Menceritakan seorang pemuda bernama Darren yang kehidupannya tampak bahagia, namun terkadang menyedihkan dimana dia dibenci oleh ayah dan kakak-kakaknya karena sebuah pengakuan palsu dari seseorang.
Seseorang itu mengatakan bahwa dirinya sebagai pelaku atas kecelakaan yang menimpa ibunya dan neneknya
Namun bagi Darren hal itu tidak penting baginya. Dia tidak peduli akan kebencian ayah dan kakak-kakaknya. Bagi Darren, tanpa mereka dirinya masih bisa hidup bahagia. Dia memiliki apa yang telah menjadi tonggak kehidupannya.
Bagaimana kisah kehidupan Darren selanjutnya?
Yuk, baca saja kisahnya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandra Yandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Enzo masih bersama dengan keempat sahabatnya di ruangan pribadinya. Mereka masih membahas masalah yang dihadapi Darren.
Ketika Enzo dan keempat sahabatnya tengah membahas masalah Darren dan juga membahas masalah dalang kecelakaan tersebut, tiba-tiba salah satu tangan kanannya Enzo datang.
Cklek..
Pintu dibuka dan masuklah salah satu tangan kanan Enzo.
"Maaf, Tuan!"
"Ada apa, Justin?"
"Aku ingin memberitahukan tentang kondisi Nyonya Vidya."
"Kenapa dengan Nyonya Vidya?" tanya Ziggy.
"Kondisinya kritis saat ini. Semua anggota keluarga termasuk tuan Darren sudah di rumah sakit."
"Baiklah."
Enzo menatap keempat sahabatnya. "Kita harus ke rumah sakit."
"Harus! Pasti akan terjadi sesuatu disana dan Darren yang akan menjadi korbannya," ucap Noe.
"Jika mereka berani menyentuh Darren, maka aku yang akan membalasnya langsung. Tidak peduli dengan anggota keluarganya yang lain," ucap Ziggy.
"Kalau begitu, ayo!"
Setelah itu, Enzo dan keempat sahabatnya langsung pergi meninggalkan markas untuk menuju rumah sakit.
***
Semuanya sudah berada di rumah sakit. Mereka semua berdiri di ruang rawat Vidya.
"Apa yang terjadi pada ibu saya, Dokter?" tanya Erland.
"Kenapa ibu saya bisa kembali kritis? Bukankah lima hari ini kondisinya sudah stabil?" tanya Clarissa.
Mendapatkan dua pertanyaan dari kedua anak dari pasiennya membuat dokter tersebut bingung untuk menjawabnya.
"Kondisi pasien sebenarnya jauh dari kata baik. Selama ini pasien berusaha bertahan agar kondisinya baik-baik saja guna untuk bisa berpamitan dengan kalian semua. Dia ingin berbicara dengan kalian anak, menantu dan cucu-cucunya."
Mendengar jawaban dari sang Dokter membuat Erland serta yang lainnya menangis terutama Darren. Dia yang paling terpukul disini.
"Oh iya! Siapa diantara kalian yang bernama Darren?"
Darren langsung melihat kearah dokter yang menangani neneknya.
"Saya!"
Dokter itu langsung melihat kearah Darren. Dia seketika tersenyum. "Bisa ikut saya ke dalam. Nyonya Vidya ingin bertemu dengan anda."
Setelah itu, dokter tersebut langsung masuk ke dalam ruang rawat Vidya, diikuti oleh Darren di belakang.
"Kenapa Oma meminta untuk bertemu dengan anak pembunuh itu," ucap Davin seketika setelah Darren dan dokter itu masuk ke dalam ruang rawat Vidya.
Plak..
"Aakkhhh!" ringis Davin merasakan sakit di pipinya akibat tamparan dari Clarissa.
"Dia adikmu, Davin! Dan dia bukan pembunuh! Sadarlah atas apa yang kau ucapkan barusan!" bentak Clarissa dengan menatap tajam kearah Davin.
"Jelaslah bibi bicara seperti itu karena bibi begitu menyayangi anak pembunuh itu." Davin menjawab perkataan dari Clarissa.
Detik kemudian..
Bugh..
"Ssshhh!" ringis Davin.
"Darka!"
Semua orang seketika terkejut ketika melihat apa yang dilakukan oleh Darka terhadap Davin.
Yah! Darka tiba-tiba memberikan pukulan tepat di wajah Davin akibat ucapannya itu. Dia tidak terima adiknya disebut sebagai pembunuh.
Darka menatap tajam dan penuh amarah kearah Davin. Tangannya mengepal kuat.
Bukan hanya Darka yang marah akan ucapan Davin, melainkan Gilang. Dia menatap penuh amarah kearah Davin.
"Kau mengulanginya lagi, saudara Davin! Bukankah aku sudah mengatakannya ketika sarapan pagi!" bentak Darka.
Gilang melangkah mendekati Darka. Dia berdiri di samping Darka dengan tatapan matanya menatap tajam kearah Davin.
"Kau mengajak kami perang ya? Baiklah kalau itu maumu. Mulai detik ini kita bukan lagi antara kakak dan adik. Mulai detik ini kita tidak memiliki hubungan apapun. Ini peringatan terakhir kau menyebut adikku sebagai pembunuh. Lain kali, aku yang akan menghajarmu." Gilang berucap dengan sorot mata yang tajam kearah Davin.
Davin seketika syok atas apa yang dilakukan oleh Darka, ditambah lagi ketika mendengar ucapan dari Darka dan Gilang. Begitu juga dengan keempat adiknya yang lain.
Namun tidak dengan anggota keluarga Smith, anggota keluarga Garcia dan beberapa orang yang hadir. Justru mereka tersenyum bangga dan bahagia ketika melihat Darka yang memberikan pukulan kepada Davin, dan ketika mendengar ucapan kejam Darka dan Gilang.
Awalnya mereka berpikir bahwa Darka dan Gilang sama seperti keempat kakaknya yang membenci Darren karena keduanya selama ini hanya diam.
Namun dugaan mereka salah. Ternyata diamnya Darka dan Gilang menyimpan rasa sakit dan dendam terhadap perlakuan buruk ayah dan keempat kakaknya terhadap adik kesayangannya. Dan kini mereka membalasnya.
Bagaimana dengan Erland?
Erland saat ini tampak syok akan perkataan sekaligus ucapan dari Darka dan Gilang. Dia tidak menyangka jika kedua putranya itu akan mengatakan hal itu di depan putra sulungnya.
^^^
Darren sudah berada di ruang rawat Vidya.
"Oma," panggil Darren.
Darren menatap sedih kondisi neneknya. Dia menangis sembari tangannya mengusap lembut punggung tangan sang nenek.
Berlahan Vidya membuka kedua matanya. Seketika dia tersenyum melihat wajah cucu bungsu kesayangannya.
"Da-darren," lirih sang Oma.
"Iya, ini aku."
"Maafkan, Oma!"
"Maaf untuk apa?"
"Oma... Oma ingin pamit sama kamu, Sayang."
Darren seketika menangis bersamaan kepalanya menggeleng. Dia tidak ingin kehilangan neneknya. Dia sudah kehilangan ibunya.
"Oma tidak boleh pergi. Oma harus bertahan demi aku. Aku sudah kehilangan Mama. Aku tidak ingin kehilangan Oma."
Vidya tersenyum ketika mendengar ucapan dari cucu kesayangannya. Dia sangat beruntung memiliki cucu seperti cucu bungsunya itu.
Vidya kemudian mengangkat tangannya hendak menyentuh pipi cucunya dan langsung dibantu oleh Darren.
"Oma sayang kamu."
"Aku juga sayang, Oma!"
"Hiduplah dengan baik. Jangan pernah sakit-sakit lagi, terutama jantung kamu."
Darren tidak menjawab. Dia diam mendengar ucapan dari sang Oma. Hanya air matanya sebagai perwakilan hatinya yang sakit.
"Tolong panggilkan Papa dan keenam kakak kamu. Oma juga ingin bicara dengan mereka."
"Baiklah."
Darren berdiri dari duduknya, dia kemudian mencium kening sang Oma.
Setelah itu, Darren pun pergi meninggalkan ruang rawat neneknya untuk memanggil ayah dan keenam kakaknya.
^^^
Kini Darren telah berada di luar. Tatapan matanya langsung bertemu dengan tatapan mata ayahnya dan keenam kakaknya.
Detik kemudian, ekspresi wajah Darren berubah datar dan dingin. "Oma mau ketemu kalian."
Setelah mengatakan itu, Darren pergi menjauh dari ayah dan keenam kakaknya. Dan dia duduk di sebuah kursi yang tersedia disana.
"Oma! Jika Oma ingin pergi, pergilah. Aku mengikhlaskan kepergian Oma. Jika nanti Oma bertemu dengan Mama, sampaikan salamku pada Mama," batin Darren. Air matanya semakin deras mengalir membasahi pipinya.
Gilang dan Darka seketika menangis ketika mendengar suara hati adiknya. Keduanya kemudian berbalik dan menatap kearah dimana adiknya duduk saat ini. Hati mereka benar-benar hancur saat ini ketika melihat kondisi adiknya.
Setelah puas melihat adiknya, Gilang dan Darka berbalik lalu melangkah masuk ke dalam untuk menemui sang Oma.
Melihat Darren yang duduk sendirian di kursi tersebut membuat ketujuh sahabat-sahabatnya langsung menghampirinya. Mereka memberikannya dukungan dan ketenangan untuk Darren. Mereka mengatakan kata-kata yang bisa membuat sahabatnya itu tenang, walau tidak sepenuhnya bisa tenang.
Cklek..
Pintu dibuka. Dan keluarlah Erland dan keenam putranya. Kondisi mereka tak baik-baik saja.
Detik kemudian..
"Maaf, Nyonya Vidya telah pergi meninggalkan kita semua!"
Detik itu juga terdengar isak tangis anggota keluarga ketika mendengar orang yang merasa sayangi dan mereka hormati telah pergi untuk selamanya.
Darren yang saat ini masih setia duduk di kursi, ditemani oleh ketujuh sahabat-sahabatnya seketika menangis dalam diam. Tidak terdengar isak tangisnya sama sekali.
Darren menutup wajahnya dengan kedua tangannya, kepalanya menggeleng ribut dan tubuhnya bergetar hebat ketika mendengar sosok yang begitu dia sayangi dan hormati setelah kedua orang tuanya pergi untuk selamanya.
Axel dan Qenan yang duduk di samping kanan dan kiri Daren mengusap-usap lembut punggung Darren yang bergetar. Mereka semua menangis karena mereka juga merasakan kehilangan sosok Oma yang baik dan penuh cinta seperti Oma Vidya. Selama hidupnya, Oma Vidya selalu memberikan perhatiannya untuk semua cucunya termasuk sahabat-sahabat cucu-cucunya.
Davin seketika melangkah mendekati Darren. Dia ingin memberikan pelajaran kepada adiknya itu atas apa yang terjadi pada sang Oma.
Melihat Davin yang ingin mendekat Darren membuat Darka dan Gilang mengikutinya.
Ketika Davin hendak menarik tangan Darren, tiba-tiba Gilang langsung menahan tangannya yang satunya.
Setelah itu, Gilang menariknya menjauh dari Darren.
Setelah menjauh dari Darren. Gilang langsung mendorong kuat tubuh Davin hingga tersungkur ke belakang.
"Menjauhlah dari adikku!" bentak Gilang dengan tatapan nyalangnya.
Bagaimana dengan Darka? Dia juga sama seperti Gilang. Tatapan mata mereka menatap tajam kearah Davin.
Davin menatap tajam kedua adiknya yang berdiri di hadapannya.
"Menyingkirlah Darka, Gilang!" bentak Davin.
"Lawan aku dan Gilang. Jika kau berhasil melawan kami berdua, baru kau bisa melewatiku dan Gilang," jawab Darka dengan dingin.
Deg..
Davin terkejut ketika mendengar ucapan sekaligus ancaman dari Darka. Dia tidak menyangka jika Darka akan mengatakan itu.
"Minggir Darka, Gilang! Jangan sampai kakak...."
Duagh..
Gilang langsung memberikan tendangan kuat tepat di perut Davin sehingga membuat tubuh Davin terhuyung ke belakang.
"Tidak, Gilang!" teriak Erland dan keempat putra tertuanya.
Andra membantu kakaknya yang tampak kesakitan di perutnya.
Darka seketika tersenyum di sudut bibirnya. "Kau terlalu meremehkan kami berdua, Davin! Bahkan kau sama sekali tidak mendengarkan apa yang kami ucapkan ketika sarapan pagi di rumah. Dan beberapa menit yang lalu aku juga mengatakan hal yang sama, ditambah lagi kau akan menyakiti kami jika kami tidak memberikan jalan untukmu."
"Bukannya takut atau berubah. Justru kau semakin menjadi-jadi."
Darka tersenyum di sudut bibirnya dengan tatapan matanya menatap Davin.
"Kau manusia menjijikan, Davin! Kau tak layak disebut manusia!" bentak Gilang.
Ketika Darka hendak mengeluarkan kemarahannya lagi, tiba-tiba Darren berdiri dari duduk sembari berteriak marah.
"Cukup!"
Darren berjalan mendekati Davin. Tatapan matanya menatap tajam kearah kakak sulungnya. Tatapan matanya begitu mengerikan.
"Apa kau yakin aku adalah pembunuh? Apa kau yakin aku yang sudah membunuh Mama?" tanya Darren dengan sorot mata yang begitu mengerikan.
Hening..
Tidak ada jawaban dari Davin. Justru tatapan matanya menatap semakin tajam kearah adiknya itu.
"Jawab!" teriak Darren.
"Iya. Aku sangat yakin jika kau yang telah membunuh Mama!" bentak Davin.
Seketika Darren tersenyum di sudut bibirnya ketika mendengar jawaban lantang dari kakaknya itu.
Sementara Darka dan Gilang mengepal kuat tangannya disertai tatapan matanya yang tajam kearah Davin.
"Baiklah kalau begitu. Tapi ingat ucapanku dan jangan pernah kau lupakan, bahkan sampai kau mati. Begitu juga dengan kalian!" Darren berbicara dengan tatapan matanya menatap kearah ayah dan kakak-kakaknya secara bergantian.
"Jika terbukti aku tidak bersalah. Dengan kata lain, kematian Mama tidak ada hubungannya denganku. Aku bersumpah akan membalas setiap perbuatan kalian dan perkataan kalian selama ini. Aku bersumpah tidak akan pernah memberikan maaf kepada kalian. Aku bersumpah tidak akan pernah berdamai dengan kalian walau kalian menangis darah sembari bersimpuh di depanku. Aku bersumpah akan membuat kalian merasakan apa yang aku rasakan selama ini. Camkan itu!"
Darren berbicara dengan penuh ancaman dan penekanan. Dia menatap kearah ayah dan kakak-kakaknya dengan tatapan penuh amarah dan dendam.
"Ketika saat itu tiba dimana kalian semua menyesal, maka semua itu sudah terlambat. Dan sekalipun ada yang membantu kalian untuk mendapatkan maaf dariku, maka aku tidak akan pernah sudi memberikan maaf kepada kalian. Justru aku akan buat kalian makin hancur dalam penyesalan."
Setelah mengatakan itu, Darren pergi meninggalkan rumah sakit. Dia tidak ingin berlama-lama berada disana.
Melihat kepergian Darren, ketujuh sahabat-sahabatnya langsung mengikutinya. Begitu juga dengan kelima kakak mafianya.
penasaran kelanjutannya
semangat
up lagi ya
kasian Darren
semangat trus kak