dan membuat Jhony semakin waspada.
Tak
Tiba-tiba saja saklar lampu dimatikan, dan membuat ruangan semakin gelap.
"Hah!" Jhony kembali terkejut, dan ia berusaha menelan salivanya karena situasi yang dikuar dugaan.
Beny menghilang dengan tiba-tiba, dan kini saklar sengaja ada yang mematikannya.
Pria itu mencoba merogoh dompet ponsel yang terletak dipinggangnya.
Saat bersamaan, ia kembali mendengar suara dengusan nafas yang sangat menyeramkan, dan ia mendapatkan ponselnya, lalu menghidupkan layarnya untuk menekan fitur senter agar dapat menerangi ruangan yang cukup gelap.
Namun, ia seolah mendengar suara cakaran didinding yang membuatnya bergidik ngeri.
Tak
Lampu senter hidup, dan cahayanya menerangi satu sosok bermata merah dengan tatapan yang tajam, dan dua taring tajam yang mencuat dari sudut mulutnya.
"Hah!" Jhony tersentak kaget. Ia beringsut mundur, dan tubuhnya terhenti saat terpojok didinding.
Saat bersamaan, ia mengambil pistolnya, lalu menembakkan pelurunya ke arah sosok tersebut.
Dooooor
Suara tembakan terdengar menggaung diruangan.
Akan tetapi, ia seperti tidak mengenai sesuatu, sosok itu menghilang, dan tiba-tiba saja..
Wuuuusssh
Kelebatan bayangan yang disertai desiran angin melintas kesisi kirinya.