Ketika Naya, gadis cantik dari desa, bekerja sebagai babysitter sekaligus penyusui bagi bayi dari keluarga kaya, ia hanya ingin mencari nafkah jujur.
Namun kehadirannya malah menjadi badai di rumah besar itu.
Majikannya, Ardan Maheswara, pria tampan dan dingin yang kehilangan istrinya, mulai terganggu oleh kehangatan dan kelembutan Naya.
Tubuhnya wangi susu, senyumnya lembut, dan caranya menimang bayi—terlalu menenangkan… bahkan untuk seorang pria yang sudah lama mati rasa.
Di antara tangis bayi dan keheningan malam, muncul sesuatu yang tidak seharusnya tumbuh — rasa, perhatian, dan godaan yang membuat batas antara majikan dan babysitter semakin kabur.
“Kau pikir aku hanya tergoda karena tubuhmu, Naya ?”
“Lalu kenapa tatapan mu selalu berhenti di sini, Tuan ?”
“Karena dari situ… kehangatan itu datang.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Hot Kitchen
...0o0__0o0...
...Tap..! Tap..! Tap..!...
...Langkah kaki kecil terdengar di koridor....
...Naya refleks menegang. Arya belum melepaskan sentuhan-nya di leher gadis itu, dan gadis itu jelas–jelas masih terjebak di antara tubuh Arya dan meja dapur....
...Kriet..!...
...Pintu dapur bergeser sedikit…...
...Seorang pelayan muda—Rika—menyembulkan wajahnya....
...“Tu–tuan Arya ?” panggil-nya pelan, tampak terkejut....
...Dalam sepersekian detik, aura ruangan berubah total. Dari intens… menjadi berbahaya....
...Arya tidak bergerak menjauh dari Naya. Justru sebalik-nya—ia menegakkan bahu, tubuhnya semakin terlihat besar, dominan, menghalangi hampir seluruh pandangan pelayan itu ke arah Naya....
...Tatapan Arya menajam....
...“Rika,” panggil-nya, datar namun meng-getarkan. “Siapa yang memberi mu izin masuk ke dapur setelah jam makan malam ?” Tanya'nya tanpa menoleh....
...Pelayan muda itu langsung pucat. “Sa–saya… mengembalikan barang yang tadi—”...
...“Tidak ada alasan,” potong Arya, dingin. “Aturan rumah ini jelas. Setelah makan malam, semua pelayan kembali ke paviliun belakang. Kau melanggar peraturan.”...
...Suara Arya sangat tenang. Namun tenang dengan cara yang membuat siapapun ingin bersujud minta ampun....
...Rika menunduk dalam-dalam. “Tuan… saya minta maaf…” katanya bergetar ketakutan....
...Arya membalik tubuhnya, menatap tajam pelayan itu, dan nada suaranya turun menjadi lebih rendah—bukan berteriak, namun justru lebih menekan....
...“Kau melihat apa ?”...
...Rika menggeleng cepat. “T–Tidak melihat apa-apa, Tuan. Saya bahkan belum—”...
...“Bagus.”...
...Arya menegaskan satu kata itu seperti palu godam....
...Naya yang berdiri di belakang-nya merasakan sesuatu—bukan ketakutan, tapi terpukul oleh bagaimana Arya melindungi-nya tanpa ia minta....
...Arya memiringkan kepala sedikit, tatapan-nya masih menusuk pelayan muda itu....
...“Kau kembali sekarang. Tanpa suara. Tanpa menoleh.”...
...Rika mengangguk terburu-buru dan langsung mundur, menutup pintu sambil gemetar hampir pingsan dalam ketakutan....
...Begitu pintu kembali tertutup…...
...Hening tebal....
...Arya menoleh perlahan ke Naya. Tatapan itu berubah lagi bukan lagi murka pada pelayan, tapi kembali ke intensitas sebelum-nya....
...Lebih gelap....
...Lebih mendekap....
...“Seperti yang ku bilang,” gumam-nya rendah, mendekatkan wajahnya ke telinga Naya. “Tidak ada yang akan melihat.”...
...Naya menelan ludah, tubuhnya menegang… tapi kedua matanya bergetar menahan senyum kecil yang tidak boleh ketahuan....
...“Tuan… tadi itu Anda tegas sekali…” bisiknya pelan, menggoda halus, seakan ingin memancing sisi dominan Arya....
...Arya menyipitkan mata. “Dan kau,” katanya sambil menelusuri garis rahang Naya dengan jari—pelan namun membuat napasnya tercekat, “benar-benar senang melihat ku seperti itu, ya ?”...
...Nada Arya bukan pertanyaan. Lebih seperti vonis. Dan Naya tidak bisa mengingkari gejolak yang membuat lututnya melemah....
...Langkah Arya terdengar berat saat ia kembali mendekati Naya....
...Gadis itu sudah menempel pada dinding bar dapur, kedua telapak tangan-nya menyentuh meja di belakang-nya, seolah mencari pegangan yang tidak benar-benar ada....
...“Tuan A-Arya… jangan terlalu dekat,” ucap Naya pelan, suaranya berusaha stabil....
...Tapi tatapan matanya yang terus menghindar justru membuat aura gugupnya semakin jelas....
...Arya berhenti persis di depan tubuhnya....
...Begitu dekat hingga Naya bisa merasakan hembusan napas laki-laki itu menyentuh kulitnya....
...“Kenapa kau mundur ?” bisik Arya. Nada itu tenang… terlalu tenang. “Barusan kau seperti sangat senang memancing ku.”...
...Naya menggigit bibir bawahnya—refleks, bukan niat menggoda. Sayangnya, Arya membaca setiap gerakan kecil gadis itu seperti buku terbuka....
...“Aku tidak mem—memancing,” bantah Naya cepat, menunduk, pipinya memanas....
...Arya meraih dagu Naya dengan dua jarinya, mengangkat pelan agar wajah gadis itu kembali menghadap-nya. “Kau bahkan tidak sadar apa yang sedang kau lakukan.”...
...Tatapan-nya turun sebentar ke tubuh polos Naya—bukan dengan nafsu, tapi seperti seseorang yang sedang menilai sesuatu yang menurut-nya milik pribadi....
...“Dan itu justru lebih berbahaya.” Sambung Arya berbisik....
...Naya mencoba mencondongkan tubuh-nya ke samping, berniat menggeser diri keluar dari perangkap itu. Tapi Arya menekan tangan ke meja kedua sisi tubuhnya, membuat Naya benar-benar terkunci....
...“Tu—Tuan… Anda membuat saya nervous,” bisik Naya, wajahnya memerah tapi matanya tidak bisa berhenti menatap Arya....
...Arya mendekat sedikit. Hanya sedikit. Tetapi cukup membuat dada Naya naik turun lebih cepat....
...“Nervous ?” suaranya rendah. “Coba jujur. Kau nervous… atau kau justru menunggu-nya ?”...
...Glek...!...
...Naya menelan ludah....
...“A-aku… tidak…” katanya terbata, padahal wajahnya jelas menunjukkan hal sebalik-nya....
...Arya mencondong-kan tubuh-nya sedikit lagi. Bukan menyentuh hanya membuat jarak di antara mereka menipis sampai udara terasa panas....
...“Kau bilang tidak, tapi tubuh mu berkata sebalik-nya.”...
...Naya mencoba mendorong dada Arya—pelan, tidak sungguh-sungguh. Seperti upaya kecil yang sekadar formalitas....
...“Jangan memojokkan saya seperti ini…” ucap Naya, suaranya hampir bergetar....
...Arya menatap-nya dari atas sampai bawah, slow, dalam, dominan....
...“Kalau kau merasa seperti itu,” suaranya tenang, “itu karena kau tidak bisa memberi alasan untuk di perlakukan seperti ini.”...
...Naya terdiam. Wajahnya merah. Matanya bergetar. Dan tanpa perlu sentuhan pun… Arya sudah menang....
..."Sial, ternyata duda berbuntut satu itu susah di tipu." Batin Naya sebal. Ia merasa Tubuhnya dingin karena AC dapur menyala dan menerpa tubuh polosnya. ...
...Bagaimana juga tubuh Naya nyaris polos sempurna dan hanya menyisahkan CD berenda hitam tipis. Tubuhnya gemetar halus, campuran antara kedinginan dan kepanasan....
...Melihat Naya yang bergetar kedinginan. Arya langsung mengangkat dan di dudukkan di atas meja bar....
..."Kau butuh kehangatan, Naya." Bisiknya serak....
...Tangan-nya mulai meng-gerayangi tubuh polos gadis itu dari pundak lalu turun ke pinggang dan naik perlahan hingga tangan-nya berhenti di payudara-nya....
...Sentuhan lembut, sensual dari Arya. Mampu membuat tubuhnya meremang panas dalam sekejap. Apalagi saat tangan Arya kini meremas-remas kedua dada sintalnya, sampai ASI-nya muncrat keluar....
..."Tuan, anda membuat Asi ku keluar sia-sia." Bisik Naya lembut dengan suara bergetar meng-goda....
...Arya mengamati bagaimana ASI itu muncrat ketika dada gadis itu di remas-remas. Dan itu membuat duda berbuntut satu itu seperti berdiri di tengah-tengah gurun pasir....
...Panas dan membuat-nya kehausan....
...Slurp..!...
...Arya menunduk, menghisap rakus pucuk-nya. Hingga ASI-nya mengalir deras, membasahi tenggorokan. perlahan tapi pasti rasa manis dan gurih Asin itu, mampu mengobati dahaga-nya perlahan-lahan....
...Naya menunduk, menyeringai tipis. Melihat Arya menyesap sumber kehidupan-nya dengan sangat rakus. Tubuhnya terasa tersengat listrik....
..."Ahh..."...
...Suara desahan kecil lolos dari bibir tipis Babysitter itu. Lembut, pelan namun mampu memancing gairah Arya yang sedari tadi tertahan....
...Arya mendongak, mulutnya terus bergerak menghisap. Dadanya bergemuruh saat wajah polos Naya terlihat cantik dan menggoda secara bersamaan....
...Plup..!...
...Arya melepas hisapan. Tubuhnya tegak kembali. Menatap Naya dalam-dalam. "Kau sengaja mengeluarkan suara pancingan untuk ku, Hem ?" Kata-kata itu bukan pertanyaan melainkan fakta yang tak terbantahkan....
...Naya menggigit bibir bawah-nya, meng-goda. Tatapan matanya polos namun bersinar meng-goda. "Kenapa tuan suka sekali menuduh ku ?"...
...Arya mengusap sensual kedua paha mulus Naya. Gerakan-nya pelan, lembut, seakan sengaja mempermainkan gairah gadis itu....
..."Kau pikir aku mudah di bodohi, Hem ?" Ujar-nya datar. Membuat Naya semakin kuat menggigit bibir bawah-nya....
...Naya nampak gugup dan bergairah saat tatapan tajam mata Arya begitu intens dan dalam. Seakan ingin menembus pertahanan-nya....
..."Tuan, cepat ambil jatah mu." Bisik Naya lembut. Penuh maksud tersembunyi. "Sebelum baby Karan bangun dan mencari ku." Ia merasa bagian bawah-nya sudah sangat berkedut gatal, menginginkan sentuhan lebih....
...Arya menyeringai, langsung menarik tengkuk Naya. Menghisap rakus bibir tipisnya yang pandai berdalil. Tangan-nya meremas payudara-nya sensual. Sesekali memelintir pucuk-nya. Meng-goda....
...Kaki Naya melingkar erat di pinggang Arya, seakan tidak ingin laki-laki itu pergi begitu saja....
...Mmpt… mmpt…...
...Ciuman mereka semakin dalam, panas, dan membuat aliran darah keduanya berdebar tak karuan....
...Naya hanya diam menerima, seluruh tubuhnya seperti ikut terseret dalam ritme yang Arya pimpin—meskipun ada rasa gatal halus yang membuat-nya ingin membalas....
...Dengan sengaja, tangan Naya meremas pantat Arya yang padat. Sentuhan itu membuat napas duda itu tersengal seketika. Gerakan-nya terhenti beberapa detik sebelum Arya menarik dirinya sedikit menjauh....
...Ciuman itu terlepas mendadak....
...Arya menatap mata Naya—polos, namun juga di selimuti sayu yang sulit ia abaikan....
...“Tangan mu mulai nakal, rupanya ?” bisiknya rendah. Suaranya seperti bergulung di antara mereka, hangat namun mengancam lembut. “Jangan melewati batas yang akan membuat mu menyesal, Naya.”...
...Arya mengusap bibir Naya yang memerah, gerakan-nya pelan namun penuh kendali, membuat tubuh gadis itu memanas seperti tersengat arus halus....
...Naya menunduk sedikit, pipinya merona. “Maaf, Tuan… saya tidak sadar.” Suaranya kecil dan bergetar. “Ciuman Tuan… membuat otak saya kosong.”...
...Arya menyipitkan mata, menahan senyum yang terlalu tajam untuk disebut lembut....
...“Begitu, ya…?” Ia menundukkan wajahnya lagi, cukup dekat hingga napasnya menyapu pipi Naya. “Kalau hanya dengan itu otak mu sudah kosong,” gumam-nya, “bagaimana kalau aku tidak berhenti tadi ?”...
...Arya masih menahan dagu Naya, ibu jarinya mengusap perlahan bibir gadis itu yang memerah karena ciuman barusan. Napasnya terdengar berat namun terkontrol, seakan laki-laki itu sedang berperang dengan dirinya sendiri....
...Ruangan itu terasa terlalu sunyi. Terlalu sempit untuk dua orang yang bahkan napasnya saling bertubrukan....
...Arya belum melepaskan pinggang Naya. Tubuh mereka masih menempel, hanya dipisahkan oleh sedikit ruang yang tidak pernah terasa cukup....
...0o0__0o0...