Hal yang mengejutkan dialami oleh Nurhalina, gadis penjaga toko swalayan. Ia menjadi korban penculikan dan dijadikan tumbal untuk sebuah perjanjian dengan sebelas iblis. Namun ada satu iblis yang melanggar kesepakatan dan justru mencintai Nurhalina.
Hari demi hari berlalu dengan kasih sayang dan perhatian sang iblis, Nurhalina pun menaruh hati padanya dan membuatnya dilema. Karena iblis tidak boleh ada di dunia manusia, maka dia harus memiliki inang untuk dirasukinya.
Akankah cinta mereka bertahan selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sahabat Adalah Maut II
"Sssstttt, kita bersenang-senang dulu, Yuk, Nur? Tenang, CCTV sudah kumatikan nggak perlu takut, nggak ada yang bakal lihat." ucapnya, sambil melangkah dengan percaya diri. "Kamu cuma perlu diam, dan nikmatin aja."
...BUGGGGHHHH...
...KRANNGGGG...
Ketika dasar sepatu vantofel milik Faizal menerka wajahku, aku sempat terbentur loker dan di saat itu, di kepalaku hanya terdengar suara,
...NGIIINNNNNNGGGGGG.............
Pusing, mual, dan telingaku bergetar-getar.
Ketika aku membuka mata, darah sudah mengalir dari kedua lubang hidungku. Dan ada cairan lain berwarna putih pekat yang menetes juga dari mulutku. Entah dari mana datangnya cairan itu, tapi aku merasa asing.
Aku telentang di lantai, tenagaku kini hanya cukup untuk menolehkan kepala ke kanan dan kiri. Di sebelah kanan ada seragam toko lengkap dengan celana dan dalamannya, sedang di sebelah kiri, Faizal tampak berbaring lemas sambil tertawa puas, "Akhirnya, aku bisa menyentuhmu juga, Nur!"
Apa yang dia lakukan?
Dia benar-benar menyetubuhiku?
Gila.
Bahkan dia sudah punya tunangan, dan aku sempat dengar dari anak-anak kalau undangan pernikahannya juga sudah tercetak, tapi kenapa dia melakukan ini kepadaku?
Aku berusaha bangkit dengan sisa tenaga yang ada, tapi saat aku hendak berdiri sambil menyaut seragam milik Faizal, hanya dia berkata, "Percuma!"
Aku menatapnya sayu, "Aarrghhhh?"
"Ndaru, sedang menuju kemari."
Ndaru?
Dia kenal laki-laki bejat itu dari mana?
Sial.
Dia tiba-tiba bangun dari baringnya, mendekati wajahku sambil mengelus pipiku dengan ibu jari, "Maafkan aku, Nur. Tapi aku butuh uang untuk resepsi pernikahanku dengan Aisyah."
...PPLAAAKKKKK...
Satu tamparan kulayangkan ke pipinya. Tapi entah mengapa justru aku yang menangis sekarang. Tega-teganya semua lekaki yang aku temui dalam hidupku memperlakukanku seperti ini. Mulai dari Bapak sampai bahkan teman sekantor pun tega menjualku.
Aku salah apa ke kalian, hah?
Ketika aku hendak melayangkan tamparan yang ke dua kalinya, Faizal menahan tanganku dan memelukku erat, "Yang harusnya kunikahi itu, kamu, Nur. Bukan Aisyah," ucapnya sambil merebahkanku kembali ke lantai.
Sekarang dia duduk di perutku yang terbuka, "Kamu, ingat? Waktu awal kita sama-sama interview di kantor pusat?" dia mulai meraih leherku. "Aku sudah jatuh hati sama kamu, Nur. Sampai aku rela jadi crew otlet biar bisa satu cabang denganmu. Apa kamu gak sadar?"
"Eeeaaaargghhh," teriakku, tapi tak menghentikannya. Dia lanjutkan penjelajahannya dari leher menuju pipiku.
"Lima, tahun, Nur. Aku nyimpen perasaan ini. Asal kamu tahu!" dia mainkan bibirku dengan ibu jarinya. "Dan kamu, tetap saja menganggapku sebagai teman satu angkatan."
"Arggghhh," pekikku, sambil menghindari ciumannya. Tapi dia tidak menyerah, dia gapai kedua lenganku dan menyeretnya ke atas kepala, hingga kini tinggal hidung kita berdua yang saling menempel.
"Kalau pun, ada wanita yang kucintai di dunia ini, itu pasti kamu, Nur. Bukan Aisyah." ucapnya sambil mengendus-endus leherku kemudian kembali fokus pada kedua mataku, "Jadi, untuk malam ini. Biarkan aku bersenang-senang dengan tubuhmu, Nur. Meski aku nggak bisa dapetin hatimu."
...EMMMMMPPPHHH MMMPPHH...
Dan di empat menit itu, bibirku habis dilumatnya.
Entah apakah ini yang dinamakan cinta?
Apakah tujuan dari mencintai dan dicintai itu hanya sekedar bersedia mencium dan diciumi seperti ini?
Bagaimana jika salah satu dari mereka tidak saling mencintai, bolehkah aku menyebut hal itu sebagai pemaksaan?
Faizal tetap gigih dengan bibirnya yang kini kian mengganas menggunakan tangannya untuk meremasku di seluruh tubuh. Turun melalui leher, dada hingga ke perut.
Ketika dia mencoba mehunuskan jorannya yang kembali tegak menantang di garis depan, aku melihat sekelebat bayangan di balik bahu Faizal. Dan saat joran itu hendak memasuki tubuhku,
...BUGGGGHHH...
...PRANKKKK...
...PLAAAAKKKK...
Tiba-tiba saja kepala Faizal, sudah sejajar dengan kepalaku.
Aku menoleh ke samping, dia sedang tergeletak dengan mata terpejam. Di loker ada bekas darah mengalir ke bawah, menuju kepalanya.
"Sudah aku bilang, toh! Jangan berani-beraninya sentuh cantikku!" suara seseorang yang tak asing bagiku menggema di dalam loker.