Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi
Saif baru menyadari tatapannya. Ia langsung mengalihkan pandangannya. Begitu pun dengan Tania. Saif tidak tahu harus menjawab apa. Namun Tania yang paham dengan sikap Saif pun memakluminya.
Saif kembali duduk di sofa. Sementara itu, Tania membaringkan tubuhnya. Dalam diam, Saif berpikir keras.
Beberapa saat kemudian Tania akhirnya tertidur. Mungkin efek obat yang dia minum. Saif melirik ke arahnya. Wajah Rania nampak teduh dalam pandangan Saif. Beberapa hari ini Saif selalu bersinggungan dengan Tania. Ia sama sekali tidak menemukan keburukan pada diri Tania.
Lama-lama, Saif pun mulai mengantuk. Ia membaringkan diri di atas sofa. Saif pun akhirnya terlelap juga.
...----------------...
"Ibu... Tania mau ikut ibu." Pekik Tania sambil menggenggam tangan ibunya. Namun Ibu Tania hanya menggelengkan kepala tanpa berkata.
"Tania! " Panggil sang ayah.
Tania pun menoleh. Fi ujung sana ia melihat ayahnya berdiri dengan menggunakan pakaian serba putih sama seperti ibunya.
"Ayah."
Tania hendak mendekati ayahnya.
"Jangan mendekat! Di depan ada jurang."
Tania menghentikan langkahnya.
Lalu Ayah Tania berjalan pelan di pinggir jurang mendekati Tania dan istrinya.
"Ayah, Tania mau ikut kalian. "
"Jangan! Kita akan pergi jauh."
"Tapi... "
"Tania, kami berharap banyak padamu. Terima kasih atas hadiah yang selalu kamu kirim kepada kami."
Tania menangis.
"Hiks... Tania sudah tidak kuat."
"Sayang, kamu wanita hebat. Kelak akan ada seorang laki-laki yang akan menjadi imam untukmu. Dia akan menjadikanmu perempuan yang beruntung. Kami pergi dulu."
"Tidak ayah, ibu.... "
Ayah menggandeng tangan ibu. Mereka melangkah maju. Tania ingin mengejar mereka. Namun ada tangan yang mencegahnya.
"Hiks... ayah, ibu... "
"Tania... Tania.... " Ada yang menggoyang tubuh Tania. Dalam kesadaran tudak sadar Tania mencengkeram tangan orang itu. Tangan itu begitu hangat sehingga membuat Tania mulai tersadar. Pelan-pelan ia membuka matanya. Dan orang yang pertama kali ia lihat adalah Saif.
"Pak Saif... "
Tania langsung melepaskan tangan Saif. Lagi-lagi suasana canggung menghampiri keduanya.
"Kamu mimpi?"
"Eh iya pak, maaf. "
Tania menghapus air matanya sendiri. Ia baru sadar jika sedang bermimpi di siang bolong.
"Ini minumlah."
Tania memposisikan tubuhnya setengah duduk dan menerima segelas air dari tangan Saif. Ia pun meminumnya.
"Terima kasih, Pak."
"Hem... "
Masih teringat dalam pikiran Saif saat Tania memanggil nama dalam mimpinya.
"Sepertinya dia sedang mimpi orang tuanya." Batinnya.
Sekitar jam 1 siang, Shasa baru sampai di rumah sakit. Ia membawa makan siang untuk Saif. Saat masuk ke kamar Tania sedang membaca buku. Sedangkan Saif, sedang main game sambil tiduran di sofa.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Melihat Shasa datang, Saif pun langsung bangun dan duduk.
"Hai Hai, Tania. Apa kamu merindukanku? Hehe..."
"Tentu saja."
Tania merasa lega karena Shasa sudah datang.
"Bang, ini Shasa bawain makan siang. Setelah itu abang boleh pulang."
Saif melirik Shasa.
"Maaf bukan maksud Shasa mau ngusir abang. Abang mau di sini lebih lama juga ndak pa-pa kok."
Saif hanya bisa menggelengkan kepala.
Setelah selesai makan siang, Saif pun pulang karena masih ada kepentingan. Tidak lama setelah kepergian Saif, Dini datang bersama Cinta. Dini baru tahu tadi pagi kalau Tania masuk rumah sakit. Setelah memberitahu Cinta, Cinta pun tidak sabar mengajak sang bunda untuk menjenguk Tania ke rumah sakit.
"Aunty pasti kecapean."
"Iya betul, Cin. Aunty Tania kan pekerja keras."
"Memang ke mana orang tuanya aunty?"
Mendengar ocehan Cinta, tiba-tiba Tania ingat mimpinya tadi. Mimpi itu seakan nyata. Ia bahkan penasaran dengan sosok laki-laki yang memegang tangannya. Karena dalam mimpinya tadi ia tidak sempat menoleh untuk melihat wajah itu.
"Cinta, aunty ini yatim piatu. Jadi aunty hanya punya kita di dunia ini." Sahut Shasa.
"Kasihan sekali. Kenapa aunty tidak tinggal bersama kita saja?"
"Tidak bisa, karena aunty punya rumah. Masa' rumahnya mau ditinggal."
"Oh iya ya."
Tania meminta maaf kepada Dini dan Cinta karena malam ini seharusnya waktunya Tania ngeles Cinta. Namun terkendala karena dirinya masih opname. Tentu saja Dini sangat memakluminya.
"Sehatkan dulu badanmu. Jangan pikirkan soal Cinta. Untuk sementara biar Cinta belajar denganku. Ya, meskipun mungkin tidak senurut dengan kamu."
Tania mengulum senyum mendengarnya.
Cinta dan Mbak Dini duduk di Sofa. Mereka memakan jeruk sunkist kecil yang dibawa Shasa. Shasa pun ikut duduk bergabung dengan mereka. Sedangkan Tania duduk di brangkar sambil makan buah apel yang sudah dikupas Shasa.
"Mbak, kamu sudah dengar kalau Mbak Maya sudah menikah lagi? "
"Iya, dek. Tadi bunda juga cerita soal itu."
"Kok aku jadi kasihan sama abang ya, mbak? Rasa-rasanya kayak abang itu dikhianati. Secepat itu Mbak Maya move on nya."
"Huh... kamu jangan suudzon dulu, dek. Kalau bunda tahu, kamu pasti dimarahi. Kita tidak tahu jalan hidup seseorang. Mungkin Allah sudah merencanakan jodoh yang cepat untuknya."
"Iya mbak. Tapi kasihan abang. Apa kita cariin saja jodoh untuk abang?"
"Nggak deh, nyerah aku kalau masalah itu. Kamu tahu bagaimana sikap abang?"
"Iya juga sih. Tapi akhir-akhir ini abang sudah mulai berubah."
"Contohnya?"
"Kemarin abang kayak pemain India waktu gendong Tania ke rumah sakit.
"Uhuk uhuk uhuk... " Tania tersedak mendengar cerita Shasa. Bisa-bisanya dia menceritakan hal itu kepada Mbak Dini.
"Pelan, Tania."
Shasa berdiri dan mengambilkan minum untuk Tania.
"Ayo minum dulu."
Tania pun meminumnya.
Belum sempat Shasa melanjutkan obrolannya dengan Dini, suami Mbak Dini sudah menelpon. Dia sudah menunggunya di depan rumah sakit.
"Kami pulang duluan ya. Ayahnya Cinta sudah datang. Lekas sembuh ya, Tania."
"Iya, mbak. Terima kasih."
Cinta dan Mbak Dini keluar dari kamar Tania.
Malam pun tiba.
Saif baru pulang ke rumah. Ia baru saja datang dari rumah sahabatnya yang sedang merayakan acara tujuh bulanan istrinya. Saif langsung masuk ke kamar. Setelah itu, ia turun ke bawah untuk ikut shalat Isya' berjama'ah bersama Ayah dan bunda. Setelah itu, mereka makan malam bersama. Selesai makan malam, Saif masih duduk santai bersama kedua orang tuanya.
"Bun, tadi dokter menelpon. Kalau besok sidak stabil semua, Tania sudah boleh pulang."
"Alhamdulillah, kalau begitu."
"Tadi kamu dari mana, bang?"
"Rumah Adit, bun. Ada acara."
"Acara apa?"
"Tasyakuran 7 bulanan istrinya hamil."
"MasyaAllah, alhamdulillah."
"Bun, abang ke kamar dulu."
"Iya bang. "
Melihat Saif melangkah pergi, tiba-tiba bunda sedih. Bunda ingat betul berapa Saif sangat ingin memiliki keturunan saat itu.
"Bun, kok nangis?" Tegur ayah.
"Huh, ndak kok yah. Ini kelilipan."
"Bohong! Kita hidup bersama bukan satu atau dua tahun lho bun. Tapi hampir 30 tahun."
"Ndak pa-pa cuma ingat sesuatu. Ayo tidur, yah. "
"Tumben jam segini sudah ngajak tidur."
Bunda sudah meliput duluan masuk ke dalam kamar.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Biar lebih gampang merawat Tania dan full pahala
Aku yakin ayah ,bunda sama Sasha setuju
semoga cepat sembuh dan kabar bahagia untuk Tania soon y Thor 🤲🥰